Milan selalu punya ide gila untuk selalu menggagalkan pernikahan Arutala. semua itu karena obsesinya terhadap Arutala. bahkan Milan selalu menguntit Arutala. Milan bahkan rela bekerja sebagai personal asisten Arutala demi bisa mengawasi pria itu. Arutala tidak terlalu memperdulikan penguntitnya, sampai video panasnya dengan asisten pribadinya tersebar di pernikahannya, dan membuat pernikahannya batal, Arutala jadi penasaran dengan penguntitnya itu, ia jadi ingin lebih bermain-main dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tyarss_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Don’t Play Yourself
Pukul 08:45 menit Arutala sudah sampai di kediaman Ganapatih. Arutala pergi tanpa membangunkan Milan. Meski begitu, Arutala sudah memastikan keamaan wanita itu. Dengan menyuruh beberapa pengawal untuk berjaga di luar apartemen dan mengikuti kemanapun Milan pergi.
Arutala menyapa ibunya yang saat ini sedang membaca buku di ruang tengah.
"Ma." Panggilnya. Membuat Elisa menutup buku yang di bacanya. Bahagia melihat kehadiran putra pertamanya.
"Aru, jika mama tau kau akan pulang, mama akan memasakan makanan kesukaan mu." Ucap Elisa. Memeluk putranya. Penuh rindu.
Arutala membalas pelukan itu. Sudah hampir satu bulan lamanya Arutala tidak melihat ibunya. Jadi, diapun juga merasakan rindu.
"It's okay Ma. Arutala sudah sarapan sebelum kesini." Balasnya. Melepas pelukannya. Menatap wajah cantik sang ibu.
"Apa sedang ada masalah? Tumben sekali Banu juga pulang semalam." Tanya Elisa. Sudah menjadi tradisi keluarga Ganapatih hampir tidak pernah berkumpul bersama. Suami dan anak-anaknya akan sangat kompak bersama ketika sedang ada masalah.
"Tidak ma. Semua baik-baik saja. Apa Banu ada di kamarnya?"
"Iya, sepertinya dia belum bangun. Temuilah papa mu di ruang kerjanya. Mama yang akan membangunkan Banu."
Arutala mengangguk setuju. Dan langsung menuju ruang kerja Pradana.
Pradana tampak sibuk dengan beberapa dokumen di meja dan tidak menyadari kehadiran putranya. Arutala tidak berniat menganggu dan memilih untuk duduk di sofa panjang selagi menunggu papanya selesai. Ia mengeluarkan ponselnya. Berkirim pesan dengan Davina. Mengatur ulang pertemuan mereka. Tidak ada yang istimewa dalam text yang mereka kirim.
"Kak?" panggil Banu yang baru saja tiba. Banura mengenakan pakain santai.
Suara Banura itu tidak hanya membuat Arutala menoleh, Pradana juga ikut menoleh. Dan baru saja menyadari jika kedua putranya datang ke ruang kerjanya.
"Kapan kalian masuk ke sini?" tanya Pradana. Meninggalkan dokumen miliknya. Menghampiri kedua putranya.
"Aku baru saja masuk. Tapi kalau Kak Aru sepertinya sudah beberapa menit yang lalu tiba di sini." Jelas Banura.
Pradan menatap Arutala. Mendudukkan diri di sofa single. "Benarkah? Lalu kenapa kau tidak memanggil papa?"
"Aku hanya tidak ingin menganggu papa. Sepertinya sedang sibuk sekali." Kata Arutala memberi penjelasan.
"Papa tidak pernah merasa terganggu jika itu menyangkut kedua putra papa."
Pradana memang selalu mengutamakan keluarganya. Seorang ayah yang tidak pernah menuntut apapun kepada putranya. Dan membiarkan kedua putranya memilih jalan mereka sendiri.
"Banu, temui aku di kamarku. Ada hal penting yang harus ku bicarakan dengan papa. Nanti Kavin juga akan datang kemari. Ajak dia bersama mu."
Mendengar itu, Banura mengangguk. "Oke Kak. Papa, aku keluar dulu." kata Banu pada Pradana.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Pradana setelah Banura keluar.
Ayah dan anak itu terlihat serius memasuki pembicaraan mereka saat ini.
"Aku sudah memutuskan untuk menikahi seseorang pa."
Kalimat itu tentu saja membuat Pradana berbinar senang mendengarnya. "Benarkah? Dengan siapa?"
"Dengan anak pemilik Skyline Media Corporation."
Pradana mengangguk puas dengan pilihan putranya itu. "Kau sudah bertemu dengan putrinya?"
"Sudah. Davina juga terlihat menyukaiku. Dia juga sempurna dan tidak akan menyebabkan masalah untuk kedepannya."
"Aku setuju. Putri Henry itu memang terkenal cukup kalem dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Di lihat dari peluang bisnis, perusahaan kita juga akan sangat di untungkan untuk kedepannya. SMC termasuk media terbesar dan cukup berpengaruh."
"Yang ingin aku bicarakan sekarang, apa Papa akan selalu mendukung keputusan ku?" tanya Arutala.
Meski sedikit bingung dengan masksud pembicaraan Arutala, Pradana tetap menjawab dengan mantab.
"Tentu saja papa akan selalu mendukung apapun keputusanmu. Baik ataupun buruk, papa akan selalu ada di belakangmu. Papa dan mama selalu percaya dengan mu maupun dengan Banura. Dan melihat kalian tumbuh dengan rasa kepercayaan yang papa dan mama berikan, kalian tidak pernah membuat masalah dan mengecawakan kami."
Arutala merasakan kelagaan di dadanya. Karena rencana yang akan di lakukannya kedepan pastilah akan kacau dan mengecewakan beberapa orang.
"Baiklah Pa. Aru lega mendengarnya. Aku keluar sekarang. Ada hal yang harus ku bicarakan dengan Banu." Setelah mengatakan itu, Arutala pergi menuju kamarnya. Menyusul Banura.
Di dalam kamarnya, sudah ada Kavin yang duduk menyilangkan kaki di atas sofa.
Sedangkan Banura memilih merebahkan tubuhnya di sofa panjang. Tak di pungkiri pria itu cukup kelelahan.
Sedikit informasi mengenai Banura Ganapatih. Banura merupakan seorang consulting detective. Mendirikan kantor di kota Melbourne. The Shadow Agency adalah nama kantor yang didirikan oleh Banura. Untuk itu Banura lebih banyak menghabiskan waktunya di Negeri orang ketimbang di negaranya sendiri. Dengan kecerdasan yang di miliki oleh Banura, pria itu sudah memecahkan beberapa kasus yang sulit. Sekarang Banura sudah memiliki beberapa orang yang bekerja di bawahnya. Dengan kemampuan yang mumpuni di bidangnya.
"Akhirnya kau datang juga." Kata Kavin yang sudah tidak sabar untuk bercerita pada Arutala.
"Hmm." Balas Arutala singkat.
Memutuskan untuk mengambil duduk di sofa dekat jendela. Mengeluarkan sebatang rokok. Menyulut api di ujungnya. Lalu menyelipkannya di antara jari telunjuk dan tengah. Menghisap zat adiktif itu.
"Aku akan bercerita sekarang." Terang Kavin. Dia tidak mau jika di sela lebih dulu. "Jadi, aku ingin melamar seseorang."
Arutala dan Banura menyimak.
"Wanita yang ingin ku nikahi ini Dia Lyra. Wanita yang ku minta untuk kau slidiki itu." Rujuknya pada Banura. "Dan, sekaligus sahabat Milan. Yang katanya asisten pribadimu itu." Tunjuknya pada Arutala. "Tapi sebelum datang ke rumahnya dan mengajukan lamaran, aku merasa ada yang sedikit ganjal di sini."
Banura bangun dari rebahannya. Melipat kedua tangannya. Dan matanya melirik bergantian antara Arutala dan Kavin.
Menciptakan atmosfer ketegangan di ruangan itu. Karena pastilah Banura memiliki kunci dalam permasalahan ini.
"Jadi, kalian jatuh cinta dengan kedua putri dari Pramoedya?"
Diam tidak ada jawaban. Membuat Banura kembali melanjutkan penjelasannya.
"Faktanya, Milan dan Lyra bukanlah anak kandung Malik dan Nida Pramoedya." Apa yang di ucapakan Banura membuat Kavin dan Arutala membenarkan duduknya.
"Apa maksudmu?" tanya Arutala.
"Fakta ini tidak pernah di ketahui publik karena keluarga Pramoedya begitu tertutup. Sebenarnya, Milan memang miliki darah Pramoedya. Dan untuk Lyra, dia hanyalah orang asing di keluarga itu. Jadi, apa kau tidak keberatan Kak Kavin? Jika harus menikahi dia yang bukan keturunan Pramoedya?" Banura melemparkan tatapan tanya pada Kavin.
Dengan mantap dan tidak perlu untuk berpikir lagi Kavin menjawab, "tentu saja aku tidak keberatan. Meskipun dia wanita miskin. Aku sudah cukup kaya untuk menghidupinya."
Banura mengangguk. Membalas tatapan Kavin yang menggebu itu. Sudah tidak usah di ragukan lagi soal rasa cinta Kavin terhadap Lyra.
"Aku akan menjelaskan informasi yang sudah ku dapatkan. Ini akan memakan sedikit waktu."
Dan Arutala siap mendengarkan meski memakan banyak waktunya itu. Begitupun dengan Kavin.