Jayden hampir tidak punya harapan untuk menemukan pacar.
Di sekitarnya ada banyak wanita cantik, tapi tidak ada yang benar-benar tertarik pada pria biasa seperti dia. Mereka bahkan tidak memperdulikan keberadaannya. Tapi segalanya berubah ketika dia diberikan sebuah tongkat. Ya, sebuah tongkat logam. Saat membawa tongkat logam itu, dia baru saja mengambil beberapa langkah ketika disambar petir.
Saat dia kehilangan kesadaran, Jayden ingin memukul habis orang sialan yang memberinya tongkat itu, tapi saat dia bangun, ada kejutan menantinya. Dia mendapatkan sistem yang akan membantunya mendapatkan gadis-gadis dan membuatnya lebih kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JANGAN BILANG...?
"Um, Jayden?" Lyra menatap Jayden sambil menghindari kontak mata. Dia kesulitan dengan bra-nya, "Sepertinya aku tidak bisa mengaitkan bra-ku kembali."
Mata Jayden berkilat penuh kenakalan saat mendengar Lyra. Dia berpura-pura memikirkan situasinya. "Hmm, sepertinya kau terjebak. Lalu apa yang harus kita lakukan?"
Lyra melotot ke arahnya, tapi ada kilatan geli di matanya. "Oh, Kau menikmati ini, bukan?"
"Yahh... Mungkin hanya sedikit," Jayden mengakui, dan bibirnya melengkung menjadi senyuman nakal.
"Baiklah, cukup bercandanya. Bantu aku dulu," kata Lyra sambil membelakanginya.
Jayden meraih pengait bra itu, jarinya bergerak cekatan untuk mengaitkannya kembali. "Nah, sudah selesai. Ternyata sangat mudah," katanya sambil menepuk punggungnya pelan.
"Terima kasih," gumam Lyra, masih ada sedikit rasa malu yang tersisa di matanya.
"Sama-sama," jawab Jayden, lengannya melingkari pinggang Lyra. "Dan kau tahu? Kau luar biasa, Lyra. Jadi kau tidak perlu merasa malu di sekitarku. Pria itu bodoh meninggalkanmu demi perempuan jalang itu."
Lyra menatapnya, matanya melunak. "Kau benar-benar berpikir begitu?"
"Tentu saja. Jika dia bisa mengejar pria milik temannya sendiri, apa yang menghentikannya untuk meninggalkan pria itu demi pria lain?" kata Jayden dengan ketulusan yang jelas di suaranya, "Aku bisa menjamin tidak sampai seminggu dia akan meniduri pria kaya lain. Jadilah dirimu sendiri dan nikmati perjalanannya. Kau tidak perlu khawatir. Dan dengan melon-melon ini... Ohh... ho... ho... Kau benar-benar tidak perlu," kata Jayden sambil mencubit payudaranya dengan lembut.
"Jayden Stop!!!" Tersipu, Lyra mencoba menghentikan Jayden.
"Baik... Aku tidak akan menggodamu lagi," Jayden menarik tangannya dan berdiri.
"Bagus," Lyra mendengus dan ikut berdiri. Tak lama kemudian, mereka berdua sudah berpakaian rapi.
"Ayo pergi," kata Lyra pada Jayden. Tapi Jayden tidak langsung mengikutinya. Sebaliknya, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu.
Jayden menatap Lyra dengan ekspresi penuh harap, "Jadi, menurutmu aku sudah bisa keluar dari rumah sakit sekarang?" tanya Jayden.
"Apa?" Lyra mengangkat alisnya, tampak kesal. "Jadi... Semua sikap mesra yang baru saja kita lakukan itu, hanya karena kau ingin dipulangkan?"
Jayden berpura-pura polos, kilatan nakal di matanya. "Siapa, Aku? Tentu tidak! Maksudku, ya, keluar dari sini akan menjadi bonus, tapi itu bukan alasan kita melakukan semua itu," Jayden mengangkat kedua tangannya membela diri, "Lihat melon-melon itu... Menurutmu aku butuh alasan lain?"
Lyra merona saat mendengar Jayden, 'Bagaimana dia bisa mengatakan itu dengan wajah datar?' Lalu dia menunduk melihat payudaranya dan berpikir, 'Apa memang sebesar itu?'
Namun eia cepat-cepat menggelengkan kepala dan menyingkirkan pikiran itu. Dia berusaha menutupi rasa malu di wajahnya dan mencoba terlihat serius, "Oh ya? Jadi kau bilang tidak ada alasan lain?"
Jayden berpura-pura berpikir sejenak sebelum menjawab dengan seringai licik, "Bisakah kita tidak membahas kenapa ularku masuk ke guamu? Lihat, Aku memang tidak pernah menyukai rumah sakit. Aku tidak menikmati berada di sini. Dan karena kau sudah memberiku pemeriksaan yang sangat menyeluruh, menurutmu aku belum siap untuk pergi?"
"Ular apa? Gua apa? Haruskah kau begitu mesum seperti itu," Lyra memutar mata, tapi tidak bisa menyembunyikan rona di wajahnya. "Cheh.. Dasar tukang mesum, ya?"
"Kau tahu aku benar," jawab Jayden sambil mengedipkan mata.
"Terserah," sikap main-main Lyra melunak, dan Dia menatap Jayden dengan kasih sayang yang tulus, "Tapi serius, Jayden, secara pribadi, Aku ingin Kau tetap dalam pengawasan beberapa hari lagi. Namun karena kau sangat bersikeras, Aku akan berbicara dengan Trisha, dokter yang menanganimu, dan lihat apa yang dia katakan tentang hal itu. Tidak apa-apa?"
Mata Jayden berbinar penuh antusias, "Benarkah? Kau mau melakukan itu untukku?"
Lyra tertawa kecil. "Tentu saja, bodoh. Tapi tidak janji ya... Apa pun yang dia katakan, itulah yang berlaku."
"Aku tahu... Aku tahu... Kau yang terbaik," kata Jayden sambil menarik Lyra ke dalam pelukan singkat.
Lyra mendorongnya menjauh dengan nakal. "Baik, baik, tidak perlu jadi terlalu sentimental. Seseorang bisa melihat kita dan aku bisa kena masalah."
"Sentimental?" Jayden menatap Lyra dengan geli, "Setelah dua ronde melakukan semua yang kita lakukan. Kau takut seseorang melihat kita berpelukan?"
"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan."
~ ~ ~ ~ ~
Jayden mengetuk pintu, tapi karena tidak ada jawaban, Dia membuka pintu dan masuk ke ruangan Trisha. Di dalam ruangan, Trisha tenggelam dalam pikirannya, menatap kehampaan.
"Ahemm..." Saat melihat Trisha melamun, Jayden berdeham untuk menarik perhatiannya. Trisha mengangkat wajahnya, menatap Jayden melalui celah kacamatanya, dengan ekspresi tegas di wajahnya.
Menyadari dia tidak lagi sendirian di ruangan itu, Trisha menatap Jayden, menilainya dari atas ke bawah, "Kudengar kau ingin dipulangkan, Tuan Jayden?" tanya Trisha, nada suaranya terdengar kesal.
Jayden terkekeh gugup sambil mengusap tengkuknya. "Ya, maksudku, aku merasa jauh lebih baik, dan kupikir sudah waktunya keluar dari tempat ini."
Trisha mengangkat alis, menatapnya dengan saksama. "Merasa lebih baik, ya? Apakah kau yakin siap untuk pergi? Kami harus memastikan bahwa kau sudah benar-benar pulih.”
Jayden mengangguk, berusaha terdengar percaya diri. "Tentu saja. Aku merasa sangat baik, dan aku berjanji akan bersantai setelah aku keluar."
"Bersantai, ya?" Trisha mendorong kacamatanya ke atas hidung dan menyipitkan mata. Dia tampak memikirkan sesuatu, 'Beginikah caramu bersantai?'
Jayden merasa aneh saat Trisha menatapnya dengan tatapan seperti itu. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu, tapi dia menahannya.
"Kau tahu, Jayden, Kau bukan pasien pertama yang merasa siap pulang sebelum benar-benar pulih. Aku sudah melihatnya berkali-kali, dan itu tidak pernah berakhir baik. Kau benar-benar perlu bersantai."
[ 1. Aku mengerti. Aku akan bersantai. Jangan mengomeliku (Godaan -15)
Kenapa kau tidak ikut denganku dan menjadi perawat pribadiku (Godaan +10) ]
Jayden hampir saja mengatakan bahwa dia mengerti, tapi sistem menyelamatkannya tepat pada waktunya. Dia melihat notifikasi itu dan merasa lega karena dia tidak mengucapkan apa yang ada di pikirannya.
Bahu Jayden sedikit terkulai saat ia mengangkat bahu dan menatap Trisha, "Yahh... Jika kau tidak mempercayaiku, kenapa kau tidak mengikutiku pulang dan menjadi perawat pribadiku? Bukankah itu sama-sama menguntungkan bagi kita berdua?" Jayden mengedipkan mata pada Trisha sambil bertanya.
"Apa..." Trisha kehabisan kata-kata saat mendengar Jayden. Dan saat ia mencerna kata-katanya, perlahan wajahnya memerah. Dia menatap Jayden dengan mata tajam.
'Anak ini... Dia terlihat begitu polos. Tapi apa yang orang katakan memang benar. Jangan menilai buku dari sampulnya. Penampilan bisa menipu. Tadi dia... Dan sekarang dia ingin... Dia benar-benar seorang playboy.'
"Ahemm... Menguntungkan bagaimana? Tolong jaga ucapanmu Tuan Jayden," Trisha berdeham dan mengalihkan pandangannya ke laporan di tangannya.
Namun Jayden tidak memperhatikan kata-katanya. Dia sudah membuka sistem dan sedang melihat informasi Trisha di hadapannya.
[ Nama: Trisha Wells
Usia: 34 Tahun
Pengukur Hasrat: 50/100
Radar Romansa: 00/10 ]
'Kapan ini terjadi?' Jayden terlihat tertarik. Dari yang dia ingat, Trisha sebenarnya tidak tertarik padanya. Semua nilainya nol saat dia pertama kali bertemu dengannya. Jadi bagaimana mungkin Pengukur Hasrat sekarang berada di angka lima puluh?
‘Yah, Aku pasti baru saja mendapatkan sepuluh poin Godaan. Tapi bagaimana dengan sisanya?' Jayden mencoba mencari alasannya, tapi dia tidak menemukan kesimpulannya, 'Menarik.'
Saat Trisha meninjau laporan medisnya, Jayden sibuk memikirkan poin Godaan tambahan yang ia dapatkan entah dari mana. Selama beberapa menit, tidak ada yang berbicara di ruangan itu.
"Yahh, laporanmu terlihat menjanjikan," akhirnya Trisha berkata sambil menatapnya. "Pemulihanmu berjalan dengan baik, tapi aku masih ingin menahanmu disini beberapa hari lagi, hanya untuk berjaga-jaga."
Jayden mengerang sambil bersandar di kursinya. "Beberapa hari lagi? Benarkah?"
"Ya, benar," jawab Trisha tegas. "Aku ingin memastikan tidak ada komplikasi sebelum aku melepaskanmu. Kau hanya perlu sedikit lebih sabar."
Dia mengangguk, menyadari bahwa dia benar. "Kau benar, aku tahu. Aku hanya tidak sabaran."
Dia menghela napas, tapi ada nada pasrah di suaranya. "Tapi kau lihat... Seperti yang kau katakan, aku baik-baik saja. Jadi kenapa kau tidak membiarkanku pergi untuk sekarang dan aku berjanji akan datang untuk pemeriksaan rutin? Seharusnya tidak masalah, kan?"
'Lagipula dia tidak terkena sambaran petir secara langsung. Tidak ada trauma dan laporannya terlihat baik. Seharusnya tidak ada masalah.'
Trisha mempertimbangkan permintaannya sejenak sebelum mengangguk. "YAHH, itu mungkin saja."
"Benarkah?" Jayden sangat gembira.
"Ya... Tapi jangan coba-coba untuk melakukan aktivitas berat, mengerti?" Trisha memperingatkan Jayden.
Jayden mengangguk penuh semangat, "Mengerti. Tidak ada aktivitas berat. Aku memang pemalas. Jadi itu bukan masalah. Terima kasih... Terima kasih banyak Dokter Dingin." Jayden berdiri dari kursi dan berterima kasih pada Trisha, "yahh... Aku harus pergi sekarang."
Saat Jayden hendak meninggalkan ruangan Trisha, Trisha memanggilnya. "Jayden, bagaimana pendapatmu tentang Lyra, perawat itu."
Dia terdiam sejenak, mencoba menilai nadanya. "Lyra? Yahh, kami sudah menjadi teman. Dia gadis yang baik. Tapi kenapa kau bertanya?"
Trisha menatapnya dengan saksama, berharap melihat perubahan di ekspresinya. "Hanya berhati-hatilah, oke? Aku tidak ingin Kau terlibat masalah."
Dia mengangkat alis, sedikit kebingungan terlihat di wajahnya. "Masalah? Maksudmu apa?"
Dia menghela napas seolah ragu untuk mengatakan sesuatu. "Hanya... berhati-hatilah dengan tindakanmu, terutama dengan orang-orang yang dekat denganmu."
Jayden terkejut, tidak yakin apa yang ingin dia maksudkan. "Aku tidak yakin aku mengerti."
Trisha melambaikan tangannya, menghindari kontak mata. "Tidak apa-apa, lupakan saja. Fokus saja untuk sembuh, oke?"
Jayden ditinggalkan dengan perasaan bingung oleh kata-kata misterius Trisha, tapi dia tidak mendesak lebih jauh. Sebaliknya, dia berterima kasih atas perawatannya dan meyakinkannya bahwa dia akan mengikuti instruksinya.
Saat ia meninggalkan kabinnya, dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang lebih di balik peringatan Trisha.
"Apa maksud semua itu?" Jayden bertanya-tanya, lalu matanya membelalak.
"Jangan bilang..." Jayden menoleh kembali ke ruangan Trisha dan memikirkan sesuatu yang tak terbayangkan.