Cerita ini menguak kisah tentang seseorang yang mempunyai masa lalu kelam di dalam hidupnya, sebut saja namanya Namira seorang gadis yang memiliki hubungan spesial bersama pria beristri, sebut saja nama pria itu Samudera, seorang pria yang mempunyai masalah berat dengan istrinya hingga membuatnya bermain api dengan seorang gadis yang bekerja sebagai waiters di salah satu restaurant.
“Mas, aku hamil,” ucap Namira, sedang pria itu hanya terdiam, dia tidak tahu harus bahagia atau berduka mendengar kabar ini.
“Mas, kenapa diam,” ucap Namira sekali lagi.
“Iya Mir, aku turut senang dengan kehamilanmu jaga baik-baik ya anak kita,” sahut Sam, yang aslinya di dalam pikirannya dihantui rasa bersalah yang teramat dalam terhadap istrinya.
Saksikan kelanjutan kisahnya hanya di Manga Toon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Namira begitu kecewa dengan sikap Sam yang dengan gampang memutuskan hubungan yang sudah lama terjalin selama satu tahun ini Namira sudah sekuat mungkin untuk bertahan bahkan rela menyerahkan kehormatannya demi pria yang dia cintai itu.
Rasa hancur dan kecewa bersarang menjadi satu di benaknya, tidak ada tempat lagi untuk menaruh harapan selain kepada pria pemilik janin itu.
"Haaaaaah ....! Tuhan ini serasa tidak adil untukku, bagaimana mungkin aku bisa membawa anak ini di hadapan orang tuaku!" teriak Namira di tempat yang begitu sepi.
Suasana malam ini nyaris sunyi dan sepi, sesepi hatinya yang saat ini sedang hancur bahkan dia sudah tidak sanggup lagi harus membawa kemana kehamilan yang sebentar lagi akan di ketahui khalayak ramai, Namira sudah tidak tahu lagi harus melangkahkan kakinya kemana.
Tanpa pikir panjang akhirnya dia mulai teringat dengan Lolita seorang sahabat yang selalu menerima kedatangannya baik dalam keadaan suka maupun duka.
"Tok ... Tok ... Tok." Namira mulai mengetuk pintu kost temannya itu.
"Mir, kau baik-baik saja," ucap Loly ketika sudah membukakan pintu.
Tanpa menjawab pertanyaan sahabatnya itu Namira langsung memeluk tubuh Loly dan menangis sesenggukan di pundak temannya itu.
"Menangislah jika itu membuatmu lega," ucap Loly yang seakan tahu kalau temannya itu tertimpa masalah.
Sejenak tangis Namira terhenti, Loly pun mulai mengajak temannya itu masuk ke dalam, saat ini Loly tidak bertanya apapun dia hanya melangkah ke dapur yang hanya di sekat menggunakan gorden, lalu mulai mengambil air putih untuk di bawa ke Loly.
"Minumlah biar kau sedikit tenang, di saat hamil seperti ini aku mohon kurangi setres agar janin yang ada di dalam kandunganmu baik-baik saja," ucap Loly.
"Terima kasih," sahut Namira setelah meneguk air putih tersebut.
"Kak, biarkan malam ini aku nginap di tempat mu ya," pinta Namira.
"Ya silahkan, tapi kamu sudah hubungin orang tuamu kan," sahut Loly.
"Sudah."
*******
Satu bulan kemudian, semakin hari perut Namira sudah terlihat menyembul, bahkan tetangga di rumahnya sudah banyak yang tahu dan membicarakan tentang kehamilan Namira yang tidak ada suaminya itu.
"Pak, RT apa tidak tahu kalau warganya ada yang hamil duluan," adu salah satu warga, yang bernama Mpok Jainab.
"Mpok, kata siapa? Jangan nuduh orang sembarangan takutnya jadi fitnah," sahut Pak RT tersebut.
"Aku gak bohong kok, kalau Pak RT nggak percaya tanyakan saja sendiri," titah Jainab memberi tahu.
Semua warga kampung sudah tahu tentang desas-desus kehamilan Namira yang tanpa suami, sehingga membuat para warga sepakat untuk mendatangi rumah perempuan hamil itu, sedang saat ini ibu dari Namira sangat bersedih mendengar jawaban dari Namira yang tidak mau berterus terang siapa ayah dari anak yang di kandungnya itu.
"Nak, coba katakan siapa ayah dari anak yang kau kandung itu?" tanya Yanti, sedang sang suami seperti menahan emosi dengan peristiwa yang terjadi terhadap anaknya itu.
"Maaf Bu, aku tidak bisa memberi tahu biar kehamilan ini Namira yang tanggung sendiri," sahutnya dengan nada yang menahan sakit di hati.
"Jangan seperti itu, tidak mungkin kau hamil sendiri, katakan saja pria yang menghamili mu itu bapak dan ibu biar ke sana meminta pertanggung jawaban atas apa yang sudah di perbuat," desak Yanti.
"Sudah Bu, cukup ini memang kesalahan Namira jadi biar Namira sendiri saja yang menanggung," ucap Namira.
"Kau jangan keras kepala Nak, di kampung ini ada peraturannya, jika memang pria itu lari dari tanggung jawab maka biar bapak sendiri yang mencarinya?" decak Hamid.
Sebagai seorang ayah Hamid merasa sakit hati melihat anaknya di perlakukan seperti ini oleh seorang pria, bahkan dirinya merasa frustasi karena sudah gagal menjaga putri semata wayangnya itu.
"Anakku, jika memang selama ini Bapak bukanlah ayah yang baik, bapak mohon maaf yang sebesar-besarnya, sungguh sebagai seorang ayah, bapak merasa gagal," ucap Hamid sambil memegangi dadanya yang terasa sakit.
"Tok .... Tok ... Tok." Suara pintu di ketuk di luar rumah terdengar begitu bising akhirnya kedua orang tua Namira membuka pintunya.
"Krieeet." Pintu pun di buka, Yanti dan Hamid begitu terkejut melihat Pak RT dan para warga ada di depan rumahnya.
"Pak RT, ini ada apa kalian datang kemari?" tanya Yanti dengan sopan.
"Begini Bu Yanti, kedatangan kami semua ingin menanyakan perihal yang beredar di luar sana, apa benar kalau Neng Namira saat ini tengah berbadan dua," ucap Pak RT tersebut.
Sejenak Yanti terdiam, dia tidak mungkin mengelak perkataan dari Pak RT tersebut, karena biar bagaimanapun keadaan anaknya memang tengah hamil di luar nikah.
"Pak, RT masuk dulu kita bicarakan di dalam," ucap Yanti dengan sopan.
Pak RT pun menuruti apa yang di pinta oleh Ibu Yanti, setelah itu barulah Mereka berbicara dari hati ke hati untuk mencari solusi.
"Begini, Ibu Yanti, Bapak Hamid, kedatangan kami di sini ingin menanyakan apa benar kabar yang beredar di luar?" tanya Pak RT kembali.
"Benar, Pak. Anak kami memang saat ini sedang berbadan dua," sahut Hamid dengan berat hati bahkan sedari tadi rasanya begitu sulit untuk menerima semua ini, sebagai seorang ayah dia merasa sudah gagal mendidik anaknya.
"Begini Pak, kalian kan sudah tahu, kalau anak hamil di luar nikah, ya kita usahakan untuk mencari lelaki yang sudah membuat Namira seperti itu, kalau tidak nanti warga akan marah, Bapak tahu sendiri kan," ucap Pak RT menjelaskan.
"Iya, aku mengerti Pak, tolong berikan kami waktu untuk menyelesaikan masalah ini," mohon Hamid.
Ketika mereka bertiga sedang berdiskusi tiba-tiba saja salah satu dari warga ada yang menguping dan membicarakan itu kepada teman-temannya yang lain yang ikut ke rumah Pak Hamid.
"Eh, sepertinya Pak, Hamid seperti mengundur gitu untuk menikahkan anaknya, apa jangan-jangan lakinya si Namira kagak mau tanggung jawab," cerita Jaenab kepada para warga.
"Oh kalau begitu kita desak saja,biar segera di nikahkan, masak di kampung kita ini ada wanita hamil di diamkan saja, nikahkan saja sama pria yang mau nerima di Namira itu, bikin malu saja," cerocos, ibu-ibu yang lain.
"Ya sudah ayo kita masuk saja ke dalam," sahut yang lainnya juga.
"Permisi Pak Hamid Ibu Yanti, maaf kalau kita para ibu-ibu lancang, kita ini hanya keberatan saja jika pak Hamid membiarkan anak Bapak yang hamil itu berkilaran tanpa adanya pernikahan, entar malah di tiru dengan perempuan yang lainnya," ketus Jaenab.
"Iya benar, kami tidak mau Namira menjadi contoh yang tidak baik yang akhirnya akan di tiru okeh anak muda di sini, jadi kalau Pak Hamid tidak bisa tegas lebih baik di suruh pindah saja dari kampung ini," ancam para ibu-ibu yang lain.
"Ibu-ibu harap tenang dulu, jangan main hakim sendiri seperti ini," tegur Pak RT.
"Siapa yang main hakim sendiri, ini sebuah peringatan karena memang kesalahan Namira sudah termasuk fatal dan kami tidak mau kalau kejadian seperti ini sampai berpengaruh ke lingkungan kita, kepada anak-anak muda kita," sahut Jaenab.
"Sudah nikahkan saja, kalau tidak mau usir saja Dae kampung ini," sahut ibu-ibu yang lain.
Deg!!!
Seketika Namira langsung keluar dari kamarnya dia tidak tega jika orang tuanya yang harus menghadapi semua ini.
"Ibu-ibu tolong jangan buat keributan di rumah ku, aku mohon," ucap Namira.
"Ini dia akhirnya perempuan sundal keluar juga," hina Jaenab.
"Jangan kurang ngajar kau Jaenab, anakku tidak seperti yang kau tuduhkan!" gertak Yanti yang tidak terima anaknya di katakan perempuan gak benar.
"Terus modelan kayak gini mau di sebut ustadzah gitu! Yang benar saja," ketus Jaenab.
Hamid merasa tertekan mendengar cemoohan para warga terhadap putrinya itu, sedari tadi pria itu merasakan sesak di dalam dadanya, di tambah lagi para ibu-ibu yang tidak mau diam dan terus menghakimi keluarga kecilnya membuat dada Hamid semakin sesak.
"Sudah diam!" teriak Hamid sambil memegangi dadanya.
"Pak, Bapak kenapa?" tanya Namira yang melihat bapaknya seperti menahan sakit.
Hamid hanya terdiam namun ibu-ibu tersebut tidak mau kalah dan masih ngedumel semaunya sendiri sehingga membuat rasa sakit di dada Hamid semakin bertambah.
"Cukup jangan hina anak-ku," ucap Hamid dengan nada gugupnya setelahnya pria paruh baya itu langsung jatuh pingsan.
Selamat pagi kakak.
Berikan dukungan kepada penulis melalui like komen dan juga vote ya terima kasih.
ngesak bgt thor hasrat Sean dan Nara utk bertemu dgn ayah biologis mereka.
masih penasaran nih....
smoga ada yg menolong dg tulus iklas