Benar kata peribahasa.
Kasih Sayang Ibu Sepanjang Masa, Kasih Sayang Anak Sepanjang Galah. Itu lah yang terjadi pada Bu Arum, Ibu dari tiga orang anak. Setelah kematian suami, ketiga anaknya malah tidak ada yang bersedia membawa Bu Arum untuk tinggal bersama mereka padahal kehidupan ketiganya lebih dari mampu untuk merawat Ibu mereka.
Sampai akhirnya Bu Arum dipertemukan kembali dengan pria di masa lalu, di masa-masa remaja dulu. Cinta bersemi meski di usia lanjut, apa Bu Arum akan menikah kembali di usianya yang sudah tak lagi muda saat ia begitu dicintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Gangguan Sakit Jiwa.
Mita diamankan oleh para penjaga, ternyata wanita itu mengemudikan mobil dengan setengah mabuk. Bau alkohol di mulut, dapat tercium.
"Kau tau tindakan mu ini sangat membahayakan nyawa orang-orang di jalanan!!" Pak Agam meneriaki Mita, mereka berada di dalam rumah.
Namun wanita itu malah tertawa, tawa menyebalkan. "Ini salahmu...! Kau tau berapa lama aku menyimpan perasaan padamu?! Sejak Mbak Melani mengenalkan mu padaku, aku sudah jatuh cinta padamu! Tapi, apa aku jadi pelakor? Tidak...! Aku menikah dengan pria lain meski aku nggak pernah cinta dia! Saat Mbak Melani meninggal, jujur... aku sangat sedih kehilangan kakakku! Tetapi, aku juga sangat bahagia... akhirnya aku bisa mendapatkan mu!"
Pak Agam mengusap wajahnya kasaar, dia tidak tahu sedalam itu cinta Mita padanya sampai bertahun-tahun. Baginya, Mita adalah wanita tidak waras.
"Mita, aku udah bilang kan padamu! Aku nggak bisa cinta sama kamu, aku nggak mungkin kasih harapan sama kamu! Jadi sejak awal... Aku sengaja menjaga jarak darimu! Harusnya kau merasakan nya! Atau karena kau terobsesi padaku, kau nggak perduli semua penolakan halus ku!"
"Hahahahaha... Abang... Kau bilang cinta tak bisa dipaksakan, tapi apa kau juga tau? Cinta juga nggak bisa dihilangkan dengan mudah! Lalu aku harus bagaimana? Haruskah aku mati? Di depan mu? Baiklah!" wanita gila itu tiba-tiba saja meloncat ke arah meja makan, mengambil pisau di keranjang buah.
Mita menekan bagian tajjam p i s a u ke pergelaangaan tangan, tatapan mata wanita itu tampak tak waras. "Buka matamu lebar-lebar Bang! Lihat aku mati demi kamu...!!!"
"Dasar gila!"
Tangan Mita yang memegang pisau sudah bergerak, goresan pisau terlihat mengerikan. Namun tiba-tiba...
Brukkkk
Tubuh Mita tergeletak di lantai, pisau terlepas dari tangannya meskipun aksi gilanya sudah menghasilkan sedikit goresan di pergelangan tangan dan ada darah disana.
Mata Pak Agam terbelalak, ternyata sejak tadi Bu Arum berdiri di belakang Mita saat wanita itu mengambil pisau. Di tangan Bu Arum sebuah nampan terangkat tinggi, ia baru saja memuukuul belakang kepala Mita hingga tubuh wanita gila itu luruh ke lantai tak sadarkan diri.
"M-mas... apa dia mati?" tangan Bu Arum yang memegang nampan bergetar, ia membuang nampan ke lantai dan menimbulkan bunyi keras menyadarkan kesadaran suaminya yang sempat tertegun.
Penjaga yang ikut masuk memeriksa nafas Mita, "Masih hidup, Tuan."
"Astaghfirullah... astaghfirullah..." Bu Arum terus menyebut istighfar, takut dia membunuh orang.
Pak Agam gegas menarik Bu Arum ke dalam dekapan, "Nggak papa, Rum. Mita masih hidup, dia akan baik-baik aja. Sebaiknya aku membawanya ke psikiater, dia butuh pertolongan."
"Assalamualaikum."
Disaat situasi masih belum kondusif, Ahmad sudah datang dengan membawa putrinya masuk berbarengan dengan kepulangan Izy.
"Ada apa ini?" Ahmad melihat Mita masih tergeletak di lantai.
"Tante kenapa, Yah?" Izy berlari ke arah Tantenya, dia melihat ada darah di pergelangan tangan sang Tante yang terluka.
"Ahmad, berikan anakmu sama Ibumu. Bantu Ayah membereskan masalah, kita harus bawa Mita ke psikiater."
"Psikiater? Maksud Ayah, Tante Mita gila? Ayah mau masukin Tante ke rumah sakit jiwa?"
"Izy, nanti Ayah jelasin. Ayah harus cepat bawa Tante kamu ke rumah sakit! Lukanya takut infeksi! Ahmad, ayo!"
Ahmad memberikan Anin pada Bu Arum, setelahnya ia dan Pak Agam pergi membawa Mita yang masih tak sadarkan diri.
Di dalam perjalanan, Pak Agam mencoba menghubungi mantan suami Mita. Mereka menikah sudah 7 tahun, namun sayangnya belum dikaruniai anak. Mungkin saja, mantan suami Mita mengetahui sesuatu tentang Mita. Pak Agam yakin, kegilaan pada Mita bukan hanya karena mencintai dirinya.
Pak Agam bicara di telepon setelah panggilannya diangkat oleh mantan suami Mita, tak lama panggilan berakhir dan mobil pun sampai di rumah sakit.
Mantan suami Mita datang setelah Mita selesai diperiksa dan kini berada di ruangan rawat.
"Bagaimana kondisinya?" tanya Harsa.
"Mantan istrimu sepertinya mentalnya terganggu, apa ada yang kamu tahu?"
"Apa Mita sudah mengakui cinta dia sama kamu, Bang?"
"Aku yakin, bukan hanya karena masalah cinta Mita terlihat tak waras."
Harsa menarik nafas lalu menghembuskan nya, sulit baginya untuk jujur tapi seperti kondisi mental Mita sudah tak terkendali.
"Dulu, Mita mau menerima pinangan ku karena aku telah menjebaknya dengan meniduri dia. Mau tak mau dia menikah dengan ku, padahal aku tau... dia nggak cinta aku dan hanya mencintaimu Bang."
Ahmad duduk tak jauh dari kedua pria yang berbincang, dia setia mendengarkan karena tentang kondisi Mita menyangkut keselamatan ibunya juga.
"Aku pikir dengan seiringnya waktu, dia akan memaafkan ku karena menjebaknya dalam pernikahan tetapi... aku salah. Dia semakin membenciku dan beberapa kali dia minta bercerai. Tapi aku tetap ingin mempertahankan rumah tangga kami, meski seperti neraka."
Pak Agam menghela nafas panjang, ia tidak tahu rumah tangga Mita sampai seperti itu.
"Saat usia pernikahan kami ke lima, Mita mulai menghinaku... katanya aku mandul. Aku nggak bisa berikan dia anak, itu hukuman untukku karena menjebaknya. Aku marah, aku sudah mencoba bersabar. Tapi hari itu, aku nggak tahan lagi dengan semua caci makinya dan aku tak sengaja tidur dengan wanita karena mabuk. Wanita itu hamil anakku, itu membuktikan aku nggak mandul. Dengan teganya... aku membawa anakku yang telah lahir dan mengatakan pada Mita kalau dia lah yang mandul karena aku bisa punya anak."
"Astagfirullah." Pak Agam mengelus dada.
"Tiba-tiba dia tertawa seperti orang gila, meracau dan akhirnya dia bilang... syukurlah dia dikhianati olehku, dia bisa menggugat cerai dengan tuduhan perselingkuhan ku. Yang paling membuatku sakit hati padanya, dia bilang setelah dia resmi bercerai dariku... dia akan segera menikah dengan mu Bang karena Mbak Melani sudah lama meninggal dan pasti Abang membuka hati untuknya. Aku pun akhirnya tak ingin lagi melanjutkan hubungan kami, karena sejak awal pernikahan kami sudah hancur."
"Aku rasa mentalnya sudah terganggu sejak dulu, bahkan lebih menjadi saat dia menikah dengan mu. Dan sekarang... saat aku lebih memilih wanita lain untuk aku nikahi dan bukan dia, bom dalam tubuhnya pun meledak. Dia harus mendapatkan perawatan, sakit mentalnya membahayakan orang-orang dan dirinya sendiri. Dia membawa mobil sambil mabuk, bisa kau bayangkan... kejadian paling terburuk, dia menabrak orang."
"Tak ada wali, sebaiknya telepon Dimas. Dia kakaknya, dia juga harus tahu keadaan Mita." Usul Harsa.
Pak Agam setuju, dia pun segera menghubungi Dimas agar jadi wali Mita sebagai pasien dengan gangguan sakit jiwa.
.
.
.
Shanum semakin pintar menghadapi suaminya, dia tak pernah membantah dan selalu melayani keinginan Doni.
Doni pun merasa puas, tak pernah lagi dia menyikssaa Shanum. Sebenarnya Mama Reina lah yang mengajarkan Shanum tentang kesabaran menghadapi orang dengan ganguan mental buruk seperti yang di idap Doni. Bahkan Mama Reina yang membelikan Shanum pil KB dan diminum Shanum secara sembunyi-sembunyi.
Namun hari itu mungkin adalah hari sial Shanum, Doni menemukan pil KB yang disembunyikan oleh istrinya.
"Pil apa ini?" Doni memeriksa di internet, awalnya dia bingung kenapa Shanum harus minum KB padahal ia sebagai suami sudah divonis mandul. Segala dugaan buruk lansung terpikirkan oleh pria itu, penyakit OLD Doni pun kambuh.
Doni keluar kamar mencari keberadaan istrinya, Shanum terlihat sedang di dapur menuangkan adonan kue ke loyang untuk cemilan Doni.
"SHANUM...!!! Kesini kamu!"
Wanita itu menaruh loyang di atas meja dapur dengan terburu-buru, dia menghampiri Doni yang terlihat marah. Shanum merasa tak ada salah, namun dia berjalan dengan pelan-pelan karena ketakutan.
"Ada apa, Mas?"
"Kenapa kamu minum pil pencegah kehamilan? Aku mandul! Untuk apa kau minum ini! Kau mulai selingkuh lagi dan nggak mau hamil anak dari laki-laki selingkuhan mu agar nggak ketahuan olehku! Iya...!!"
"Mas, aku__"
Bugh
"Argghhtttt!!!!"
Tap Tap Tap
Berbarengan dengan tubuh Shanum terjengkang ke lantai akibat dorongan Doni, langkah kaki terdengar berlarian ke arah dapur dimana Doni dan Shanum berada.
Doni tak mendengar suara langkah kaki orang berlari ke arahnya, dia mengambil pisau di kitchen set lalu mengangkat pisau akan menusuukkkan p i s a u itu ke perut Shanum.
"Rahim mu akan aku coongkeel keluar! Kau nggak akan bisa hamil anak pria lain lagi...! Kau hanya milikku Shanum!!!"
"Argghhtttt...!!"
Sekali lagi teriakan Shanum menggema di ruangan dapur, situasi di dapur saat ini begitu mencekam.