"Tidak semudah itu kamu akan menang, Mas! Kau dan selingkuhanmu akan ku hancurkan sebelum kutinggalkan!"
~Varissa
_____________________
Varissa tak pernah menyangka bahwa suami yang selama ini terlihat begitu mencintainya ternyata mampu mendua dengan perempuan lain. Sakit yang tak tertahankan membawa Varissa melarikan diri usai melihat sang suami bercinta dengan begitu bergairah bersama seorang perempuan yang lebih pantas disebut perempuan jalang. Ditengah rasa sakit hati itu, Varissa akhirnya terlibat dalam sebuah kecelakaan yang membuat dirinya harus koma dirumah sakit.
Dan, begitu wanita itu kembali tersadar, hanya ada satu tekad dalam hatinya yaitu menghancurkan Erik, sang suami beserta seluruh keluarganya.
"Aku tahu kau selingkuh, Mas!" gumam Varissa dalam hati dengan tersenyum sinis.
Pembalasan pun akhirnya dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Parno
"Kamu ngapain sih, suruh-suruh aku beli pisau dapur segala?" sungut Fara dengan wajah masam begitu masuk dan meletakkan barang pesanan Mauren diatas nakas.
Wanita teman baik Mauren itu kemudian duduk di kursi tepat di samping brankar dimana Mauren sedang duduk dengan tangan yang masih tertancap selang infus.
"Aku takut orang yang bikin celaka aku itu tiba-tiba muncul disini," jawab Mauren dengan wajah ketakutan.
Wajah Fara nampak melongo. Sahabat sejak kecil Mauren itu hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat betapa parnonya wanita itu saat ini.
"Kamu masih beranggapan kalau Bu Varissa benar-benar dalang dibalik kecelakaan kamu?" tanya Fara.
"Terus siapa lagi? Emangnya, ada orang yang akan sebegitu dendamnya sama aku selain perempuan jelek itu?" sungut Mauren dengan tampang kesal. Jika mengingat betapa Erik begitu membela istrinya beberapa saat yang lalu, Mauren rasanya ingin menjambak rambut istri sah lelaki itu.
Fara kembali menggelengkan kepala. "Udahlah, Ren! Jelas-jelas kamu lagi mabuk saat kecelakaan itu. Bisa aja kan, kamu cuma halu doang? Aku ragu kalau Bu Varissa benar-benar orang yang udah bikin kamu celaka."
"Kamu nggak percaya sama sahabat kamu sendiri, Fara?" tanya Mauren seolah tak percaya.
Dengan wajah tanpa rasa bersalah, Fara kembali menggelengkan kepala. "Seharusnya kamu taubat, Ren! Pak Erik itu suami orang. Mungkin, kecelakaan ini terjadi supaya kamu sadar kalau hal yang selama ini kamu lakukan itu salah!"
"Kok kamu malah terkesan bela istrinya Mas Erik, sih?" sungut Mauren yang semakin bertambah kesal.
"Aku nggak bela siapa-siapa, Ren! Aku netral. Aku cuma bicara sesuai fakta yang ada. Lelaki kaya yang masih single, banyak. Kenapa sih, malah doyan sama laki orang?"
Telinga Mauren terasa hendak pecah mendengar ucapan Fara. Dia tak tahan lagi. Dengan segera, dia pun mengusir Fara dari ruang rawatnya.
"Mending kamu pulang deh! Aku nggak butuh kamu disini!" tukas Mauren dengan tegas.
"Loh, kenapa?"
"Telingaku sakit dengar ceramah dari orang sok suci kayak kamu," sindir Mauren.
Fara menghela napas panjang melihat betapa bebalnya Mauren sekarang. Padahal, dulu Mauren tidak seperti itu. Mungkin saja, pergaulan bebas sudah merubah sahabat baiknya itu menjadi hilang arah. Hanya memikirkan duniawi tanpa peduli bahwa harga dirinya sudah tidak ada lagi.
Fara lalu bergegas meraih tasnya kembali. Sebelum meninggalkan ruangan Mauren, wanita itu berucap, "Aku bicara kayak gini karena aku sayang sama kamu, Ren! Tapi, kalau kamu nggak butuh aku lagi, silahkan cari teman-teman kamu yang katanya setia kawan itu. Kita lihat! Apa mereka beneran ada disaat kamu butuh, atau justru hanya ada di saat mereka butuh!"
Mauren bergeming. Bahkan, untuk sekadar menatap wajah Fara yang sudah membuka pintu untuk keluar pun ia enggan.
"Kamu bakal nyesel karena belain perempuan jelek itu, Fara! Lihat aja nanti!"
*****
Tiba di apartemen miliknya, Dikta hanya di sambut oleh keheningan. Tak ada siapa-siapa yang menanti. Namun, lelaki itu tidak terlalu ambil pusing. Dirinya sudah terbiasa sendiri. Bahkan, sepi baginya bukanlah teman yang selamanya buruk. Terkadang, sepi justru bisa menjadi teman yang baik disaat manusia sekalipun enggan mendengarkan ceritanya.
Sebotol wine di mini bar didalam apartemen ia buka. Dituangnya cairan merah itu ke dalam gelas bertangkai panjang hingga memenuhi seperempat ruang dari benda itu. Lalu, kemeja yang ia kenakan di gulung hingga ke siku. Kacamata yang bertengger di hidung mancungnya ia lepas sebelum berjalan menyingkap tirai yang menutupi dinding kaca transparan apartemen pribadinya.
Sambil mengamati suasana malam ibukota yang selalu padat merayap, Dikta menikmati wine miliknya dalam hening. Bahu kanannya ia sandarkan ke kaca. Sesekali, senyum tipis tampak di sudut bibir lelaki itu.
"Jangan sampai terluka? Jangan sampai terluka? Memangnya, kenapa kalau gua terluka?" gumam lelaki itu dengan seringai tipis di sudut bibirnya.
Kepalanya menggeleng pelan. Sepertinya, perasaan yang dulu pernah Dikta kubur dalam-dalam kembali mencuat ke permukaan.
"Jatuh cinta lagi sama orang yang sama, apa mungkin?" gumamnya sekali lagi.
Sudut bibir Dikta kembali tertarik. Bahkan, kali ini lelaki itu sempat tertawa meski hanya bertahan tak lebih dari 5 detik.
"Ayolah, Ta! Dulu aja Lo ditolak mentah-mentah, gimana sekarang?" lanjut Dikta dengan rasa nyeri yang menyengat kecil di dalam dada.
Jika teringat kembali dengan kenangan masa lalu, rasa percaya diri Dikta mendadak hilang. Dia masih ingat ketika Varissa dengan lantang meneriakkan dihadapan banyak orang tentang posisi Dikta dan dirinya. Bagi wanita itu, Dikta tak lebih dari seekor pungguk yang mendambakan dapat merengkuh bulan. Kenangan itu masih menghantui Dikta sampai sekarang. Bahkan, alasan kepergiannya ke luar negeri pun karena ucapan Varissa kala itu yang memintanya pergi jauh-jauh dari hidup Varissa dan Ayahnya.
Benci? Sama sekali tidak. Tak pernah sedikitpun terlintas dibenak Dikta untuk membenci Varissa. Bahkan, andai Varissa berbuat jauh lebih kejam terhadap dirinya, rasa benci itu tidak akan pernah tumbuh. Bagaimana mungkin Dikta mampu membenci seseorang yang terlanjur mencuri hatinya? Bagaimana mungkin Dikta mampu membenci putri dari sosok yang telah membuatnya seperti sekarang ini? Bagaimana?
Dering ponsel akhirnya memutus segala lamunan itu. Tertera nama seseorang yang beberapa waktu ini sengaja untuk Dikta hindari. Panggilan pertama di tolak. Kedua, juga di tolak. Lalu, pesan WA akhirnya menjadi satu-satunya hal yang hanya bisa dibaca oleh Dikta namun enggan dibalasnya seperti chat-chat dihari-hari yang lalu.
"Kapan kamu balik? Bahkan, saat pergi pun kamu nggak ngabarin aku. Sebenarnya, apa pernah kamu menganggap aku sebagai bagian dari hidupmu?"
Dikta memejamkan matanya sesaat. Pesan itu kembali ia abaikan. Meski tahu bahwa sang pengirim mungkin saja akan terluka, namun Dikta tetap tak menggubrisnya. Bukan karena dia tak peduli. Namun, dirinya hanya tak ingin memberi harapan untuk sesuatu yang mustahil terjadi.
Michelle Shine. Gadis berdarah Jerman-Indonesia adalah sosok yang mencintai Dikta sejak pertama kali bertemu. Mereka satu kampus. Bisa dibilang, hanya Michelle satu-satunya orang yang berteman dengan Dikta selama kuliah diluar negeri. Namun, bertahun-tahun berlalu, perasaan untuk Michelle tak pernah bisa tumbuh. Sesuatu dari masa lalu terus mengambil alih perasaannya hingga kabar kecelakaan Varissa akhirnya menjadi titik balik bagi Dikta untuk kembali memastikan segalanya.
Kasian Tika sumpah,,,,apalgi dia anak perempuan,udh kakak laki2 nya selingkuh,skrng papanya jga selingkuh apalgi dngn kakak ipar sendiri ,bisa2 drop tuh mentalnya 😭😭😭
Dan itu hanya kepadamu Dikta,,,,🤭🥰