Kisah seorang murid yang menjadikan gurunya sebagai inspirasi terbesar nya. Terjadi di dunia modern, yang semuanya serba ada namun serba sulit banyak kekurangan.
Murid yang selalu berusaha mencari perhatian sang guru. Dengan kemampuan aneh yang dimilikinya. Dan bagaimanakah kisah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febby Sadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pencarian Dimulai
Hari Minggu, kini telah tiba. Perkuliahan sedang off, dan pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan Bintang juga libur. Hari menyenangkan! Itulah slogan Bintang di hari Minggu.
"Aku berangkat dulu Mak..." Bintang berpamitan ke Mamaknya.
Sedangkan di depan rumahnya sudah terparkir dua sepeda motor gagah yang di kendarai oleh Bara dan Hasbi yang telah menunggunya.
"Assalamualaikum...." ucap Bintang.
"Waalaikumsalam, jgn sampai malam. Berangkat pagi setidaknya sore sudah pulang." ucap Mamaknya Bintang, sedikit terdengar berteriak karena ngomong nya dari dalam rumah. Bintang sudah ada di depan rumah.
"Ikut naik motor kita-kita aja biar gak banyak-banyak motor yang keluar. Nanti di kira pawai lagi." ucap Bara, saat melihat Bintang yang hendak mengendarai motor buntut nya sendiri.
Dengan senang hati, Bintang pun langsung melenggang menuju naik ke motor Bara. Lalu Bintang mulai berkata, "Terus nanti Permata naik dengan Hasbi ya?"
"Siap deh." Hasbi langsung menyahut.
"Pokoknya Permata mau, kalau dia gak mau gak usah di paksa." ucap Bintang. Yang tampak pengertian dengan sikap seorang perempuan.
"Kamu pengertian banget." ucap Bara.
"Bukannya pengertian. Tapi kamu tau sendiri kan pas kita SD dulu... Cewek-cewek tuh paling kesal kalau kita gangguin mereka."
"Iya juga sih." kenang Bara. "Jadi rindu masa SD ya." ucapnya kemudian.
"Iya betul." Sahut Hasbi.
Mereka pun berangkat menuju rumahnya Permata. "Kamu masih ingat kan rumahnya Permata?" tanya Bintang.
"Tenang. Aku Bara." ucap Bara.
Seketika gelak tawa pun terdengar dari ketiga laki-laki itu. Karena Bara menunjukkan sikapnya yang dulu.
Sesampainya mereka di depan rumah Permata. Mereka pun tak lupa adab-adab bertamu yang telah mereka pelajari selama ini.
"Assalamualaikum," kini Bara yang memberanikan diri untuk mengucapkan salam dan mengetuk pintu rumah Permata.
"Waalaikumsalam." tak menunggu waktu lama Permata menjawabnya dan membukakan pintu, yang dimana Permata telah siap untuk berangkat.
"Kamu bawa motor sendiri kah?" tanya Hasbi pada Permata.
"Bolehkah?" Permata malah balik bertanya.
"Menurutku sih, kamu ikut Hasbi biar gak boros motor memenuhi jalan aja." selalu Bara yang memberikan saran yang bijak.
Permata tampak tak memprotes. Dia mengangguk dan naik ke atas motor Hasbi.
"Ayo berangkat. Tujuan pertama kita ke rumah Fandi." ucap Permata, dimana cara dia berkata menunjukkan betapa dia sangat profesional. Bahwa dapat dikatakan dia tidak masalah dengan di boncengnya dia oleh Permata.
"Kita sudah besar kok." pekik Permata dalam hati. Meyakinkan diri sendiri, bahwa meski dia perempuan sendirian tak akan ada yang menjodoh-jodohkan lagi seperti saat masa SD dulu.
...****************...
Sesampainya di depan rumah Fandi, mereka pun berhenti berjajaran dua motor gagah. Sedangkan saat itu pula tetangga kanan kiri di gang rumah Fandi, pada heboh. Karena Bara dan Hasbi malah semakin memperlihatkan kekerenan mereka.
Gaya keduanya saat menuruni motor, sangat cool. Bukan hanya itu, mereka berempat sudah seperti geng 3 cowok 1 cewek. Laki-laki tampan semua, dan yang perempuan nya cantik.
Tak lama kemudian, setelah turun dari motor, Bara malah menundukkan kepalanya ke sekitar, memberikan hormat kepada tetangga-tetangga Fandi. Seketika segan lah mereka pada empat orang yang kini datang di depan rumah Fandi.
"Assalamualaikum...." ucap Permata tepat di depan pagar rumah Fandi.
Sedangkan tak lama setelah itu, seorang laki-laki keluar. Dia masih sama, bermata sedikit menyipit di ujungnya, hidungnya berubah sedikit mancung, dan gusi di giginya.... Telah berubah juga.
"Fandi....?" tanya Permata, saat Fandi telah keluar dari dalam rumah.
"Eh kamu Permata!" Fandi tak butuh waktu lama. Dia tampak masih mengenal semua teman-temannya.
"Loh ada Bintang, Bara dan Hasbi juga. Rame-rame gini. Masuk yuk...." ucap Fandi dengan sangat ramah.
"Sini sini kamu." perintah Hasbi pada Fandi. Yang bersikap seolah mereka bukan teman. Fandi pun tertawa renyah, dan berjalan ke arah Hasbi.
Dan, mereka pun saling melepas rindu. Fandi peluk satu per satu teman-teman lelakinya. Dan dengan Permata dia hanya tersenyum.
"Udah lama banget ya." ucap Fandi memecah keharuan.
"Gimana kalau ngobrol nya nanti aja?!" ucap Bara memotong rasa haru.
Fandi pun langsung di ajak juga oleh keempat orang itu, menuju ke teman-teman yang lain. Mereka pun dalam perjalanan menceritakan singkat apa tujuan mereka. Fandi yang menggunakan motor pun, motornya di kendarai oleh Permata, sehingga Fandi kini berboncengan dengan Hasbi.
Mereka asyik mengobrol. Hingga sampailah mereka di depan rumah Rangga. Di sana, ada Neneknya Rangga yang sedang duduk di ruang tamunya. Rumah Rangga tidak tertutup sehingga tidak perlu mengetuk pintu. Cukup mengucapkan salam saja.
"Waalaikumsalam, iya cari siapa?" jawab Neneknya Rangga, saat mereka tengah mengucapkan salam bersamaan.
"Kami teman-temannya Rangga nek...Rangga nya a.....?"
Sedangkan saat itu pula, belum selesai Permata bertanya, tiba-tiba Rangga keluar dari dalam kamar yang paling depan sendiri di rumah itu.
"Eh kalian!" seru Rangga. Yang terlihat malah Rangga tampak baru bangun tidur.
"Kamu masih sama ya, masih tidur aja udah jam segini loh." sapa Bara pada Rangga untuk pertama kalinya setelah sekian lama tak bersua.
Mereka pun saling melepas rindu. "Biasa .... Kan masih jam 9. Hari ini itu Minggu." Rangga membela diri. Saat mereka tengah mengobrol kini di perjalanan, membicarakan tentang kejadian menjemput Rangga.
Semakin ramai kini yang ikut, Rangga tak membawa motor, dia kini menyetir motornya Fandi, dan Permata kini di bonceng oleh Rangga. Alasan mereka dengan cara itu menghemat jalan dan kendaraan.
"Tujuan berikutnya kemana Per?" seru Bintang. Dia bertanya di tengah perjalanan sehingga harus sedikit menguatkan suaranya.
"Ke rumah Sari dan Salma." ucap Permata.
"Oke gas." jawab mereka sempak.
Mereka pun menjemput Sari dan Salma. Setelah itu mereka juga menjemput Nur, Roro, Naz, El, dan lainnya.
Tibalah mereka menjemput orang yang terakhir. Karena waktu sudah mulai berganti, terik matahari telah berada di ujung kepala. Panas mulai mengepul.
"Kita terakhir aja deh untuk hari ini, yuk kerumahnya Riz." ajak Naz.
"Wah kamu masih inget aja sama Riz." celetuk Permata. Dimana Permata sekarang sudah banyak teman perempuan hingga dia tidak lagi sungkan untuk saling menggoda seperti saat masih SD. Ya, walaupun sekarang jika di jodoh jodohkan, mereka sudah tidak marah lagi seperti dulu.
"Inget dong..." malah Naz menjawab dengan berani tanpa takut digoda teman-temannya.
Mereka pun menuju rumah Riz. Oia, disini juga sudah ada Nuha. Dua teman mereka ini juga teman mereka satu kelas di SDIMT.
Riz, dulunya bertubuh kecil, namun tampan. Kulit nya sawo matang dan khasnya Riz ada di rambutnya. Dia berambut keren, bahkan paling keren dulu di kelas.
Satu lagi, yaitu Nuha. Nuha ini dulunya adalah siswa paling tampan. Dia sering dipuji oleh Bu Fastaqima karena ketampanannya, namun Nuha adalah laki-laki pemalu, tidak seperti Hasbi dan Bintang yang terkenal sedikit nakal di kelas.
Setibanya mereka di depan rumah Nuha dan Riz. Mereka terpana semua, karena Nuha berubah menjadi laki-laki tampan dan gagah, tubuhnya kekar tidak seperti dulu lembek.
Sedangkan Riz.
"Riz. Kamu kok bisa tambah tinggi gini sih padahal dulu...." ucap Naz, yang tak berani melanjutkan kata-katanya. Karena dulunya Riz memang tingginya seukuran dengan Naz.
Berbeda dengan Naz, dia malah seolah tak bisa tumbuh lagi. Dia masih tetap menjadi terpendek setelah dewasa ini di antara teman-teman perempuan nya yang lain. Namun juga terkecil. Karena tubuhnya tidak gendut tidak pula tinggi. Bahkan Naz sangat kurus.
"Iya dong, tumbuh itu kan ke atas. Bukan makin kecil." gurau Riz pada Naz.
Seketika semua teman-teman yang kini telah berkumpul itu pun tertawa terbahak-bahak. Telah berkumpul sekitar kurang lebih tiga belas orang yang masuk ke dalam grup obrolan itu sekarang, grup Alumni SDIMT.
Bintang dan teman-temannya yang lain, berbincang-bincang menghabiskan waktu di hari Minggu itu pun bersama. Hangat kekeluargaan yang telah lama tak dirasakan pun kini hadir kembali. Sore hari itupun seolah melengkapi kebersamaan mereka saat itu.
.
.
.
Lanjutannya besok 😘