"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Makan enak...
Pagi itu, Karuna bangun lebih awal dari biasanya. Dengan mata yang masih sedikit berat karena kelelahan, ia mulai menyelesaikan pekerjaan rumah yang tertunda. Setelah membersihkan rumah kecilnya yang sederhana, ia mengumpulkan beberapa peralatan dan segera bersiap untuk bekerja. Ethan, anaknya yang kini berusia lima tahun, sudah tampak ceria di meja makan. Meskipun mereka hidup serba kekurangan, senyum Ethan selalu bisa membuatnya merasa ada harapan baru di setiap pagi.
Karuna melihat anaknya yang sedang makan sarapan dengan lahap, dan ia tersenyum kecil. “Ethan, setelah sarapan, kita langsung pergi ke proyek ya,” ujar Karuna dengan suara lembut.
Ethan menoleh, wajahnya berbinar. "Boleh, Ma! Ethan mau ikut Mama kerja!" serunya dengan penuh semangat. Ethan memang selalu ingin ikut ibunya bekerja di proyek bangunan, meskipun usia yang masih terlalu muda untuk mengerti kesulitan yang dihadapi Karuna.
Setelah sarapan, Karuna mengenakan pakaian kerjanya yang sudah sedikit lusuh, dan menyarungkan jaket pelindung untuk Ethan, agar ia tetap aman di lokasi kerja. Meskipun ini bukan tempat yang ideal untuk anak sekecil Ethan, Karuna tidak punya pilihan lain. Setiap hari, ia harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan mereka, dan terkadang, Ethan memang terpaksa ikut menemaninya.
Tiba di lokasi proyek, Karuna langsung menuju ke bagian yang harus ia bersihkan. Ia tahu, sebagai pekerja serabutan, ia sering diberi tugas yang lebih ringan—membersihkan sisa-sisa material, merapikan peralatan, dan membantu di bagian lain yang memungkinkan. Sementara itu, Ethan berjalan di sampingnya, memegang tangan Karuna erat-erat.
Saat Karuna sedang menyapu debu dan sisa material bangunan yang berserakan, matanya teralih melihat seseorang yang tiba-tiba muncul di ujung jalan proyek. Dirga.
Pria itu terlihat lebih rapi dari sebelumnya, mengenakan setelan kasual yang menunjukkan statusnya sebagai pemilik proyek. Karuna merasa sedikit canggung melihatnya, mengingat percakapan mereka yang semalam. Tidak lama setelah Dirga melihat Karuna, ia berjalan mendekat dengan senyuman yang sama hangatnya seperti yang ia ingat. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda dalam sikap Dirga—lebih penuh perhatian, lebih lembut, dan tampak peduli.
“Karuna,” Dirga menyapa dengan nada yang penuh perhatian. “Aku pikir aku bisa menemukan kamu di sini,” katanya sambil melirik ke sekitar, lalu matanya teralih ke Ethan yang sedang berdiri di samping Karuna, memandang mereka berdua dengan penasaran.
Karuna hanya mengangguk pelan, mencoba menjaga sikap seprofesional mungkin. “Ya, ini tempat aku bekerja sekarang,” jawabnya singkat, masih canggung.
Dirga menatap anak kecil di samping Karuna. “Ini Ethan, kan?” tanyanya dengan senyum hangat. “Dia sudah besar ya.”
Ethan tersenyum lebar, tampak sangat senang ketika ada orang yang memperhatikannya. “Iya, Uncle. Nama aku Ethan!” jawabnya ceria.
Dirga tertawa kecil, merasa kagum dengan sikap ceria Ethan yang tidak terpengaruh oleh kesulitan hidup. "Senang bisa bertemu denganmu, Ethan," katanya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman dan mengacak rambut anak itu dengan kasih sayang.
Ethan dengan antusias menyambut tangan Dirga, lalu Dirga kembali menatap Karuna. “Karuna, aku bawa sesuatu untuk kalian berdua,” ujar Dirga, sambil mengeluarkan tas dari mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana. Dari dalam tas itu, Dirga mengeluarkan beberapa kotak makanan dan jajanan ringan. "Aku tahu kalian pasti belum sempat makan siang, jadi aku bawa makanan untuk kalian."
Karuna terkejut. Sebagai seorang ibu, ia sering kali tidak punya waktu untuk makan dengan tenang, apalagi ketika bekerja di proyek seperti ini. Ia sering makan seadanya, atau bahkan menunda makan untuk sementara demi memastikan Ethan makan terlebih dahulu. Namun, Dirga ternyata memperhatikan hal itu.
“Dirga, ini… terlalu banyak,” kata Karuna, sedikit merasa sungkan. “Terima kasih, tapi kamu tidak perlu repot-repot begitu.”
Dirga tersenyum sambil menatap Karuna dengan penuh pengertian. “Tidak masalah, Karuna. Aku cuma ingin memastikan kalian mendapatkan sesuatu yang layak dimakan. Aku tahu pekerjaanmu pasti sangat berat, apalagi dengan Ethan di sini.”
Ethan, yang sejak tadi hanya diam dan memperhatikan percakapan mereka, langsung berseru kegirangan. “Yay! Makan!” serunya, melompat-lompat senang.
Karuna tertawa kecil melihat kelakuan Ethan yang begitu polos. Ia merasa bersyukur memiliki anak yang selalu bisa membawa kebahagiaan, meski dalam keadaan yang sulit sekalipun. Namun, di sisi lain, hatinya merasa berat. Dia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa hidupnya memang tidak mudah.
Dirga membuka beberapa kotak makanan dan menunjukkan isinya kepada Karuna dan Ethan. “Ini ada nasi goreng, mie ayam, dan beberapa jajanan. Semoga kalian suka.”
Ethan dengan cepat mengambil satu kotak dan membukanya. Matanya berbinar saat melihat nasi goreng yang masih hangat di dalam kotak. “Wah, enak banget!” ujarnya sambil mengambil suap pertama.
Karuna menatap makanan itu dengan sedikit rasa haru. Makanan enak seperti itu jarang sekali mereka nikmati semenjak perpisahan nya dengan Damian. Untuk beberapa saat, mereka hidup dengan sangat sederhana. Meskipun tidak nyaman, Karuna selalu berusaha membuat Ethan merasa aman dan bahagia. Namun, saat melihat makanan yang dibawa Dirga, ia merasa sedikit terharu. Mungkin, ada hal-hal kecil seperti ini yang bisa membuat hidupnya terasa lebih ringan, meskipun ia tahu bahwa ia tidak bisa bergantung pada bantuan orang lain.
“Terima kasih, Dirga,” kata Karuna akhirnya dengan suara yang penuh terima kasih. “Kamu baik sekali. Kami benar-benar menghargainya.”
Dirga hanya tersenyum, mengangguk pelan. “Aku hanya ingin membantu, Karuna. Tidak ada salahnya kan? Lagipula, aku tahu betapa beratnya pekerjaan ini.”
Setelah mereka makan bersama sejenak, Dirga memandang Karuna lagi dengan mata yang lebih dalam. “Karuna, aku tahu ini mungkin tidak mudah untukmu, tetapi jika ada sesuatu yang bisa aku bantu—entah itu pekerjaan atau apapun—aku di sini. Jangan ragu untuk menghubungiku.”
Karuna menunduk, merasa terperangkap dalam kata-kata itu. Ia ingin menolaknya, merasa malu dan canggung, namun di sisi lain, ia tahu bahwa hidupnya tidak akan bisa terus seperti ini. Setiap harinya adalah perjuangan untuk bertahan hidup. “Aku… akan ingat itu, Dirga. Terima kasih.”
Dirga tersenyum lagi, meskipun ada sedikit kekhawatiran di matanya. “Aku berharap kamu dan Ethan bisa hidup lebih baik ke depannya.”
Setelah percakapan singkat itu, Dirga berpamitan dan pergi meninggalkan mereka berdua. Karuna menatap kepergiannya, merasa perasaan yang campur aduk. Mungkin ia tidak bisa menerima tawaran Dirga sekarang, namun ada satu hal yang pasti—bantuan yang ia berikan membuatnya merasa sedikit lebih ringan.
Ethan yang sedang asyik makan menoleh ke ibunya. “Mama, nanti kita bisa makan ini lagi ya?”
Karuna tersenyum lembut, mengusap rambut Ethan dengan penuh kasih sayang. “Iya, sayang. Nanti kita bisa makan yang enak lagi.”
Ethan hanya mengangguk dan kembali melanjutkan makannya, sementara Karuna menatapnya dengan penuh cinta. Hari ini mungkin terasa sedikit lebih baik daripada hari-hari sebelumnya. Tetapi, ia tahu masih banyak perjuangan yang harus dihadapi. Namun, untuk Ethan, ia akan terus berjuang, apapun yang terjadi.