Dulu, nilai-nilai Chira sering berada di peringkat terakhir.
Namun, suatu hari, Chira berhasil menyapu bersih semua peringkat pertama.
Orang-orang berkata:
"Nilai Chira yang sekarang masih terlalu rendah untuk menunjukkan betapa hebatnya dia."
Dia adalah mesin pengerjaan soal tanpa perasaan.
Shen Zul, yang biasanya selalu mendominasi di Kota Lin, merasa sedikit frustrasi karena Chira pernah berkata:
"Kakak ini adalah gadis yang tidak akan pernah bisa kau kejar."
Di reuni sekolah beberapa waktu kemudian, seseorang yang nekat bertanya pada Shen Zul setelah mabuk:
"Ipan, apakah kau jatuh cinta pada Chira pada pandangan pertama, atau karena waktu yang membuatmu jatuh hati?"
Shen Zul hanya tersenyum tanpa menjawab. Namun, pikirannya tiba-tiba melayang ke momen pertama kali Chira membuatkan koktail untuknya. Di tengah dentuman musik yang memekakkan telinga, entah kenapa dia mengatakan sesuatu yang Chira tidak bisa dengar dengan jelas:
"Setelah minum minumanmu, aku milikmu."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pria Bernada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suara Itu Kayaknya Pernah Gw Denger
Malam itu, Shen Zul yang udah rapi pake jas hitam, ngikutin Shen Gobang ke klub mewah.
Gobang keliatan banget kayak orang yang lagi kasmaran, malah kayak siap-siap ikut kontes Miss Universe aja.
“Shen Gobang, parfum lo ini nggak bisa lebih nyengat lagi apa? Biar nyamuk sekalian kabur,” sindir Shen Zul, mukanya udah males banget.
Tapi Shen Gobang cuma cengar-cengir santai, nggak peduli.
“Diam lo. Paman lo ini ngajak lo buat liat dunia luar. Ntar lo bebas ngapain aja, asal jangan ganggu kencan gue sama calon tante lo, oke?”
Zul: “...”
Dia belum dapet hati ceweknya aja udah sombong duluan.
Baru inget, Zul kayaknya lupa nanya sesuatu. “Shen Gobang, ini sebenernya kompetisi apaan sih?”
“Kompetisi bartender. Kan gue udah bilang.”
Walaupun Shen Gobang keliatannya santai nggak serius, dia punya bakat gila di dunia minuman. Dari kecil aja dia udah terkenal jago ngeracik rasa.
Makanya, sekarang dia dipanggil jadi juri kompetisi bartender internasional.
“Ini udah masuk babak final,” jelas Gobang santai. “Yang menarik, ada peserta dari Tiongkok yang lolos. Lumayan keren juga.”
Zul cuma angguk-angguk, nggak terlalu peduli... sampai dia duduk di barisan penonton dan liat seorang cewek berdiri di panggung.
Cewek itu Chira.
Langsung aja dia bengong.
Dalam dua-tiga hari terakhir, kayaknya Chira berubah lagi di matanya.
Pakaian Chira beda banget dari waktu di Nightshade. Kemeja putih yang dia pake elegan banget, ada renda kecil dan sulaman mawar merah di dadanya. Celana hitam panjang plus sepatu hak kristal bikin dia keliatan classy, tapi tetep ada vibe cewek muda yang ceria.
Tapi ternyata bukan cuma Zul yang perhatiin Chira.
Cowok bule di sebelahnya bisik-bisik, “Beautiful girl.”
Zul langsung noleh, tatap cowok itu dingin. Dia neplok pundak si bule sambil ngomong pake bahasa Inggris, “She is my girlfriend.”
Selesai ngomong, Zul balik fokus ke panggung, kayak nggak ada apa-apa.
Oke, kali ini ikut Shen Gobang yang “brengsek” ternyata ada manfaatnya juga.
Akhirnya dia bisa ketemu sama orang yang udah bikin dia kepikiran beberapa hari terakhir.
Kegelisahannya langsung ilang.
Di atas panggung, ada lima bartender tersisa.
Dari lima orang ini, cuma ada tiga juara—pertama, kedua, sama ketiga.
Juri ada tujuh orang, dan semuanya bartender kelas dunia. Kompetisinya punya reputasi tinggi banget.
Sistemnya simpel: bartender harus bikin minuman berdasarkan tema yang dikasih. Ada tiga putaran, dan pemenangnya yang dapet poin terbanyak di akhir.
Tema pertama: Crush (jatuh cinta/tergila-gila).
Chira liat kata itu di layar besar, terus kepala dia miring dikit.
Bagus, pikirnya, ini tema yang susah banget dia pahami.
Waktu yang dikasih buat bikin minuman nggak banyak. Rak botol di belakang bartender lain kayak “nangis minta dipilih.” Semua udah mulai sibuk gerak.
Chira diem, mikir keras. Rasa dari crush itu kayak gimana sih?
Dia keinget masa kecil, pas ngeliat ibunya diem-diem ngeracik koktail di rumah.
Seorang perempuan yang ninggalin mimpinya demi cinta, tapi sebenernya nggak pernah bisa lupain mimpi itu.
Pas suaminya nggak ada di rumah, dia peluk mimpinya lagi, cuma buat dilepasin lagi.
Mungkin, itu salah satu rasa dari crush.
Pas semua bartender udah selesai ngeracik, gelas-gelas tinggi yang ada di depan mereka isinya kelihatan seragam—didominasi warna merah.
Semua dihias ornamen keren yang bikin minuman-minuman itu tambah estetik.
Tapi satu-satunya cewek Tiongkok di situ, si Chira, malah beda sendiri. Dengan gaya rambut kuda tinggi, dia pakai gelas whisky segi enam. Minuman biru yang dia bikin ada semburat merah terang di tengahnya, dihiasi bunga mawar di bibir gelas.
Jelas-jelas beda sama yang lain, dan itu justru bikin dia standout.
Giliran para juri buat nyicipin pun dimulai.
Salah satu juri ambil mic, terus nanya, “Apa arti dari minuman ini?”
MC-nya kasih mic ke Chira.
Dengan senyum tipis dan nada suara kalem, dia jawab pake bahasa Inggris,"In my opinion, true love is a spirit that cannot be covered up by the noise of this world.”
[Menurut gw, cinta yang sebenarnya itu semangat yang nggak bisa ditutupin sama ributnya dunia ini].
Ruangan langsung meledak sama tepuk tangan.
Pria asing di sampingnya sempet bisik, “Good.”
Di putaran pertama, hasil Chira seri sama bartender lain. Mereka dapet dua suara masing-masing.
Tapi pas putaran kedua, suara Chira terus naik.
Sampai akhirnya masuk putaran terakhir. Temanya kali ini: kehidupan.
Chira bikin tujuh gelas cocktail berwarna abu-abu, dihias daun hijau di bibir gelasnya.
Dia bilang, “Menurut gw, kehidupan sejati itu kayak minuman. Setelah lo ngerasain pahit di tegukan pertama, lo bakal kejebak buat terus minum, ngejar manisnya.”
Dia minta juri buat minum minuman itu sampe habis.
Tegukan pertama pahit banget, tegukan kedua masih pahit. Tapi tegukan ketiga mulai manis, tegukan keempat tambah manis, dan tegukan terakhir... nggak ada rasanya sama sekali.
Itulah hidup: pahit adalah fondasinya.
Akhirnya, Chira dinobatkan sebagai juara di kompetisi bartender internasional itu.
Nggak ada yang tahu seberapa penting piala itu buat dia. Tapi pas orang-orang manggil dia jenius dari bawah panggung, senyum dan air mata Chira lebih banyak ngomong daripada kata-kata.
Semua profesi punya perjuangan dan nilainya masing-masing. Sebagai bartender, Chira ngejalanin hidupnya berdampingan sama minuman, sambil nyari arti kehidupan dari seni meracik rasa.
Dari barisan penonton, Shen Zul liat Chira di atas panggung, pegang piala sambil tahan air mata.
Itu pertama kalinya Zul ngeliat sisi emosional dari cewek yang biasanya selalu keliatan dingin.
Dan saat itu juga, Shen Zul ngerasain suara di hatinya.
Dia sadar, cewek ini udah sukses bikin dia nggak bisa lupa.
Pas kompetisi selesai, Shen Gobang sibuk foto bareng juri dan peserta lain. Tapi sebelum cabut, dia nggak lupa kasih pesan keponakannya.
“Zul, lo pulang sendiri aja ya, naik taksi. Gw ada urusan.”
Udah jelas banget, urusan cinta dia prioritas utama dibanding keluarga.
“Kira lo gw nggak tahu? Dari tadi gw liat lo ngelirik si pembawa acara mulu,” sindir Zul.
Gobang cuma angkat bahu, nggak menyangkal. “Hati-hati.”
Habis itu, dia langsung ngacir ke belakang panggung, kayak burung merak yang lagi pamer bulu.
Zul cuma dengus kecil, terus pandangannya balik ke Chira, yang lagi jalan ke belakang panggung sambil bawa piala. Dia mutusin buat ngikutin.
Sepanjang jalan, beberapa orang nyamperin Chira buat kasih selamat. Meski banyak wajah asing, Chira tetep ngerespon mereka dengan ramah.
Akhirnya, dia keluar lewat pintu belakang panggung.
Di luar lebih sepi, nggak ada suara kendaraan atau lampu-lampu gemerlap.
Chira duduk di tangga, naro pialanya di sebelah dia, terus ngeliatin bintang di langit sebelum akhirnya nundukin kepala.
“Kenapa sang juara malah duduk di sini sendirian, merenung soal hidup?”
Tiba-tiba ada suara dari belakang.
Suara itu... kayaknya pernah gw denger.