Hari itu adalah hari yang cerah tapi mendung, dengan matahari yang bersinar di antara awan. Pagi itu embun dingin panas menempel di daun-daun hijau. Hani dari kejauhan melepaskan kepergian saudara laki-lakinya ke tempat peristirahatan terakhir.
Hani dianggap gadis pembawa sial oleh keluarganya. Pria yang dekat dengan Hani, akan mati. Sepupu dan Kakak kandungnya adalah korbannya.
Apakah Hani adalah gadis pembawa sial?
Mengapa setiap pria yang dekat dengannya selalu saja dekat dengan kematian?
Ikuti jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Penampakkan Rumah Sakit
Tubuh Valdi kejang-kejang, dari mulutnya keluar busa, matanya melotot. Dokter dan para perawat segera mengambil tindakan. Sementara itu perawat pria yang baru saja menyuntik Valdi tidak sengaja menyenggol bahu Zaki di luar ruangan UGD. Dia menjatuhkan sesuatu. Zaki mengambil benda seperti botol kecil yang sering dipakai orang untuk mengambil cairan dengan suntikan. Zaki memanggil dan mengejarnya. Tapi perawat itu dengan cepat berlari keluar rumah sakit.
Di luar rumah sakit, Zaki bertemu dengan Wilan papanya Valdi yang langsung terbang ke Kota C. Wilan menanyakan keadaan Valdi. Zaki mengajak Wilan ke ruangan UGD. Secara singkat Zaki memberitahu Wilan bahwa Hani sampai saat ini belum ditemukan dan Valdi masih berada di ruangan UGD.
Pintu ruang UGD terbuka, Valdi masih belum sadarkan diri di atas brankar yang didorong para perawat. Dokter yang mengobati Valdi menghampiri Zaki, Rizal dan Wilan.
"Permisi, apa Anda-anda keluarga pasien yang bernama Tuan Valdi?" tanya Dokter.
"Saya Papanya Dok. Bagaimana keadaan anak saya?" Wilan balik bertanya.
"Lukanya cukup serius, dan .... dan saya mohon maaf sebelumnya, di saat kami sibuk menyelamatkan pasien, pasien tiba-tiba mengalami keracunan obat. Dan beruntungnya kami bisa mengatasinya. Pasien sekarang dipindahkan ke ruang perawatan."
"Maaf Dok, tadi ada yang tidak sengaja menyenggol bahu saya. Dia memakai pakaian perawat menggunakan masker terlihat tergesa-gesa keluar dari ruangan UGD. Dia menjatuhkan ini," Zaki menyerahkan botol obat kepada Dokter.
Dokter mengambil botol obat kecil itu dan membawanya ke laboratorium untuk diperiksa. Zaki, Rizal dan Wilan masuk ke dalam ruangan Valdi. Valdi dalam kondisi mata terpejam terus saja memanggil nama Hani.
Di alam bawah sadarnya, Valdi mengejar Hani yang ada di seberang jalan. Hani terus berjalan tanpa menghiraukan Valdi. Hani berbalik menatap kosong ke arah Valdi. Valdi berhasil menyebrangi jalan dan langsung memasukkan Hani ke dalam pelukan. Tapi Hani menghilang.
"Haniiiiii!" Valdi membuka matanya.
"Val, Valdi," Wilan berdiri di samping hospital bed Valdi.
"Hani, mana Hani Pa?" Valdi mengedarkan pandangannya.
"Hani masih belum ditemukan," jawab Wilan lesu.
"Hani," Valdi memaksakan diri untuk bangun, kepalanya masih terasa berat, matanya berkunang-kunang dan Valdi kembali tidak sadarkan diri.
🌑 Di Kota A
Di sebuah rumah sakit kamar VIP. Hani terbaring lemah di atas hospital bed. Kepala dan wajahnya terbalut perban, leher, kaki dan tangan bagian kirinya memakai gips. Sewaktu mobilnya terjun ke bawah jalan yang curam. Hani berhasil membuka pintu mobil dan loncat. Tangannya berhasil meraih ranting pohon. Tapi pegangannya terlepas di saat tiang listrik jatuh menimpa mobilnya.
Tubuh Hani merosot ke bawah dan jatuh menggelinding seperti bola. Kepalanya beberapa kali terbentur batu, dahan pohon. Sebelum ledakan mobil terjadi, Arash membawa pergi Hani. Tapi wajah Hani terkena pecahan kaca mobil, luka di wajahnya sangat parah. Arash meninggalkan Hani di depan rumah sakit A dan di dalam saku depan bajunya Arash meninggalkan nomor kontak Emran agar pihak rumah sakit bisa menghubungi.
Emran setelah mendengarkan bisikan dari Arash langsung menuju kota A naik penerbangan malam. Arash memberikan nomor ponsel Fani kepada Emran. Setelah tiba di Kota A, Emran menghubungi Fani. Emran ingin meminta bantuan dari Fani. Tentu saja Fani menolak memberikan bantuan kepada orang asing yang tidak dia kenal. Tapi Emran mengancam akan menyerahkan bukti penyerangan orang suruhan Fani kepada Hani dan Valdi di malam itu.
"Bagaimana, apa kamu bersedia masuk penjara. Betapa sedihnya orang tuamu, jika mengetahui anak perempuannya ingin menghabisi saudaranya sendiri, ha, ha, ha."
"Baiklah, apa mau mu?" terdengar suara Fani dalam keadaan tertekan dari telepon.
"Malam ini juga terbang ke Kota A. Datang ke Rumah Sakit Jepara," Emran menutup ponselnya.
Fani malam itu juga menuju Kota A. Fani sungguh sial, ada orang yang mengantongi bukti kejahatannya. Fani juga tidak tahu bantuan apa yang di maksud orang asing itu. Apa saja akan Fani lakukan, asalkan Fani tidak masuk penjara. Fani juga penasaran, dari mana orang itu mendapatkan bukti dan tahu bahwa dialah dalang dibalik kecelakaan itu.
Sejam perjalanan, akhirnya Fani tiba di Rumah Sakit Jepara. Fani bertemu dengan orang yang bernama Emran di lobby rumah sakit. Fani memandangi Emran.
"Gue ganteng ya? Sudah lah jangan terlalu dipandang, entar lu jatuh cinta," Emran menaikkan kedua kerah bajunya.
"Ih pede amat lu. Lu mirip seseorang tapi gue lupa," sahut Fani sinis.
"Karena lu sudah di sini. Gue minta tolong. Dokter bilang, Hani mendapatkan benturan sangat keras di kepalanya. Kemungkinan bisa amnesia. Gue ingin setelah Hani sadar, lu maki Hani, buat dia meninggalkan keluarga lu. Bukannya itu kemauan lu? Gunakan kesempatan ini untuk menjauhkan Hani!" Emran tersenyum mengejek.
"Apa setelah ini gue aman? Lu gak akan kasih tau orang lain bahwa gue yang menyuruh orang mencelakakan mereka?" Fani meminta kejelasan.
"Jika lu berhasil meyakinkan Hani dan membuat Hani tinggal bersama gue."
"Ok, deal."
Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam lift. Emran menekan tombol 4. Pintu lift menutup. Lift perlahan naik. Fani mencium bau busuk menyengat di dalam Lift.
"Eh, lu kentut ya?" Fani menutup hidungnya sembari matanya melototi Emran.
"Sembarangan nuduh. Lu kali yang berapa hari gak mandi," Emran juga menutupi hidungnya.
Semakin lama bau itu semakin menyengat. Fani dan Emran tidak tahan. Perut mereka mual, berasa pengen muntah. Lift berhenti di lantai 2. Pintu Lift kembali terbuka. Seorang wanita berbaju putih masuk dan dia membelakangi Fani dan Emran.
"Permisi Mba, apa gak cium sesuatu yang busuk?" tanya Fani.
Wanita itu tidak bersuara tapi dia menggelengkan kepalanya tanpa menolehkan wajahnya ke arah belakang.
"Eh Mba, awas! Di bawah kakinya banyak belatung!" tunjuk Fani.
Emran langsung melihat ke lantai. Ternyata di sekitar wanita yang baru masuk itu banyak sekali belatung yang bergelayutan. Emran memperhatikan sudut atas dan bawah Lift. Emran bingung dari mana belatung dan bau busuk ini berasal.
"Rumah sakit elit begini masa iya kurang kebersihan. Bau busuk dan belatung dari mana ini?" Emran masih menutup hidungnya.
"Eh Mba, gak nyium sama sekali ya? Apa Mbanya pasien di rumah sakit ini? Apa penciumannya bermasalah? Bau busuk menyengat banget lho ini Mba," kata Fani.
"Iya, saya gak bisa nyium. Karena saya gak punya hidung," jawab wanita itu
"Maksudnya?" tanya Emran.
Wanita itu menolehkan wajahnya ke belakang. Penampakan yang sangat menyeramkan dengan wajah rata tanpa mata, hidung, mulut. Wanita itu kemudian mengangkat rambutnya dengan kedua tangannya. Dan ternyata, punggung wanita itu bolong. Terlihat jelas organ dalam tubuhnya. Dan belatung-belatung itu keluar dari punggung wanita itu.
"Sekarang udah tau kan?" Wanita itu tertawa cekikikan.
Dan tiba-tiba saja lampu dalam lift berkedap-kedip kemudian mati. Lift pun berhenti beroperasi.
"AAAAAAAAAAAAA!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...