Kerajaan Danemor menjadi sebuah kerajaan yang kuat setelah Raja Adolf I telah naik takhta menggantikan raja sebelumnya, namun dibalik kuatnya kerajaan itu, menyimpan sisi kelam yang sangat mengerikan, Raja yang sangat keji terhadap musuh dan rakyatnya sendiri, pertumpahan darah sangat lumrah terjadi di kerajaan Danemor.
Kelahiran seorang anak laki laki menjadi harapan untuk semua orang untuk menggulingkan takhta Raja Adolf I, mampukah anak harapan itu mampu melakukannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sergey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembantaian
Adolf dan pasukannya telah berada didepan benteng, dengan pasukan berjejer rapi, mereka membawa panah dan sebagian membawa senapan laras panjang.
"Pasukan pemanah, siapkan panah api."
Pasukan pemanah langsung mengoleskan anak panah itu dengan balutan kain dicampur dengan alkohol, lalu mereka menghidupkan api.
"Bersiap, tembak."
Ribuan anak panah telah ditembakkan, anak panah itu melesat kencang, para prajurit musuh pun gemetar ketakutan dengan hujan panah api.
Panah api itu menembus setiap daging prajurit Beurne, mereka berlari kesana kemari, tetapi pandangan mereka terbatas karena asap hitam, ditambah dengan sesak nya napas mereka membuat prajurit Beurne putus asa.
"Duke, Jenderal, jika kita tidak pergi meninggalkan benteng ini, kita akan mati perlahan, kami mohon jenderal, mundur lah, kami bisa berperang dengan pedang, tetapi kondisi asap dan panah api itu membuat kami tidak berdaya."
"Kau pikir siapa dirimu, berani sekali memberitahu ku, tetap pertahankan benteng ini apapun yang terjadi." teriak Otto.
"Tapi tuan kita akan mat-."
Otto tanpa pikir panjang langsung menebas kepala prajurit itu, Jenderal benteng hanya bisa pasrah dan gusar hati nya, prajurit yang berusaha mati matian mempertahankan benteng dan menuruti perintah duke meski perintah itu bunuh diri, tetapi malah ditebas hanya karena protes demi keselamatan pasukan.
"Otto, tenang kan dirimu, benar kata prajurit yang kamu tebas, kita akan mati perlahan jika kita tidak pergi dari sini segera." ucap Erik
"Kamu pikir ini ide siapa dengan membawa pasukan kemari? Kita mundur pun juga percuma, kau tidak melihat panah pasukan Adolf itu? Ditambah keterbatasan pemandangan membuat kita sulit untuk bergerak."
"Terserah kau saja, aku mundur, lebih baik jika aku bertempur dengan pedang ketimbang menghadapi rasa ketidakpercayaan ini, tentu saja aku tidak ingin semua pasukan ku mati secara menyedihkan untuk mempertahankan benteng ini."
"Kau berani mundur? Dasar pengkhianat."amarah Otto.
"Kau pikir aku takut dengan mu Otto, dasar otak udang."
Otto dan Erik berduel pedang, dengan mata yang sangat tajam dan penuh waspada, mereka berduel dengan sengit, pedang mereka menghantam satu sama lain.
Adolf pun tetap memerintahkan prajurit nya untuk menembakkan anak panah api, dengan dibawah komando nya, prajurit menjadi sangat bersemangat untuk melawan musuh.
"Tuan, kita hanya bisa menembakkan 3 anak panah lagi." Adurain.
"Tidak masalah, setelah semua anak panah digunakan, kita mundur terlebih dahulu, tujuan kita disini adalah melemahkan mental musuh, dengan turunnya mental pasukan musuh, tentu akan menurunkan efisiensi perlawanan mereka."
"Saya mengerti tuan."
Adolf hanya mengangguk saja, kemudian dia mengangkat pedang nya.
"Prajurit, persiapkan anak panah api, tiga kali kita akan melemahkan mental pasukan musuh, persiapkan anak panah." teriak Adolf.
Prajurit dengan semangat mempersiapkan anak panah itu, kemudian memasang kuda kuda dan menyesuaikan badan agar sempurna saat membidik.
"Sekarang, tembakkan anak panah."
Anak panah itu melesat lagi menghujani benteng Beurne.
Erik melihat bahwa anak panah telah dilesatkan kembali, dia memutar otak untuk membuat Otto lengah, pedang masih diadu, Erik melihat salah satu anak panah itu melesat ke arah Otto.
"Lihat kemana mata mu." ucap Otto.
Erik tidak memperdulikan ucapan Otto, dia mengulur Otto agar tidak meninggalkan tempatnya, melihat anak panah itu semakin dekat, ia sengaja melemahkan tangannya saat Otto menghantam pedang nya, Erik pun terjatuh, Otto hanya tersenyum.
Saat mulai merasa menang Otto bernapas sejenak kemudian ia langsung menebaskan pedang nya ke Erik, namun saat hendak melakukannya, hujan panah Adolf telah menembus punggung Otto terlebih dahulu.
"Tck sialan." Otto pun tumbang.
Erik tidak menyia nyiakan waktu nya, dia langsung menggunakan tubuh Otto sebagai perisai daging untuk melindungi nya.
"Sialan, api panah ini memanggang tubuh Otto, kepala ku berat sekali, aku ingin muntah."
semenit telah berlalu, Erik pun mendorong jasad Otto, ia pun muntah terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa mual nya, setelah selesai, Erik langsung meneriakkan perintah prajurit untuk mundur, namun tidak mudah, karena asap hitam telah mengacaukan pandangan sepenuhnya, prajurit Beurne hanya mendengar instruksi untuk mundur, mereka pun berlari asal asalan.
Adolf pun menembakkan sisa anak panahnya, teriakan musuh dalam benteng Beurne pun telah menggema di langit, bahkan dari kejauhan Adolf beserta pasukannya masih bisa mendengar teriakan itu.
"Semua pasukan, mundur." perintah Adolf.
Pasukan pun mundur menjauhi benteng Beurne.
Erik rupa nya masih selamat, dia berjalan luntang lantung tak karuan dengan luka bakar dan goresan kulit bekas pertarungannya dengan Otto, dia melihat pasukannya hanya tersisa 10 orang saja.
"Sial padahal tadi membawa 30.000 pasukan, tapi hanya tersisa 10 orang saja? kemungkinan 50.000 pasukan yang ku kirim tewas melawan Adolf di Julia, sungguh sial."
Erik kembali ke kota Beurne, dia langsung menyuruh warga Beurne berkumpul di balai kota, dengan dibantu orang orangnya, tanpa mengubah penampilannya, ia langsung menyampaikan pidato untuk warga Beurne.
"Warga kota Beurne, dengarkan aku sekarang, seluruh pasukan kita telah dibunuh oleh Adolf, dan Otto telah terbunuh juga, apa jadi nya jika Adolf memasuki kota ini, tentu kalian semua akan diperbudak, wanita dan anak anak akan dijual, para pria akan dijadikan pekerja paksa." Erik berteriak dengan lantang.
"Atas dasar apa kau berkata demikian, bukankah hanya untuk kepentingan mu saja agar lolos kematian dari Adolf." salah satu warga membantah ucapan Erik.
"Kau ini bodoh apa gimana? Jelas jelas kalian sendiri yang membunuh pangeran Herman sebelumnya? Kau pikir Adolf akan diam saja jika saudara nya dibunuh oleh kalian dengan keji?." ucap Erik meraung marah
"Tapi pihak kerajaan tidak akan memperlakukan kami dengan keji bukan? Bukankah kami masih rakyat Danemor?." ucap salah satu warga yang mulai ketakutan.
"Rakyat Danemor? Sejak kalian ikut memberontak denganku kalian sudah bukan lagi rakyat Danemor, sekarang terserah kalian mau ikut melawan Adolf bersama ku untuk bertahan hidup, atau hanya pasrah tanpa perlawanan."
Seluruh warga kota pun menjadi hening, mereka baru menyesali telah membunuh Herman dan ikut memberontak dengan Erik dan Otto, kemudian salah satu warga kota berteriak.
"Benar kata duke Erik, kita semua hanya akan mati jika diam saja, kita selama ini telah melakukan hal buruk di kota lainnya, tentu seluruh rakyat Danemor turut senang jika kita terbunuh, untuk itulah lebih baik mati karena berusaha bertahan hidup ketimbang mati disiksa secara perlahan."
Seluruh pemuda maupun tua berteriak dengan lantang menentang melawan Adolf, Erik pun tersenyum karena merekrut militan secara gratis hanya modal berpidato saja.
"Baiklah persiapkan diri kalian, kita gunakan senjata seadanya untuk menghalau Adolf merebut kota dan memperbudak kita semua."
Tenda pasukan utama.
"Tuan, kapan kita akan menyerang Beurne? Tinggal selangkah lagi kita menuju kemenangan." ucap Adurain.
'Kita rencanakan 2 hari waktu pagi menjelang siang, tunggu asap hitam itu mereda."
"Baik tuan."
"Pan, kemungkinan warga kota Beurne telah diprovokasi oleh duke, tentu menghadapi 5 juta penduduk itu tidak mudah kan?."
"Tentu tuan, tapi menurutku kita harus menggunakan senjata api untuk menakut nakuti mereka agar menyerah, meski ini keji, tetapi lebih efektif ketimbang menembakkan anak panah seperti di benteng Beurne."
"Benar katamu, sangat disayangkan jika kita berkurang mendapatkan pekerja paksa untuk kepentingan revolusi industri."