Gadis Desa yang memiliki kakak dan adik, tetapi dia harus berjuang demi keluarganya. Ayahnya yang sudah usia di atas 50 tahun harus dia rawat dan dijaganya karena ibunya telah meninggal dunia. Adiknya harus bersekolah diluar kota sedangkan kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang sedang diuji perekonomiannya.
Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Semua kerja, membagi tugas dengan adil. Ruddin selaku kor-des harus adil pada semua anggotanya. Dilarang pilih kasih!
Setelah semua bersih, mereka istirahat. Sedangkan kedua dosen dan juga sopir atau asistennya menginap di rumah pak Desa. Sesekali memantau atau bermalam di tempat mahasiswa.
Mereka di lepas supaya mandiri! Tetapi selalu dilakukan pengawasan dan pemantauan jarak jauh.
"Enak ya disini Cha." Celetuk Hasna, dia sedang merebahkan badannya di atas kasur. Di rumah tersebut ada tiga kamar, dua untuk mahasiswa dan satu untuk dosennya jika menginap.
Hari demi hari dilalui di posko, kegiatan banyak dilakukan disana. Hasna makin akrab dengan Ruddin bahkan dikira pacaran jika orang melihatnya.
"Enak kopi buatan Hasna." Kode Ruddin saat pagi hari, dia sudah candu dengan kopi buatan Hasna. Bahkan bukan hanya mengkode tetapi dia langsung minta tolong untuk dibuatkan.
Berbeda dengan kedua teman laki-lakinya suka minum teh, tapi tidak ada yang berani meminta tolong pada Hasna. "Memang racikannya mantap." Sahut Saiful. Hasna hanya diam saja tanpa merespon.
Dia sibuk dengan keuangan karena dia bendahara. Hasna dituntut untuk mampu mengatur pengeluaran buat makan, kegiatan, bensin, dan lainnya. Tapi beruntungnya mereka karena yang KKN disana dibayar.
"Hasna, ayo kita beli perlengkapan mengaji anak-anak. Karena mereka harus menulis kaligrafi juga!" Ajak Ruddin dari luar kamar.
"Hasna dipanggil tuh sama ayang." Ujar Ocha, Hasna diam saja. Ocha geram dengan kelakuan Hasna yang semaunya. Karena ledekan teman-temannya jadi dia tidak tertib.
"Hasna, pak Kor-des nyariin terus tuh! Uring-uringan di luar." Santika akhirnya turun tangan untuk bersuara. Dia tidak pernah meledek Hasna.
Hasna bangkit lalu ke kamar mandi, langsung keluar menemui Ruddin. "Ada apa?" Dengan santainya dia bertanya sambil duduk di kursi.
"Ayo beli perlengkapan mengaji untuk anak-anak. Mereka akan mengadakan lomba! Salah satunya itu kaligrafi, jadi kita siapkan perlengkapannya. Atau kalau ada yang lain sekalian dibeli." Jelas Ruddin.
Hasna bangkit dari duduknya menuju kamar untuk mengambil buku catatannya. "Ini." Dia serahkan bukunya pada Ruddin. Hasna duduk makan cemilan yang tersedia di meja.
"Mereka cocok." Gumam Ocha yang mengintip dipintu kamar. Di belakangnya ada Santika yang ikutan mengintip.
"Iya. Tapi kalau ku lihat-lihat, Hasna selalu menghindar." Sahutnya. Ocha mendongak, dia menatap Santika penuh selidik.
"Kamu juga perhatikan?" Tanya Ocha dan Santika mengangguk saja. Dia masih mengawasi kedua temannya di luar. "Dia lebih mementingkan keluarganya daripada dirinya sendiri." Imbuhnya.
Sedikit banyak Ocha tahu bagaimana Hasna, dia penyayang keluarga! Kakaknya sudah menikah, dia masih punya ayah dan adik. Siapa yang akan menjaga mereka jika bukan Hasna?
"Begitu." Ujar Ocha, Santika manggut-manggut paham, setelah Ocha menjelaskan.
"Semoga mereka berjodoh." Batin Santika tulus. Dia memang paling tua usianya juga sikapnya paling dewasa.
Usai dengan kegiatan mengintip, Ocha dan Santika pura-pura sibuk membersihkan kamar. Saat Hasna masuk sempat heran dengan kedua temannya.
"Aneh." Gumamnya. "Biarkan saja! Urusannya." Batin Hasna mengambil tas yang ada uangnya untuk membeli perlengkapan anak-anak lomba.
Akhirnya Hasna berangkat belanja ke pasar bersama dengan Ruddin. Setibanya di pasar ternyata sudah sepi. "Apa sebaiknya kita ke kota saja? Kayaknya ada pasar dekat rumah jabatan." Ajak Ruddin.
"Baiklah." Jawab Hasna singkat. "Mau gak mau kita harus pergi karena perlengkapannya segera dibutuhkan." Imbuhnya.
"Sekalian jalan-jalan." Ujar Ruddin jadi semangat. Dia fokus melajukan kendaraan roda dua menuju kota yang ditempuh dengan waktu satu jam saja.
Setibanya di kota mereka langsung menuju ke toko perlengkapan yang dibutuhkan. "Apakah masih ada yang kurang?" Tanya Ruddin.
"Kayaknya sudah cukup, sesuai dengan catatan." Jawab Hasna. Ruddin mengangguk saja lalu membawakan barang-barang yang telah dibelinya. Mereka keluar toko setelah melakukan pembayaran.
"Kita singgah makan dulu ya, aku lapar." Ajak Ruddin. Hasna mengangguk setuju karena memang perutnya sudah keroncongan.
Ruddin melajukan kendaraannya ke sebuah rumah makan sederhana. "Gak apa-apa disini?" Tanyanya pada Hasna, dia turun dari motor lalu menatap rumah makan sederhana.
"Gak masalah." Jawab Hasna masuk ke dalam rumah makan tersebut. Bahkan Ruddin ditinggal bersama barang belanjaan.
"Malah duluan, barangnya gak ada yang dibawa lagi!" Gerutu Ruddin, mau tidak mau maka barangnya dia bawa masuk ke dalam. "Boleh nitip?" Tanya Ruddin pada kasirnya.
"Boleh Mas, simpan disitu supaya aman." Ucap Mbak kasir, dia tunjuk meja penitipan barang yang dijamin aman. Ruddin menyimpan barang belanjaannya lalu menyusul Hasna yang menikmati minum jus jeruk.
"Aku dah dipesankan?" Tanya Ruddin duduk di kursi seberang Hasna, mereka saling berhadapan.
"Sudah, tapi gak tahu sesuai apa gak nya!" Jawab Hasna santai. Dia memesankan Ruddin nasi goreng sama dengan pesanannya.
"Gak masalah. Kamu pesan minum cuma satu Na?" Tanya Ruddin heran. Hasna hanya mengangguk pasti. Datang pelayannya membawa pesanan mereka, ada juga air mineral.
"Ini untukmu." Ucap Hasna. "Gak baik minum kopi siang-siang." Imbuhnya menyodorkan air mineral ke depan Ruddin. Pelayan hanya tersenyum melihat adegan itu.
"Serasi banget kalian. Permisi." Ujarnya sebelum pergi. Hasna bengong melihat kepergian Pelayannya.
"Sudah lah, ayo makan." Ajak Ruddin, dia senang jika ada yang mengatakan mereka serasi. Makan dengan hening, mereka diam dengan pikiran masing-masing.
Usai makan siang mereka langsung pulang. Saat diperjalanan Ruddin banyak bercerita tentang masa kecilnya di kampung R. Hasna jadi pendengar setia, mereka cocok seperti saling melengkapi.
"Wah bagus berarti disana Din!" ucap Hasna antusias. Dia jadi ingin menjelajah ke kampung Ruddin.
"Iya. Ayo kesana, tapi kalau orang luar kesana langsung betah tidak mau pulang." jawabnya membuat Hasna bergidik ke arah horor. "Apalagi kalau dijodohkan sama orang disana, susah pulangnya karena terikat." imbuhnya.
Disitulah Hasna baru paham. "Emang siapa yang mau nikah sama orang sana?" tanyanya heran. Sebenarnya paham maksud Ruddin tapi dia tidak mau menanggapi serius.
"Kita lah berdua!" jawabnya santai. "Aw. Sakit Hasna, kalau kita jatuh gimana? Mau?" tanyanya dengan nada seserius mungkin. Cubitan kecil yang Hasna berikan tidak sakit hanya terasa geli.
"Kalau jatuh ya kamu disalahkan karena kamu yang membonceng." jawab Hasna santai. Dia menatap luasnya hamparan sawah yang sejuk.
"Siapa pacar kamu Hasna?" tanya Ruddin lagi. Dia nampak serius bertanya.
"Aku gak pacaran." jawabnya singkat. Dia tetap fokus pada sawah-sawah yang telah tumbuh padi hijau yang subur.
"Aku gak percaya." jawabnya lagi. "Kita pacaran yuk." ajaknya. "Aw." ucap Ruddin mendapat pukulan kecil pada punggung kanannya. "KDRT ya!" Kekerasan Dalam Rumah Tetangga. Ops!
"Kamu ini cerewet sekali, rajin sholat tapi pacaran. Gak boleh itu pak ustadz!" ledek Hasna. "Apa sih pacaran? Aku nanti saja setelah menikah." imbuhnya.
semangat kak hani /Determined//Determined//Determined//Determined/