Segalanya yang telah ia hasilkan dengan susah payah dan kerja keras. lenyap begitu saja. kerja keras dan masa muda yang ia tinggalkan dalam menghasilkan, harus berakhir sia-sia karena orang serakah.borang yang berada di dekatnya dan orang yang ia percayai, malah mengkhianatinya dan mengambil semua hasil jerih payahnya.
Ia pun mulai membentuk sebuah tim untuk menjalankan rencana. dan mengajak beberapa orang yang dipilihnya untuk menjalankan dengan menjanjikan beberapa hal pada mereka. Setelah itu, mengambil paksa harta yng dikumpulkan nya dari mereka.
"Aku akan mengambil semuanya dari mereka, tanpa menyisakan sedikitpun!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vandelist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Selamat membaca
Kehidupan yang seiring waktu terus berubah, dan kehidupan yang seiring waktu terus berjalan. Begitu banyak kejadian dan peristiwa yang terus terjadi, selalu menghasilkan banyak renungan dan pertanyaan di setiap kali memikirkannya.
Pertanyaan ini seolah menjadi benang merah dalam hidupnya, menghantuinya setiap kali ia menyendiri. Mengapa segala sesuatu harus terjadi seperti ini? Mengapa orang-orang di sekitarnya bersikap demikian? Ia merasa terjebak dalam labirin kebingungan, di mana setiap lorong hanya membawa lebih banyak pertanyaan tanpa jawaban.
Setiap kali ia merenung, hatinya dipenuhi dengan rasa penasaran dan ketidakpastian. Ia ingin tahu, ingin memahami alasan di balik semua kejadian yang membentuk hidupnya. Mengapa semua ini harus terjadi? Mengapa mereka memperlakukannya seperti itu?
Dalam kesunyian malam, suara hatinya berbisik, menuntut penjelasan yang tak kunjung datang. Ia merindukan kejelasan, merindukan kedamaian di dalam jiwanya.
Namun, semakin ia mencari jawaban, semakin dalam pula rasa bingung dan kesedihannya. Mengapa? Pertanyaan itu terus menggema, menunggu saatnya untuk diungkapkan.
“Rik udah pulang kamu? Cepet banget, tumben?”
“Iya, soalnya lagi ada acara yang mau didatengin nanti makanya pulang cepet.”
“Oh gitu toh, eh nanti nggak udah masak ya kamu, bulek baru aja masak banyak tadi. Nanti datang ke rumah bulek ya.”
“Nanti lihat dulu ya bulek, kalau gitu aku masuk dulu.”
“Iya.”
Ia pun memasuki rumahnya dengan keadaan lelah. Seharian melayani pelanggan dengan berbagai permintaan yang harus dituruti. Benar-benar melelahkan baginya. Pekerjaan yang sehari-harinya harus ia lakoni dengan penuh semangat dan juga keseharian yang membuatnya lebih lelah dari aktivitas sebelumnya.
Benar-benar hal baru baginya. Kehidupan dengan penuh kesederhanaan dan juga penuh dengan rasa haru di setiap detiknya. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang kecil yang cukup untuk dirinya sendiri untuk ditiduri.
Memejamkan mata sejenak dengan meresapi setiap hembusan angin yang berasal dari mesin nyala. Suara napas tenang yang keluar dari mulutnya dan juga bunyi dengkuran halus. Tubuhnya, benar-benar lelah dengan kegiatan hari ini.
Namun, saat membuka mata, bayangan masa lalu kembali menghantuinya. Setiap kali rasa lelah menyelimutinya, wajah-wajah yang pernah berkhianat muncul tanpa diundang, seperti hantu yang tak kunjung pergi. Sudah terlalu lama ia menjauh dari mereka, berusaha menghapus jejak-jejak luka dalam ingatan.
Namun, kenangan itu, meski terpendam tak pernah benar-benar sirna. Dalam kesunyian malam, ia teringat; mereka adalah bagian dari kisah hidupnya yang tak akan pernah pudar.
Sudah begitu lama dirinya tidak berhubungan dengan mereka, dan menghapus mereka dari memori ingatannya. Dia menggelengkan kepalanya dengan memegang pelipisnya. “Mengapa mereka muncul kembali”keluhnya.
Sudah sekian lama ia melupakan semua kejadian itu dan memulai hidup baru disini. Ia bahkan memutus kontak dengan orang-orang yang ada di masa lalunya agar dirinya tak berhubungan dengan mereka lagi.
Dia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah kamar mandi. Menyalakan keran dan membasuh wajahnya dengan air. Pikirannya terlalu panas jika mengingat hal masa itu. Masa dimana ia harus menerima hal pahit dalam hidupnya yang tak pernah ada dalam bayangannya.
Ia menatap cermin dan melihat wajahnya yang berubah ketika dirinya pindah ke tempat ini. Kehidupan sederhana dengan banyak orang yang memberikan perhatian padanya. Sangat berbeda dengan kehidupannya yang dulu.
Dimana banyak harta melimpah namun tak ada kehangatan di dalamnya. Namun ada kehangatan yang memberikan kebahagiaan pada dirinya dan sangat berkesan baginya. Yaitu “nenek Amita” pikirnya.
“Sudah begitu lama, apakah ada kabar dari nenek Amita?”
“Apakah mereka sudah menemukan nenek?”
Dia menatap wajahnya sekali lagi di cermin. Kerinduan akan nenek tua itu, sangat tergambarkan di wajahnya. Setiap kali menyebut nama nenek Amita, dirinya akan memancarkan rasa bahagia yang selalu ia lakukan ketika bertemu dengan nenek tua itu.
Nenek Amita yang mengajarinya banyak hal dan selalu memberikan nasihat untuk kehidupannya. Ia sangat merindukan neneknya. Nenek Amita.
Dia pun keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju ke arah jendela yang ada di samping ruang tamu.
Membukanya serta mengedarkan pandangannya sekeliling dengan pandangan berbinar. Kehidupan yang tak pernah ia rasakan dulu. Akhirnya ia rasakan. Meskipun dengan kondisi berbeda.
Dulu setiap kali memandang pemandangan sekitar, dirinya selalu merasa jauh dari keadaan sekitar. Melihat interaksi yang begitu jauh, suara aktivitas yang terdengar hanyalah kendaraan, dan juga suara anak kecil yang terdengar ketika berteriak saja.
Kini, ia bisa mendengar suara-suara itu dari dekat bahkan bersosialisasi langsung dengan mereka. Tempat nya sekarang bukan lah di balkon kamar, melainkan di jendela dekat ruang tamu. Tempat yang lebih kecil namun dekat dengan pemukiman.
Kehidupan yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Kehidupan yang tak pernah ada dalam benak pikirannya. Kehidupan sederhana dengan beberapa orang yang menyambutnya dengan hangat. Kini ia merasakannya.
Kehidupan yang membuatnya belajar banyak hal dengan apa yang terjadi. Suara tawa anak kecil yang sedang bermain, dan juga obrolan ibu-ibu yang sedang mengobrol di sore hari sambil menunggu waktu magrib. Kehidupan yang selalu di inginkannya, dan ada dirinya di tengah-tengah mereka. Kini, dirinya merasakan hal itu sekarang.
“Mbak Rika!”sapa anak dari tetangganya sambil melambaikan tangan.
Erica pun membalas sapanya dengan melambaikan tangan ke arahnya. Anak tetangga yang selalu menyapanya jika dirinya membuka jendela. Hal yang sudah menjadi kebiasaannya ketika ia berada disini.
Anak kecil itu pun menghampiri Erica dengan sepeda warna birunya. Dengan senyum senang khas anak kecil dan juga raut wajah bahagia karena berhasil menyalip teman-temannya yang mengendarai sepeda.
“Baru pulang ngaji?”tanya Erica pada anak kecil itu setelah sampai di depannya.
“Iya”jawabnya dengan semangat. “Ini makanan dari mamak buat embak. Katanya wadahnya nggak usah dibalikin soalnya Emak kebanyakan wadah di rumah”sodornya kantung tas yang berisi wadah berisi makanan.
Erica pun menerima kantung tas itu. “Tapi wadah mamak mu udah banyak di rumah, emang beneran nggak mau dibalikin?”
“Nggak tahu Emak nggak ngomong soalnya. Cuman bilang kalau wadahnya nggak usah dibalikin.”
“Yaudah bilang makasih ya pada mamakmu.”
“Iya, Andre balik dulu ya”pamitnya pada Erica dan mengendarai sepeda nya bersama dengan temannya yang lain.
Erica yang melihat kelakuan anak tetangganya, hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ia pun kembali menutup jendelanya dan membawa kantung tas yang berisi makanan tadi.
Dia kembali mengecek ponselnya dan melihat jam. “Udah jam segini, dateng nggak ya?”
“Tapi kalau dateng, makanan yang ada disini nggak kemakan dong. Apa nggak usah dateng aja ya?”
Ia bimbang dengan keputusan yang harus dilakukannya. Ada acara makan-makan bersama dengan timnya di hotel sebagai bentuk perayaan keberhasilan mereka dalam meraih penjualan yang tak pernah di perkirakan sebelumnya.
Sebenarnya ini hanyalah makan-makan biasa, dirinya tidak datang pun tidak masalah karena akan ada yang menghandle. Tapi, ia terlalu banyak absen dalam hal ini.
“Nggak usah datang lah kasian makanan yang dirumah nggak ada yang makan” putusnya.
Ada beberapa hal yang telah ia lewati dalam hidupnya selama ini. Terutama dalam menghargai pemberian orang terdekatnya. Selama dirinya berada di sini, dia banyak berubah dalam bersikap. Dia merasa bahwa ada banyak orang yang menghargainya tanpa melihat dirinya berasal dari mana. Dia merasakan kebahagiaan berada di tempat ini.
“Nenek, kalau nenek tahu aku udah menemukan tempat ternyaman seperti ini. Apakah nenek ikut merasakan kebahagiaan yang ini?”
μμ
“Semuanya udah dicatat dengan baik kan?”
“Udah mbak, semua udah dicatat. Dan juga, kita juga butuh restock barang lagi karena permintaan dari konsumen semakin tinggi. Dan lagi banyak yang nyaranin kita buat jadi distributor, karena banyak dari konsumen kita yang ingin jadi reseller.”
“Ehm kalau itu, kita pikirin lagi. Ada banyak kekurangan di tempat kita yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Dan juga, pemasok katanya belum bisa memproduksi banyak. Jadinya kita belum bisa memenuhi hal itu.”
“Hah sayang banget padahal banyak banget peminatnya. Apalagi customer kita yang dari luar.”
“Mau bagaimana lagi, kebanyakan yang ngerjain semuanya itu orang-orang tua. Tentu buat stok banyak tubuh mereka nggak akan sekuat kita.”
Jika sudah seperti ini, dirinya tidak memiliki pilihan. Banyak sebenarnya yang ingin menjadi reseller dari tempatnya. Namun dirinya belum bisa memenuhi hal itu, karena pemasok yang mereka andalkan juga tidak dapat memenuhi kebutuhan banyak.
“Sudah yuk kembali bekerja lagi semangat!”ucapnya dengan nada riang.
Mereka pun kembali dengan kegiatan masing-masing. Mempunyai usaha online dan juga beberapa banyak yang ingin menjadi reseller padanya. Semuanya ia tolak. Karena ia mengambil dari beberapa pengrajin setempat dan yang membuatnya rata-rata adalah orang tua. Yang tenaga, tentu berbeda dengannya.
Dirinya memulai usaha kecil-kecilan dengan mengambil beberapa pengrajin dari tempat tinggalnya sekitar. Memanfaatkan pengetahuan yang ia pelajari sebelumnya, dan juga memanfaatkan jasanya.
Ia memakai jasanya untuk membantu perekonomian sekitar dengan mengambil barang-barang yang dijual tetangganya. Sekaligus mengambil barang mereka untuk dijual kembali.
“Sebenarnya kalau kita ekspor keluar negara bakalan banyak banget yang butuh mbak, walaupun di dalam negeri udah banyak konsumennya. Tapi alangkah baiknya kita bisa melebarkan sayap lagi mbak”ujar salah satu anggota timnya.
“Pengennya juga gitu, tapi mau gimana lagi. Kalau pengen lebih restock banyak lagi, kita harus nyari di daerah luar”jawab Erica.
Dengan menggunakan kecerdasannya dan juga pengalamannya dalam mengelola suatu perusahaan. Erica banyak menampilkan semua itu di tempat ini. Tempat kerja yang baru dirintisnya setelah pergi dari tempatnya yang dulu.
Tempat yang menjadi titik temunya untuk berkembang dari awal. Tempat yang menjadi dirinya bisa merasakan hal-hal sederhana. Yang selalu ia mimpikan dulu. Meskipun hanya sendirian. Di tempat ini, dirinya menjadi orang baru. Orang yang ia rubah menjadi dirinya yang baru dan menjadi lebih bebas dalam menjalankan sesuatu. Tanpa kekangan dari pihak lain.
“Erica Nurzaki, hidupmu harus lebih baik mulai sekarang”ujarnya pada dirinya sendiri. Tak sekalipun dirinya ingin kembali ke masa lalu. Masa menyakitkan dan berat untuk ia jalani hari-harinya. Masa dimana dirinya sulit untuk meraih kebebasan dengan tenang dan bahagia.
Masa dimana dirinya hanya mempunyai satu support system yang selalu ada untuk nya. Yaitu nenek Amita. Nenek yang sampai sekarang masih ia rindukan.
~~•
“Email dari Fyneen?”
Ia sangat ingin sekali menghindari orang-orang yang ada di masa lalunya. Termasuk orang kepercayaannya.
Namun nyatanya, dirinya tidak bisa. Ada magnet yang mengikatnya untuk selalu berhubungan dengan orang di masa lalunya. Terutama dengan nenek Amita, yang sampai sekarang dirinya belum mendengar kabar darinya.
Ia kembali membuka akun email lamanya yang sudah ia tutup setelah pergi dari kota
kelahirannya. Dan hal pertama yang muncul di berandanya adalah email dari asistennya. Yaitu Fyneen.
“Ada masalah apa Fyneen nge email aku?”
“Apakah ada berita tentang nenek Amita?”
Dia pun membuka pesan email yang dikirim Fyneen dan membacanya dengan seksama. Pesan itu berisi kalimat singkat, dan sedikit membuatnya terheran.
“Bos tolong balas pesanku jika sudah bos lihat. Ada banyak hal yang harus ku
sampaikan setelah bos pergi dari sini. Dan juga, ini menyangkut tentang kematian kedua orang tua bos.”
“Apa yang sebenarnya terjadi?”tanya nya dengan heran. Ia mengerutkan keningnya sambil bertanya-tanya tentang pesan yang baru saja dikirim Fyneen.
Ada banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan langsung pada asistennya itu. Terutama tentang kondisi yang ada disana. Ia ingin mengetahui semuanya. Ingatan tentang orang-orang di masa lalunya, seolah membawanya untuk kembali berhubungan dengan mereka. Ia ingin tahu keadaan mereka sekarang seperti apa. Dan juga, berita tentang nenek Amita.
“Mbak waktunya rapat!”ujar asistennya yang memberitahu agenda selanjutnya. Erica menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Ia mengenyahkan pikirannya dan kembali ke agendanya. Sekarang bukan waktunya untuk memikirkan hal itu. Saat ini ia harus fokus pada pekerjaannya yang harus diselesaikan.
μμ
“Huft harus pergi kemana lagi coba, mana duitnya nggak cukup lagi buat nyewa penginapan”keluhnya sambil menenteng tas besarnya.
Baru saja, ia ketiban musibah yang membuatnya di usir dari tempat tinggalnya. Dan juga, harus kehilangan pekerjaan yang bukan salahnya.
Sial memang harinya ini. Tapi dirinya juga tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia pun mendudukkan tubuhnya di pinggir ruko yang tutup.
Berjalan jauh yang melelahkan membuat dirinya harus beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Belum lagi dirinya harus membawa barang bawaan. Tenaganya untuk sekarang ini, benar-benar melelahkan.
“Harus gimana sekarang coba, mana ada tempat kost yang mau dibayar setengah dulu,”
Dia menengadahkan kepalanya ke atas sambil memejamkan matanya sejenak. Meresapi angin malam yang berhembus dan mendengarkan suara kendaraan lewat. Ini bukanlah keinginannya, namun dirinya juga tidak bisa menghindar dari hal ini.
“Ada yang bisa dibantu?”tanya seseorang yang ada di depannya. Dia membuka matanya dan berdiri dari tempat duduknya. Dan tak menyadari bahwa ada orang yang mendekatinya.
“Ah maaf mbak, ini ruko mbak ya?”tanya nya dengan sedikit canggung.
“Iya ini ruko saya, ada yang bisa dibantu mbak?”tanya orang itu.
“Saya boleh numpang duduk di sini nggak mbak, soalnya saya baru aja keluar dari tempat tinggal saya sebelumnya. Nggak lama kok hanya untuk memulihkan tenaga aja”jelasnya pada orang itu.
“Mbak nya baru di usir ya dari tempat tinggalnya?”tanyanya tanpa berpikir, setelah melihat orang itu mengangkut begitu banyak barang di pundaknya. “Oh maaf kalau pertanyaan saya kurang ajar”sesalnya sambil menepuk mulutnya berkali-kali.
Ia tersenyum miris, dan menganggukkan kepalanya pelan. Yang diucapkan orang itu memang benar adanya, dirinya baru saja diusir dari tempat tinggalnya di karenakan telat membayar. Harinya hari ini benar-benar sial menurutnya.
“Ikutlah denganku,”ajak orang itu padanya.
“Emang nggak apa-apa mbak?”tanyanya dengan hati-hati.
Orang itu tersenyum padanya “nggak apa-apa, daripada seharian disini. Lebih baik kamu ikut saya. Yuk.”
Mereka pun pergi dari ruko itu dan mengendarai kendaraan menuju ke tempat yang dituju. Butuh beberapa menit untuk sampai di tempat tujuan.
Dikarenakan jarak antara ruko dengan tempat tujuan agak jauh. Mereka harus mengendarai kendaraan untuk kesananya. Sepanjang perjalanan tak ada obrolan bagi keduanya. Mereka fokus pada pemikiran masing-masing sambil menikmati perjalanan.
Setelah sampai di tempat tujuan, mereka turun dari kendaraan dan juga menurunkan barang bawaan yang dibawa tadi.
“Oh iya, sedari tadi kita belum berkenalan sama sekali namaku Erica. Pake C ya bukan K kalau mengejahnya. Tapi panggil aja Rika.”
“Kalau saya Sabia mbak.”
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩