Aluna terpaksa harus menikahi seorang Pria dengan orientasi seksual menyimpang untuk menyelamatkan perusahaan sang Ayah. Dia di tuntut harus segera memiliki keturunan agar perjanjian itu segera selesai.
Namun berhubungan dengan orang seperti itu bukanlah hal yang mudah. Apa lagi dia harus tinggal dengan kekasih suaminya dan menjadi plakor yang sah di mata hukum dan Agama.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Baca terus ya, semoga suka! Dan maaf jika cerita ini agak kurang mengenakkan bagi sebagian orang🙏
Warning!
"Ini hanya cerita karangan semata. Tidak ada niat menyinggung pihak atau komunitas mana pun"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35- Perasaan Jeff
“Masuklah!” perintah Dean, saat Luna hendak berlalu menuju Kafe tempat dia dan Jeff akan bertemu.
“Aku akan pulang sendiri, kau pergilah duluan.” tolak Luna.
“Masuk, atau aku akan memaksamu!” paksanya, aneh sekali tak biasanya dia bersikap begitu, atau mungkin dia sudah punya firasat kalau Luna akan pergi bertemu Jeff.
“Kau ingin memaksaku, coba saja jika kau bisa?” Luna tersenyum sinis.
“Kau menantangku?!”
“Ayolah Dean, aku hanya pergi sebentar. Kau tidak perlu sampai seperti ini,” kesal Luna.
“Ingatlah statusmu, kau adalah Istriku. Aku tidak akan membiarkanmu mencemarkan nama baikku. Masuk, atau aku akan menyeretmu!” titahnya telak.
Luna mendengus kasar, mau tak mau dia pun menuruti perintah Dean dan duduk di mobilnya.
‘Jeff, pasti menungguku. Tapi dia bilang aku tidak boleh memberitahu si brengsek ini,’ batin Luna, dia melirik Dean dengan tatapan jengah.
‘Aku tidak akan membiarkanmu berbuat semaumu lagi.’ batin Dean.
Di tempat lain. Jeff tengah menunggu Luna sambil menyesap minuman di balkon Kafe, dia sengaja memesan satu lantai Kafe mewah ini agar tak ada pengunjung lain yang datang selain dia dan Luna.
‘Aku sudah memutuskan untuk mengatakan perasaanku padanya. Aku tahu kemungkinan besar dia akan terkejut dan berakhir dengan menolakku, tapi jika tidak di coba aku tidak akan tahu jawabannya. Dia menerimaku sebagai temannya meski dia tahu aku gay, dia baik, dia cantik dia juga selalu tampil apa adanya,’ Jeff mengulum senyum sambil membayangkan wajah Luna di benaknya.
Jeff terus merasakan debaran di hatinya saat dia mengingat nama Luna. Apa lagi semalam saat dia merangkul pundak Luna, jantungnya seakan mau meledak saja rasanya.
‘Persetan dengan hubunganku dan Dean, aku akan mengurusnya nanti. Yang penting sekarang aku harus menyatakan perasaanku dulu padanya.’
‘Luna, cepatlah datang!’
Jeff menunggu dengan perasaan tak sabar, sesekali pandangannya ia arahkan ke pintu, namun Luna belum juga tiba, jam bahkan sudah menunjukkan pukul 22:30.
‘Kenapa dia belum datang juga, apa terjadi sesuatu?’
Tring...
Sebuah pesan ia dapatkan, ternyata Luna yang mengirimnya, ‘Jeff, maaf aku tidak bisa datang. Si brengsek itu memaksaku pulang bersamanya, aku sudah membeli hadiah untukmu dan hampir pergi tadi, tapi kau tahu dia kan, si brengsek itu akan melakukan apapun jika aku tak menurutinya. Aku akan memberikan hadiahnya di rumah nanti.’
Jeff menghela nafas berat, sejujurnya ini bukan hari ulang tahunnya. Dia sengaja mengatakan itu agar Luna mau datang dan makan malam berdua dengannya. Dia ingin mengatakan perasaan yang dia rasakan untuk Luna. Ya, Jeff jatuh cinta pada Luna, entah sejak kapan Jeffrey pun hampir tak menyadarinya, yang pasti perasaan itu tumbuh begitu saja seperti benih di dalam tanah yang terus tersirami air hujan dan tersentuh hangatnya sinar mentari, yang pada akhirnya menjadi bunga yang bermekaran di hati Jeff.
“Ternyata begitu, haish sia-sia saja aku menyiapkan semua ini.’ Keluh Jeff sembari bangkit. Dia kecewa, tentu saja kata-kata yang telah dia susun untuk di ucapkan pada Luna harus ia telan kembali untuk sementara waktu.
“Baiklah, sepertinya kali ini usahaku tidak membuahkan hasil aku akan mengajaknya pergi lagi lain kali.” Jeff pun beranjak pergi.
Jeff sampai di rumah pukul 11 malam suasana terasa hening Dean dan Luna nampaknya sudah terlelap.
“Jeff!” panggilan dari Luna sontak membuatnya menoleh, ternyata gadis itu belum tidur dan duduk di meja pantry sendirian.
“Kau belum tidur?” sapanya dengan wajah sumringah, dia pun lantas mendekat dan duduk di samping Luna.
“Belum, aku menunggumu.” sahut Luna sambil menyesap cangkir berisi kopi.
“Hey, kenapa kau minun kopi malam-malam, kau tidak akan bisa tidur nanti,” tegur Jeff.
“Kopi tidak terlalu berpengaruh padaku, aku bisa tidur dengan normal seperti biasa.” sahut Luna, “oh ya, ini hadiahku untukmu.” Luna menyodorkan sebuah kotak berbentuk persegi pada Jeff.
Jeff tersenyum kecut, beberapa hari lalu Luna bilang kalau dia tidak akan bisa tidur kalau minum kopi malam-malam tapi sekarang justru dia bicara sebaliknya, mungkin itu hanya cara dia menolaknya secara halus. Namun dia tetap menyambut pemberian Luna dengan senang hati.
“Maaf aku tidak tahu benda apa yang kau sukai, jadi aku hanya terpikirkan untuk membeli itu saja,” ucap Luna.
Jeff tersenyum sambil membuka kotak tersebut yang ternyata berisi jam tangan berwarna hitam.
“Ini bagus aku suka, terimakasih.”
“Sebagai balasan kau ingin hadiah apa dariku?” tanyanya.
“Tidak ada, ulang tahunku masih lama. Kau bisa memberikannya nanti. Tidak ada barang khusus yang aku sukai, apa yang aku sukai semua orang suka.” Sahut Luna.
Jeff terkekeh pelan, “aku tahu kau suka uang, tapi aku tidak akan memberikan itu sebagai hadiah. Karena hadiah tidak bisa dinilai dari harganya, namun seberapa besar tulusnya orang itu memberikannya.” tuturnya.
“Kau seperti orang yang sedang kasmaran saja Jeff,” komentar Luna.
“Kau benar, aku memang sedang kasmaran,” kekehnya.
“Cih, kau dan Dean sudah lama pacaran, apa kau selalu seperti itu setiap harinya,” cibir Luna.
Jeff hanya tersenyum sebagai jawaban. Luna beranjak bermaksud untuk kembali ke kamarnya namun tiba-tiba Jeff menarik lengannya.
“Luna, aku–,”