Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Amarah Bisma
Setelah petugas cleaning servis selesai melakukan tugasnya, Bisma kembali ke dalam rumah. Perasannya sangat lega dengan suasana rumah yang telah bersih dan wangi. Ia merasa ada sesuatu yang hilang, tapi Bisma tidak yakin dan belum menyadarinya.
Karena rasa haus dan lapar terus mengganggu dan sosok Ajeng dan putri kecilnya tidak tampak keberadaannya membuat Bisma mengeluarkan mobil untuk mendatangi kediaman mamanya.
Saat memasuki ruang keluarga, ia terkejut mendengar suara tangisan yang begitu nyaring hingga sampai ke ruang tamu.
Bisma mempercepat langkahnya. Ia terkejut melihat Mayang yang menangis meraung-raung dalam pelukan mamanya.
“Sudah May, hentikan tangismu ....” Nurita berusaha membujuk Mayang yang masih histeris, “Kamu harus kuat, mungkin Rudi memang bukan lelaki yang terbaik buatmu.”
“Ma .... “ Bisma memanggil mamanya yang memeluk Mayang dengan erat, “Apa yang terjadi?”
“Sst .... “ Nurita memberi tanda pada Bisma untuk tidak bertanya lebih lanjut.
Suasana hening ketika Mayang menghentikan tangisnya. Ketiganya kini duduk berhadapan di sofa ruang keluarga.
“Mungkin inilah yang dirasakan Ajeng saat Bisma telah menduakannya ....” isak Mayang kembali terdengar saat mengungkapkan apa yang ia rasa.
Kini ia yakin, semua yang menimpa dirinya adalah karma dari perbuatan adiknya yang telah menyia-nyiakan istri sebaik Ajeng.
Bisma terkejut mendengar ungkapan Mayang yang sangat tidak masuk akal baginya. Ia memandang mamanya berharap mengetahui permasalahan yang sedang terjadi.
“Rudi telah membawa perempuan yang ia akui sebagai istrinya dan sedang mengandung anaknya .... “ Nurita berkata dengan lirih.
“Kurang ajar!” tak sadar Bisma memaki saudara iparnya yang telah menikahi Mayang lebih dari sepuluh tahun.
Mayang menatap Bisma tajam, “Entah bagaimana Ajeng menjalani semua ini. Aku berharap Allah memberikan ganti yang lebih baik.”
Bisma menatap Mayang dengan sorot tajam. Ia masih fokus dengan perlakuan Rudi Anggara, lelaki biasa yang telah dimodali almarhum papanya sehingga menjadi pengusaha sukses di bidang retail.
“Kalian lelaki sama saja. Selalu mencari kepuasan sendiri,” desis Mayang tajam memandang Bisma yang masih menatapnya dengan raut bingung.
“Jangan samakan aku dengan lelaki tidak bermoral itu!” Bisma merasa tidak senang dengan tuduhan yang dilontarkan saudari perempuan satu-satunya yang ia miliki.
“May, sudah.... “ Nurita berkata dengan penuh kesedihan.
Ia tidak menyangka nasib malang dalam pernikahan kedua anaknya. Dan ia hanya bisa pasrah. Sebagai orang tua, ia sudah mengupayakan yang terbaik dengan doa yang senantiasa ia panjatkan.
Tapi Allah telah memberikan ujian yang bertubi-tubi dalam pernikahan keduanya. Ia sangat berharap, Mayang dan menantunya Rudi bisa bertahan dalam pernikahan walau pun belum memiliki keturunan dalam rumah tangga keduanya.
Nurita menepuk dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Ia kini teringat Ajeng dan Lala yang sudah satu bulan tidak datang mengunjunginya.
“Mama .... “ Mayang memekik melihat mamanya yang terkulai sambil menekan dada.
Bisma terkejut melihat Mayang yang histeris memeluk mamnya yang kini tak sadarkan diri. Dengan cepat ia menghubungi Andi, dokter keluarga yang sudah dipercaya untuk menangani keluarga mereka.
Sepuluh menit kemudian dr. Andi datang lengkap dengan tas yang berisi segala kelengkapan untuk memeriksa pasiennya.
“Apa yang terjadi pada tante?” Andi bertanya sambil memeriksa pergelangan tangan Nurita yang tampak pucat.
“Mama memang sudah beberapa hari belakangan ini mengeluh dadanya terasa sesak .... “ Mayang bercerita panjang lebar.
Ia memang tidak terlalu menanggapi keluhan mamanya. Ia yakin, mamanya hanya merindukan Lala yang tidak pernah datang selama sebulan belakangan. Karena selama ini, setiap hari Senin sampai dengan Kamis, Lala bersama pengasuhnya menemaninya sepanjang hari hingga jam kerja Ajeng berakhir.
Ia tidak mengetahui beban yang ditanggung Nurita memikirkan cucu dan mantunya yang kini telah berpisah dengan putranya.
Keduanya menunggu dr. Andi yang masih berada di kamar. Mayang memandang Bisma dengan geram.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” dengan suara pelan Bisma kembali menanyai Mayang.
Mayang terpekur sambil menutup muka. Ia tak menyangka kepercayaan yang ia berikan telah disalahgunakan Rudi. Suaminya tega bermain dengan pegawainya sendiri yang menyebabkan hamil dan terpaksa ia nikahi secara siri.
Tak ingin melepas tanggung jawab, Rudi memintanya untuk mengizinkan berpoligami dan membawa Ica Andrea
sebagai adik madunya.
Tentu saja Mayang tidak terima. Ia mengutuk Rudi dan mendorong perempuan yang sedang hamil tiga bulan hingga membuatnya jatuh dan dilarikan ke rumah sakit.
“Aku akan menghajar nya!” Bisma mengepal tangannya dengan geram mendengar cerita Mayang yang masih tampak terluka.
“Untuk apa?” Mayang menatap Bisma dengan lemah, “Aku tidak merasa bangga dengan yang kamu lakukan.”
“Maksud mbak apa?” kejar Bisma cepat.
“Apa kamu tidak berkaca?” Mayang menatap Bisma dengan perasaan berkecamuk, “Di mataku perbuatanmu dan mas Rudi gak ada beda. Kalian sama-sama telah menyakiti hati perempuan.”
“Aku tidak berselingkuh,” Bisma masih bersikukuh tidak mengakui perbuatannya.
“Sudahlah. Berbicara denganmu membuat kepalaku semakin pecah,” Mayang berjalan meninggalkan Bisma.
“Aku akan menuntut lelaki bajingan yang tidak bertanggung jawab itu,” Bisma bangkit dari kursi.
Rasa dahaga dan lapar yang melanda hilang seketika mengetahui kemalangan yang menimpa Mayang dan kini mamanya yang masih dalam penanganan dr. Andi.
“Untuk apa?” Mayang menatap Bisma dengan raut meremehkan, “Kamu pikir aku bahagia dengan sikap sok gentle-mu?”
Bisma mengepalkan tangan menahan amarah mendengar ucapan Mayang yang di luar dugaanya. Ia benar-benar tak habis pikir, bukan hanya mamanya, Mayang pun lebih membela Ajeng ketimbang dirinya yang memiliki ikatan darah yang sama.
“Aku heran, mbak dan mama masih saja menyalahkan aku atas perpisahan dengan perempuan matre itu,” kesal Bisma.
“Perempuan matre itu telah memberimu seorang anak. Cam kan itu!” Mayang berkata dengan sinis.
“Apa mbak dan mama tidak sadar kalau kalian berdua telah dimanfaatkan?” Bisma membalas tatapan tajam Mayang.
“Wajarkan? Apalagi dia perempuan baik dan tidak neko-neko,” cetus Mayang tak suka dengan tuduhan tak berdasar Bisma.
“Tante sudah sadar,” ucapan dr. Andi menjeda percakapan panas keduanya.
Dengan cepat Mayang melangkah memasuki kamar mamanya yang diikuti Bisma. Keduanya tak sabar untuk mengetahui kondisi mamanya setelah ditangani dr. Andi.
“Apa yang sebenarnya terjadi pada mama?” Mayang menatap dr. Andi penuh rasa ingin tau.
“Tante hanya kecapean. Jangan membebani pikirannya dengan hal yang berat,” pesan dr. Andi begitu menyerahkan selembar resep pada Bisma ketika pamitan untuk kembali ke rumah sakit tempatnya bekerja.
“Terima kasih Dok,” Bisma menyalami dr. Andi ketika mengantarnya sampai di depan pintu.
Bisma duduk di kursi sedangkan Mayang di samping pembaringan sambil menggenggam jemari mamanya.
“Kalian berdua janganlah bertengkar. Semua ini ujian dari Allah,” desis Nurita lirih.
Tatapannya dalam memandang kedua anaknya yang telah sama-sama dewasa. Ia tidak bisa menyalahkan siapa pun atas prahara yang kini kembali melanda pada putri sulungnya.
“Mama yakin, Allah menguji kamu karena kamu kuat,” Nurita memandang Mayang dengan tatapan lembut dan penuh kasih seorang ibu, “Serahkan dan pasrahkan semuanya hanya kepada Allah. Yakinlah, Allah akan memberikan jalan terbaik jika kamu mampu melalui semuanya dengan ikhlas.”
Mayang hanya mengangguk mengiyakan semua ucapan mamanya. Ia tidak ingin menjawab menurutkan emosinya yang kini harus ia tahan.
“Aku akan menemui Rudi,” tukas Bisma cepat.
Tidak ada lagi panggilan mas yang selalu ia sematkan pada kakak ipar yang telah banyak disokong keluarganya itu.
“Jangan lakukan itu ... “ Nurita berkata lirih, “Ini ujian untuk kita semua. Mama sangat paham dengan yang dilakukan Rudi. Ia sangat menginginkan seorang anak.”
“Tapi ma .... “
Nurita menggelengkan kepala dengan lemah, “Sudahlah. Kita semua harus lebih banyak introspeksi diri. Semoga Allah memberikan kebaikan atas kesabaran kita dalam menghadapi ujian-Nya.”
Bisma dan Mayang akhirnya terdiam setelah mendengar wejangan mamanya. Dalam hati Bisma masih ada kekesalan atas perbuatan Rudi yang telah membuat Mayang terluka. Tapi mau bagaimana lagi, kesehatan mama lebih utama dibandingkan menyalurkan amarah yang hanya mendatangkan pertengkaran.