Season kedua dari Batas Kesabaran Seorang Istri.
Galen Haidar Bramantyo, anak pertama dari pasangan Elgar dan Aluna. Sudah tumbuh menjadi pemuda yang sangat tampan. Ia mewarisi semua ketampanan dari ayahnya.
Namun ketampanan juga kekayaan dari keluarganya tidak sanggup menaklukkan hati seorang gadis. Teman masa kecilnya, Safira. Cintanya bertepuk sebelah tangan, karena Safira hanya menganggap dirinya hanya sebatas adik. Padahal umur mereka hanya terpaut beberapa bulan saja. Hal itu berhasil membuat Galen patah hati, hingga membuatnya tidak mau lagi mengenal kata cinta.
Adakan seorang gadis yang mampu menata hati si pangeran es itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tantangan
"Kenapa? Kaget lihat aku pake seragam yang sama kaya kamu?"
Pagi ketika Lucyana akan berangkat sekolah ia melihat Cintya juga memakai seragam yang sama dengannya, yang artinya mereka akan satu sekolah lagi.
"Dengar, mulai hari ini Cintya akan satu sekolah lagi denganmu," ucap Kamila. "Jangan menyusahkan dia."
Kamila berucap sembari mengoleskan selai ke atas roti, tanpa melihat ke anak tirinya, begitupun Joni. Nampak jelas ekspresi mereka malas bicara dengan Lucyana, tetapi Lucyana tidak mengeluh lagi. Baginya tidak dianggap oleh mereka adalah sebuah keberuntungan.
"Aku sendiri yang tidak akan menyusahkan diriku sendiri hanya untuk mengawasi dia, Tante," balas Lucyana. "Dan bukankah dia yang dulu merengek tidak mau satu sekolah dengan aku? Kenapa sekarang tiba-tiba dia ingin satu sekolah lagi?"
"Bukan urusan kamu," ujar Cintya ketus.
"Non, ini sudah bibi siapin bekal."
Lucyana menoleh ke arah bibi mengambil kotak makan dari tangan si pengasuh lantas memilih berangkat ke sekolah lebih dulu. Tetapi langkahnya dicegah oleh Joni.
"Berangkat bareng sama Cintya!" perintahnya.
"Sejak awal Cintya gak mau kalau orang-orang tahu kalau kami saudaraan. Nanti kalau berangkat bareng, ketahuan kalau aku saudaraan sama dia. Jadi … lebih baik berangkat sendiri-sendiri saja," ucap Lucyana.
"Lucyana!" teriak Kamila.
"Apa, Tante?" tanya Lucyana mencoba untuk berani, padahal dalam hatinya Lucyana sedang bertahan agar tidak menangis.
"Kamu sudah berani kamu melawan saya!" bentak Kamila. "Jangan mentang-mentang di belakang kamu ada Bramantyo."
"Aku pergi dulu." Lucyana memilih untuk pergi, menghindari perdebatan yang pasti ujungnya mereka akan menyulitkan dirinya.
-
-
-
"Ana."
Lucyana menoleh mendapati Arabella berjalan ke arahnya. "Hai, selamat pagi," sapa Lucyana.
"Pagi juga," balas Arabella. "Aku dengar saudara tirimu juga pindah ke sini?"
"Kamu tahu? Padahal aku belum bilang sama kamu," ucap Lucyana.
"Gak penting," balas Arabella. "Yang terpenting alasan dia pindah ke sini itu kenapa? Jangan sampai dia malah ngrecokin kamu."
"Aku juga gak tahu. Lagian udah biasa juga dia ngrecokin aku," balas Lucyana.
"Sudahlah, gak usah dipikirin. Ayo ke kelas," ajak Arabella.
Lucyana melangkah bersama Arabella berjalan menuju kelas masing-masing. Mereka melanjutkan obrolan sambil berjalan. Di tengah jalan Lucyana melihat Galen bersama yang lainnya. Senyum Lucyana mengembang melihat Galen yang masih nampak rapi, dasi dan juga jas terpasang di tempat yang seharusnya.
Tapi kenapa ke empat pria itu justru melewati kelas mereka?
Tanpa sadar Lucyana mengayunkan langkah ke arah Galen. Baru satu langkah, perkataan Arabella membuat langkahnya terhenti.
"Ana, aku kebelet pipis, aku ke toilet dulu. Kamu ke kelas sendiri." Arabella berlari meninggalkan Lucyana karena kantong kemihnya sudah terasa penuh.
"Eh, Ara." Lucyana menggeleng melihat tingkah Arabella.
Lucyana mengurungkan niatnya ke kelas, justru mengayunkan langkah ke arah berlawanan menghampiri Galen juga antek-anteknya. Dan … menghadang langkah Galen. Ke empat pria itu jelas langsung menghentikan langkahnya.
"Kakak mau bolos lagi?" cegah Lucyana.
"Eh, bocil. Kita ketemu lagi," sapa Sam dibalas senyuman oleh Lucyana.
Lucyana kembali mengarahkan pandangannya ke arah Galen. "Kakak gak bosan bolos mulu?"
Galen tidak merespon, hanya menatap Lucyana datar.
"Minggir, Cil nanti kena amuk Galen," suruh Sam.
"Minggir!" Kali ini Galen bersuara.
"Kalau kakak gak bolos sampai jam terakhir, aku kasih reward," tantang Lucyana.
"Wih bos ditantangin bocil," ledek Zayn.
"Apa yang aku dapat kalau aku gak bolos?" Galen menantang balik Lucyana.
"Kakak mau apa?" tanya Lucyana.
"Wih, nih bocah berani amat ya sama singa," ledek Alden, tetapi justru khawatir jika Galen mempermainkan Lucyana.
"Eemmm, gini deh. Kata Ara kakak suka pasta. Kalau Kakak bisa gak bolos sampai siang aku masakin pasta aja. Kalau perlu setiap hari aku bawain bekal," tawar Lucyana.
"Yah, cuma pasta. Yang lain, Cil. Yang lebih menantang gitu," ucap Sam.
Galen langsung melirik tajam ke arah Sam yang berdiri tepat di samping kirinya. Dia tahu isi kepala Sam.
"Jangan ngada-ngada, Sam. Lucyana masih bocah." Zayn yang berdiri tepat di belakang Sam menoyor kepalanya.
"Tahu. Dia cuma ngomong doang. giliran ditawarin itunya si pick me juga langsung meleot," imbuh Alden.
"Meleot bukan gak mampu, tapi na*is bekas banyak orang," celetuk Sam.
Lucyana yang tidak tahu apa yang dibicarakan oleh teman-teman Galen hanya berdiri dengan ekspres bingung, sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kita lihat se-enak apa pasta buatan kamu," ucap Galen.
Bersamaan dengan itu bel berbunyi. Galen balik arah, kembali ke kelas. Melihat itu ketiga temannya melongo, melihat ke arah Galen dan Lucyana secara bergantian.
"Cil, hebat bisa ngendaliin pangeran es," ucap Sam.
"Siap-siap bikin pasta. Harus yang enak loh," ucap Zayn. "Tapi … untuk kami juga," imbuhnya.
"Oke." Lucyana menyatukan jari telunjuk dengan ibu jari membentuk huruf o. "Dah, Kak Sam, Kak Zayn, Kak Alden, semangat ya." Lucyana melambaikan tangan, lantas berbalik meninggalkan tiga teman Galen yang masih berdiri di tempatnya.
"Ehh, kayaknya bocah ajaib itu bakalan bikin gunung es Galen meleleh," duga Sam.
"Gak bakalan," tangkis Zayn yang masih percaya tidak ada yang bisa gantiin Safira di hati Galen.
"Ayo taruhan!" tantang Sam.
Jelas Zayn menerimanya.
Dan pada sampai jam istirahat kedua Lucyana berada di kantin bersama Arabella. Mereka mengobrol sambil menikmati cemilan. Pada saat itu Cintya datang. Dengan rasa percaya diri Cintya duduk satu meja dengan Arabella juga dengan Lucyana.
"Hai, Arabella," sapa Cintya.
Arabella melirik Cintya malas, tidak suka dengan kedatangan Cintya, "Sorry, apa kita kenal ya?"
Wajah Cintya berubah masam, bahkan bisa terlihat dengan jelas jika gadis itu menahan marah.
"Kamu kenapa begitu?" tanya Cintya, nada bicaranya dibuat polos. "Aku saudaraan sama Lucyana. Jadi aku juga pasti bisa berteman dengan kamu."
"Bisa, tapi dengan satu syarat," ucap Arabella. "Selama sebulan turutin apapun yang aku mau. Jika kamu sanggup, kita temenan," tantang Arabella.
"Kenapa begitu?" tanya Cintya nampak tidak suka dengan syarat yang Arabella ajukan.
"Karena aku gak mau berteman dengan sembarangan orang," jawab Arabella. "Lucyana juga dulu sama." Arabella melirik Lucyana memberikan kode dengan mengedipkan mata.
Lucyana melipat bibir untuk menahan tawa. Jelas dirinya dulu tidak seperti itu. Akan tetapi Lucyana merasa penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Arabella kepada Cintya.
"Baiklah, aku setuju," ucap Cintya.
Arabella tersenyum manis, tetapi tidak dengan hatinya. Ia sudah berencana untuk menyulitkan Cintya. Gadis seperti itu tidak pantas untuk dijadikan teman.
Tiba-tiba suasana kantin menjadi hening, semua kompak mengarahkan pandangannya ke arah pintu masuk. Galen baru memasuki kantin bersama tiga temannya. Semua pasang mata melihat ke arah empat pemuda itu. Para siswi bahkan berharap Galen mau sekedar melihat ke arah mereka. Nyatanya harapan mereka pupus ketika Galen berhenti di hadapan Lucyana.
"Aku gak bolos. Tepati janjimu. Nanti pulang sekolah ke apart," ucap Galen pada Lucyana, semakin membuat hati para siswi bertambah sakit juga iri.
"Oke," sahut Lucyana sumringah sembari menunjukkan jarinya yang membentuk huruf o.