Menceritakan tentang dimana nilai dan martabat wanita tak jauh lebih berharga dari segenggam uang, dimana seorang gadis lugu yang baru berusia 17 tahun menikahi pria kaya berusia 28 tahun. Jika kau berfikir ini tentang cinta maka lebih baik buang fikiran itu jauh - jauh karena ini kisah yang mengambil banyak sisi realita dalam kehidupan perempuan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
Makan siang berlangsung di ruang makan yang luas dan elegan. Meja panjang dari kayu mahoni mengilap, dihiasi taplak berwarna gading dengan sulaman emas di tepinya. Di atas meja, deretan piring porselen dengan hiasan bunga-bunga klasik tersusun rapi, masing-masing diisi dengan makanan yang tampak mahal dan mengundang selera.
Yeon Ji yang tengah menikmati makanan dengan penuh rasa lapar, mendongak ketika kursi di sampingnya digeser. Ia sedikit terkejut, namun tetap melanjutkan makannya dengan cepat, berusaha tidak terlihat canggung. Mingyu , yang baru saja pulang setelah dua hari, memandang Yeon Ji dengan tatapan tajam namun kosong. Tak ada sapaan, hanya keheningan yang terasa semakin berat di antara mereka.
Do hyun : Kakek senang kau datang disaat yang tepat, setelah ini kakek akan memeriksa kan yeon ji ke dokter kau ikut lah bersama kami
Mingyu : Untuk apa ? Aku merasa baik-baik saja
Do hyun : Ini penting cucuku, agar dokter bisa memastikan tidak akan ada masalah setelah pembuahan nanti
Mingyu : Apa maksud mu sebenarnya ? Apa kau meragukan ku ???
Do hyun : Tidak, tapi aku akan curiga kau menyembunyikan sesuatu jika menolak hal ini
Mingyu mengepalkan tangannya di bawah meja, menahan gejolak amarah yang membara di dadanya. Kata-kata kakeknya barusan terus terngiang di telinganya, menusuk harga dirinya sebagai seorang pria. Menolak permintaan itu? Sama saja dengan melarikan diri dari tanggung jawab—sesuatu yang selama ini dia hindari.
Namun, di tengah pikirannya yang kusut, pandangannya jatuh pada gadis yang duduk di sampingnya.
Mingyu : " Sialan, sekarang mau tak mau aku akan terjebak semobil dengan wanita tolol ini "
Tanpa sedikit pun memperlihatkan kepedulian terhadap ketegangan di ruangan itu, Yeon Ji masih makan dengan lahap. Suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring terdengar begitu kontras dengan keheningan yang menekan suasana.
Mingyu memperhatikannya lebih lama dari yang seharusnya. Ada sesuatu tentang gadis itu—cara dia menikmati makanannya tanpa peduli pada situasi di sekitarnya—yang membuat sudut bibir Mingyu terangkat. Senyum merendahkan terukir di wajahnya.
Mingyu : apa makanan nya sangat enak ?
Gadis itu berhenti mengunyah dan perlahan meletakkan sendoknya. Dia menoleh, menatap Mingyu dengan tatapan datar yang nyaris tanpa emosi.
Perkataan Mingyu jelas membuat Do Hyun menghentikan aktivitas makannya. Sendok yang tadi bergerak lincah di tangannya kini terhenti di udara. Tatapan tajam dan penuh kewaspadaan langsung diarahkan pada cucu satu-satunya itu.
Mingyu : Ah bodoh nya aku bertanya pada mu, Tentu saja semua nya sangat enak, orang tua mu tidak akan mampu memberikan semua makanan ini dirumah mereka. Karena itu nikmati lah dengan baik selagi kau berada disini
Do hyun : kim mingyu ! Jaga bicara mu, apa kau lupa jika gadis yang sedang kau bicarakan adalah istri mu !!!!
Mingyu hanya menyandarkan tubuhnya ke kursi, ekspresinya tetap tenang meski jelas ada api kecil yang membara di matanya. Senyum tipis di wajahnya tidak luntur, bahkan terasa semakin tajam.
Mingyu : Kenapa kakek marah sekali ? Apa yang ku katakan benar kan ? Jika bukan karena anjing itu bekerja disini, dia mungkin telah menjadi seorang gelanggang atau pun jalang di luar sana
Do Hyun menghantam meja dengan keras, amarahnya meledak saat Mingyu mengingkari ucapannya. Wang He, yang sejak tadi berdiri di sisinya, segera memberi isyarat halus kepada para pelayan. Tanpa banyak tanya, mereka bergegas keluar, meninggalkan ruangan yang kini dipenuhi ketegangan yang nyaris meledak.
Do hyun : mingyu, apa kau sadar ada begitu banyak orang di rumah ini ? Dengan mengatakan itu pada yeon ji, kau sama saja telah mempermalukan diri mu sendiri.
Do hyun : Lagi pula kau terima atau tidak dia sudah menjadi istri mu juga ibu dari anak mu nanti
Mingyu : Lalu kenapa ? Aku tidak keberatan jika dia di permalukan. Lagi pula Aku hanya membutuhkannya untuk melahirkan pewaris ku kan ?
Do Hyun menarik napas dalam, berusaha menahan emosinya. Ia tahu, menanggapi perkataan Mingyu hanya akan membuang-buang waktu. Maka, dengan rahang yang mengeras, ia memilih diam—meski amarah di dadanya terus bergolak.
Mingyu mengalihkan pandangannya pada Yeon Ji, yang sejak tadi hanya duduk membisu. Sendok di tangannya tergeletak, makanannya tak lagi tersentuh. Sorot matanya penuh kebingungan, seolah mencoba memahami badai emosi yang melanda ruangan itu.
Mingyu :dan kau lanjutkan lah makan mu itu, kau harus memiliki gizi yang baik agar bisa memastikan putra ku tidak memiliki cacat pada diri nya
Mingyu segera bangkit dari kursinya, berbalik seolah hendak meninggalkan ruangan. Namun, langkahnya terhenti sejenak. Ia memandang kakeknya dengan tatapan datar, tidak ada emosi yang terlihat, hanya kekosongan. Dengan suara rendah dan tegas, ia berkata
Mingyu : Aku akan menunggu di ruang tengah, jika kalian telah siap. Kakek bisa meminta salah satu anjing itu untuk memberitahu ku
Mingyu berbalik lagi tanpa mengucapkan sepatah kata pun, melanjutkan langkahnya meninggalkan ruang makan. Setiap langkahnya terasa seperti menambah ketegangan yang sudah membungkam udara di sekeliling mereka, membuat suasana semakin tak nyaman, seolah ada sesuatu yang hancur di sana.
Do hyun : Yeon ji, kakek harap kau tidak sakit hati atas apa yang mingyu katakan. Kakek sungguh menyesal
Mendengar kekhawatiran yang tersembunyi dalam kata-kata do hyun, Yeon Ji mencoba tersenyum, meski senyumnya terasa tipis dan dipaksakan. Ia ingin meyakinkan kakeknya bahwa semuanya baik-baik saja, meskipun hatinya sendiri tidak sepenuhnya yakin.
Yeon ji : Tidak apa kek, hanya saja tuan meninggalkan meja makan tanpa memakan apa pun. Ayah ku pernah bilang bahwa tidak baik meninggalkan meja tanpa makan apa pun
Mendengar jawaban Yeon Ji, ekspresi heran langsung tampak di wajah Do Hyun. Ketidakpahaman dan keheranan jelas tergambar di matanya, seolah ia baru menyadari ada sesuatu yang tak sesuai dengan yang dilihatnya.
Yeon ji : kakek aku juga minta maaf atas perkataan tuan yang kasar pada mu, tak seharusnya tuan membantah anda dan pergi begitu saja
Do hyun : yeon ji, apa kau tidak marah pada apa yang mingyu katakan mengenai diri mu ?
Yeon ji : Aku memang kecewa tentang bagaimana tuan memanggil ayah ku, tapi seperti yang telah kakek katakan aku disini untuk membantu nya jika aku sibuk dengan yang ku rasakan bagaimana aku bisa membantu nya ?
Do hyun : tapi yeon ji, apa yang mingyu katakan tadi itu...
Yeon ji: sudah lah kakek jangan terlalu memikirkan hal itu, aku akan membawakan makanan untuk nya nanti. Sebaik nya kita segera makan atau tuan akan marah karena terlalu lama menunggu kita
Mendengar perkataan Yeon Ji, bukan hanya Do Hyun yang terkejut, tetapi Wang He pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya juga kagum nya pada yeon ji . Di benaknya, tak terbayangkan bagaimana seorang anak yang tak bersekolah dan tidak bergaul bisa mengucapkan kata-kata yang begitu bijak dan dewasa di usia yang baru memasuki masa remajanya kini.
Yeon Ji dan Do Hyun melanjutkan makan siang mereka, namun tatapan Wang He tetap terpaku pada gadis muda itu. Setelah bertahun-tahun, ada secercah harapan yang tumbuh di matanya, sebuah harapan yang baru muncul berkat kehadiran Yeon Ji dalam keluarga ini.
Wang he : "Anak itu entah kenapa, aku punya harapan besar pada nya untuk bisa merubah keluarga ini"