Menikah adalah hal yang membahagiakan. Tapi tidak saat aku menikah. Menikah membawaku kedalam jurang kesakitan. Dilukai berkali-kali. Menyaksikan suamiku berganti pasangan setiap hari adalah hal yang lumrah untuk ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Pagi hari yang cerah. Secerah itu pula hati Arsen. Kemarahan yang sempat menggebu beberapa saat yang lalu, kini sirna dalam semalam. Tapi hukan Arsen namanya, kalau tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
" Ambilkan aku air. " Perintah Arsen tanpa menatap Naina. Matanya sibuk memeriksa dokumen-dokumen yang memang sudah menumpuk dari pagi.
Naina bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju dispenser yang memang sudah tersedia diruangan Arsen.
" Anda mau dingin, hangat, atau panas? " Tanya Naina menatap Arsen dari kejauhan.
" Dingin. " Ucap Arsen singkat.
Dingin ya? untung saja dingin. Padahal aku berniat mengambil air dari neraka jahanam untuk mu.
" Ini Tuan.
Arsen menatap gelas itu sesaat lalu beralih menatap Naina. " Berhentilah memanggilku Tuan.
" Oh, baiklah. presdir. " Naina hanya bisa membatin didalam hati. Tuan tidak mau, kalau begitu presdir? sama saja kan? Tuan, artinya majikan. Presdir, adalah Atasan yang memiliki penguasa penuh.
" Jangan itu juga. " Arsen menutup dokumen yang sedang ia pegang. Menatap Naina lalu bangkit untuk mendekati Naina.
Firasat buruk. Wajah seriusnya berubah menjadi mesum yang menjijikkan.
" Kau bisa memanggilku Sayang, Babe, atau apapun. " Arsen sudah mulai menyentuh pipi Naina. Mengelus nya perlahan sembari menatap intens.
Menjijikkan sekali.
" Tapi ini di kantor. Panggilan yang paling tepat adalah Presdir atau Tuan. " Naina menatap berani.
Heh....? wanita ini benar-benar membuatku ingin terus merengkuhnya.
" Terserah kau saja. Duduklah lagi dan perbanyak istirahatmu. " Ujar Arsen menyeringai.
" Aku bahkan sudah duduk sepanjang hari. Berapa lama lagi aku harus duduk?
Arsen menyunggingkan senyum di sisi bibirnya. " Tunggu selesai pekerjaanku. Dan kau, tidak bisa lagi beristirahat.
" Sudah kuduga. Otak anda ini, memang tidak akan berfungsi dengan baik tanpa memikirkan hal itu.
" Jangan lupa, aku adalah Presdir yang memiliki kemampuan berpikir di atas rata-rata.
" Iya, terserah anda saja. " Naina kembali ke tempat semula. Duduk dan tidak mengerjakan apapun.
Satu jam kemudian.......
Tomi datang keruangan Arsen untuk mengambil berkas-berkas yang sudah selesai Arsen periksa dan sudah ditanda tangani.
" Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? " Tanya Arsen sembari menatap ke arah Naina yang sedang sibuk dengan pemikirannya.
" Sekarang aku mengantuk Tuan. " Ujar Naina yang mulai lelah berdebat dengan dirinya sendiri.
" Baiklah, kau tidak perlu mengeluarkan tenaga. Biar aku yang melakukanya. " Ucap Arsen sembari berjalan mendekati Naina.
Arsen duduk disamping Naina. Dia menarik Naina agar duduk di pangkuannya. " Tuan, apa anda sungguh-sungguh tentang ini?
Arsen tersenyum sembari membelai rambut Naina. " Tentu saja. Lihatlah, jika kau tidak memberontak, aku akan lembut padamu.
Naina menyunggingkan senyumannya.
Satu, dua, tiga.....
" Ar,.... " Panggil seorang gadis yang tanpa pemberitahuan langsung masuk ke dalam ruangan.
Gadis itu terhenti dengan pandangan terkejut. " Apa yang kalian lakukan?!
Tepat waktu sekali. Well come kakak sepupu? bagaimana? kau suka dengan kejutan ini?
" Ar, jawab aku! apa yang sedang kau lakukan?! dan kau! apa yang sedang kau lakukan?! " Tanyanya dengan wajah yang sangat marah.
" Kenapa kau marah-marah? " Tanya Arsen santai.
Naina bangkit dari posisinya dan merapikan bajunya.
" Hai,... kakak? " Sapa Naina dengan senyum yang mengembang sempurna.
" Dasar sialan! kau berani-beraninya menggoda calon kakak iparmu!
" Oh kakak, maaf... bukan aku yang menggodanya. Tapi dia yang menggodaku. Dia bahkan memperkosa ku sebelumnya.
Arsen tersenyum. Ini untuk kedua kalinya, ia melihat sosok Naina yang begitu berani. Naina yang sekalu bisa menyudutkan lawan menggunakan kata-katanya.
" Kau jangan kurang ajar! " Plak.... Satu tamparan mendarat di pipi Naina.
Naina tersenyum sembari memegangi pipinya yang terasa panas dan perih.
" Apa yang kau lakukan?! " Bentak Arsen sembari mendekatkan tubuh Naina dengannya.
" Kau tidak apa-apa? " Tanya Arsen sembari memeriksa bekas tamparan Riana.
" Tentu saja sakit. " Ujar Naina sembari mendengus kesal.
Lucu sekali... aku benar-benar ingin menggigitmu.
Riana mengepalkan kedua tangannya. Perasaan marah dan kecewa, kini semakin besar saat melihat Arsen begitu perhatian kepada adik sepupunya itu.
Cup... Arsen mencium pipi Naina. " Bagaimana? apa masih sakit?
Naina menatap Arsen kesal. " Anda pikir, tamparan ini sama seperti tamparan yang ada di drama? hanya perlu dicium langsung sembuh begitu? mau anda mencium saya sampai ratusan kalipun, masih saja perih.
Huh.....! wanita ini benar-benar ya? rasanya ingin sekali aku memakannya kalau dia begini.
" Baiklah, Tomi akan membawa kantong es untuk mengompresnya. " Ucap Arsen dan langsung menghubungi Tomi.
" Sebenarnya, apa yang terjadi selama kepergianku? " Tanya Riana sembari menatap tajam Naina dan Arsen bergantian.
" Banyak sekali kak. Lebih banyak dari yang kau pikirkan. Dan,
" Dan, apa? " Riana menunggu kalimat yang berhenti dengan antusias.
" Banyak wanita juga yang sudah Tuan Arsen tiduri.
Arsen membulatkan matanya karena terkejut. Begitu juga Riana. Dia memang tahu benar, siapa Arsen yang sebenarnya. Dikerumuni wanita adalah hal yang biasa. Dia juga sudah pernah memergoki Arsen berselingkuh dengan beberapa wanita. Dia dengan mudahnya memaafkan. Bukan tidak cinta. Tapi, perasaan ingin mendampingi dan menikah dengan Arsen adalah yang utama bagi Riana.
" Apa yang kau katakan? " Arsen memprotes ucapan Naina yang sedikit keterlaluan meski itu benar adanya.
" Tuan, apa aku salah bicara? " Naina mengakhiri kalimat dengan senyum keberanian yang tersirat diwajahnya.
" Terserah! benar atau tidak semua itu, aku harap, kau pergi sekarang. Biarkan aku dan tunangan ku bicara. " Ucap Riana sembari menatap tegas Naina.
" Ok. Ok. Tidak perlu menatapku begitu. Aku akan pergi. " Jawab Naina dengan senyum yang terlihat polos.
Naina sudah beberapa langkah menjauh dari Riana dan Arsen.
" Berhenti! " Arsen menghentikan langkah kaki Naina.
Naina memutar tubuhnya menatap Arsen. " Ada apa Tuan?
" Kemari. " Titah Arsen sembari menepuk ruang kosong disampingnya.
" Apa?! " Naina menatap bingung.
" Duduk. Dan, jangan berani-beraninya meninggalkan suamimu dengan wanita lain.
" Apa yang kau katakan Ar? Suami? " Riana menjadi lebih bingung mendengar penuturan Arsen.
" Kebenaran.
" Kebenaran apa?! " Riana menahan tangisnya.
Yah,...ternyata drama ini lebih cepat terjadi dari dugaan ku. Untung saja, pelayan dirumah Ibu mengabari kedatangan Riana yang lebih cepat dari jadwalnya.
" Ar, kau adalah tunangan ku! bagaimana dia menjadi Istrimu?! kau berbohong kan?! " Riana mendekati Arsen. Mencengkram kedua pundaknya.
Arsen mengangkat wajahnya untuk menatap Riana yang kini berdiri dihadapannya yang sedang duduk bersandar. " Tanyakan saja pada Ayah dan Ibumu.
Sialan! kenapa kau menyalahkan mereka?! bisa-bisa Ayah dan Ibuku pasti akan menyalahkan ku.
" Lepaskan! " Arsen menepis kedua tangan Riana yang masih bertengger dipundaknya.
Air mata yang sedari menggenang di pelupuk mata Riana, akhirnya lolos dan mulai berjatuhan membasahi pipi. " Kenapa? kenapa kau melakukan ini? kenapa kalian semua menghianati ku?
Kak, begitulah rasanya. Rasa sakit setiap kali kau merebut yang kumiliki. Aku tidak berniat membalas dendam. Tapi, aku juga tidak bisa merelakan orang yang sudah merampas kesucian ku. Aku, akan mempertahankan laki-laki brengsek ini. Aku akan berusaha menjadikan dia suami yang baik agar aku bisa belajar mencintainya.
...................