Membaca novel ini mampu meningkatkan imun, iman dan Imron? Waduh!
Menikah bukan tujuan hidup Allan Hadikusuma. Ia tampan, banyak uang dan digilai banyak wanita.
Hatinya telah tertutup untuk hal bodoh bernama cinta, hingga terjadi pertemuan antara dirinya dengan Giany. Seorang wanita muda korban kekerasan fisik dan psikis oleh suaminya sendiri.
Diam-diam Allan mulai tertarik kepada Giany, hingga timbul keinginan dalam hatinya untuk merebut Giany dari suaminya yang dinilai kejam.
Bagaimana perjuangan Allan dalam merebut istri orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BSMI 17
Tubuh Giany gemetar ketakutan saat menyadari Desta berada di ambang pintu. Ia tidak lagi berani mengangkat kepala untuk sekedar menatap suaminya itu.
Melihat Giany hendak keluar dari rumah dengan menyeret sebuah koper membuat Desta naik pitam.
“Jadi kamu mau pergi dari rumah tanpa meminta izin dari suami kamu?”
“Aku mau pergi saja, Mas. Lagi pula bukankah setelah ini Mas Desta akan menceraikan aku?”
Desta melangkah masuk, sehingga Giany mundur beberapa langkah. “Tapi sampai detik ini aku belum menceraikan kamu, artinya kamu belum boleh pergi dari rumah ini. Ngerti?”
Tubuh Giany semakin gemetar saat Desta mencengkram lengannya kuat-kuat. Satu tangannya meraih koper milik Giany dengan paksa dan saat itu juga melemparnya ke sudut ruangan. Ia menarik Giany menuju tangga.
Didorong oleh rasa sakit dan kecewa akan perlakuan Desta selama ini, Giany memberanikan diri menghempas genggaman Desta kuat-kuat. Kemudian segera berlari menuju pintu, namun secepat kilat Desta kembali meraih tubuhnya.
“Lepaskan aku, Mas!” teriak Giany sambil memberontak, berusaha melepas cengkraman Desta.
Plak Plak!
Dua tamparan keras kembali mendarat di kedua pipi Giany. Darah menetes di sudut bibirnya.
“Dengar, Giany … Aku tidak akan pernah melepaskan kamu sampai kapan pun. Tempat mu adalah di rumah ini. Dan satu hal lagi, aku tidak akan pernah menceraikan kamu, karena kamu hanya milikku!”
"Tidak, Mas. Aku sudah tidak kuat sama kamu. Tolong biarkan aku pergi."
"Tidak akan!"
Setelahnya, Desta menyeret Giany menuju sebuah ruangan. Bibi Sum yang hanya menjadi penonton. Wanita paruh baya itu tak dapat berbuat apa-apa selain menangisi Giany. Sebab, semakin dirinya membela, semakin kejam Desta memperlakukan istrinya seperti hari-hari sebelumnya.
Entah untuk kesekian kalinya, tangisan, teriakan dan raungan kesakitan dari Giany menggema. Namun Desta seakan telah gelap mata. Tangannya begitu ringan memukuli seseorang yang seharusnya ia jaga dengan jiwa dan raga.
Desta mendorong Giany hingga terhuyung ke lantai. Kepalanya membentur lemari. Desta melangkah mendekat, membuat Giany perlahan mundur.
Tiba-tiba ...
Bugh!
Desta terhempas ke lantai. Giany baru saja menghantamkan pemukul baseball yang ia temukan di sudut lemari. Pukulannya tepat mengenai bagian punggung leher suaminya itu.
Tak ingin kehilangan kesempatan, Giany segera membuka pintu ruangan itu dan berlari keluar. Bibi Sum yang masih berada di depan kamar, segera mendekati Giany.
“Cepat pergi dari sini, Mbak. Bibi akan coba menghalangi Den Desta,” ucap Bibi Sum sembari meletakkan beberapa lembar uang ke genggaman Giany.
Giany menatap lembaran uang yang diberikan Bibi Sum kepadanya. Ia tahu uang itu adalah gaji Bibi Sum bulan itu yang ingin ia kirimkan untuk anak-anaknya di kampung. Air mata Giany kembali berderai mengingat kebaikan Bibi Sum kepadanya selama ini. Ia mengembalikan uang itu ke tangan Bibi Sum.
“Mbak Giany, ambil ini! Mbak Giany butuh ini untuk pergi. Ini sudah malam, Mbak!”
“Jangan, Bibi. Anak Bibi juga butuh untuk makan sehari-hari. Aku tidak apa-apa.” tanpa menunggu lagi, Giany segera berlari keluar.
“Giany, awas kalau kamu berani keluar dari rumah ini!” teriak Desta dengan susah payah.
Tanpa peduli dengan teriakan Desta, dengan sisa tenaganya Giany berlari keluar. Langkahnya terseok-seok hingga tiba di depan gerbang. Tampak Pak Mulyo berdiri tepat di sana.
Pria paruh baya itu menatap Giany dari ujung kaki ke ujung kepala. Tubuh gemetar ketakutan, rambut acak-acakan, pakaiannya sobek di beberapa bagian. Darah menetes di sudut bibirnya, berikut beberapa luka lebam di wajah. Melihat semua itu, sepasang netra Pak Mulyo pun dipenuhi cairan bening. Begitu iba dengan kondisi Giany.
Pak Mulyo bukan tidak ingin membela Giany jika dipukuli suaminya. Ia sudah pernah beberapa kali mencoba memperingatkan Desta. Namun, setiap kali melakukannya, Desta akan semakin kejam memukuli istrinya.
Giany kembali menoleh ke arah pintu karena takut jika Desta menyusul keluar. Ia sudah tidak sanggup untuk berkata-kata, namun tatapannya yang memelas membuat Pak Mulyo merasa tak tega.
Pak Mulyo pun segera meraih kunci gerbang dan membukanya. Terserah akan semarah apa Desta nanti. Yang terpenting adalah keselamatan Giany.
“Cepat lari, Mbak! Biar Pak Desta saya yang halangi,” ucap Pak Mulyo.
Tanpa menunggu lagi, Giany segera berlari keluar saat melihat Desta muncul dari balik pintu dan berusaha mengejarnya.
“Pak Mulyo, kenapa gerbangnya dibuka?” bentak Desta.
Pak Mulyo tidak menjawab. Ia berusaha menghalangi Desta yang ingin mengejar Giany, namun Desta yang sedang dipenuhi amarah itu mendorongnya hingga terhempas.
Sementara Giany terus berlari dengan langkah sempoyongan. Ia hampir kehabisan tenaga, belum lagi pergelangan kaki kirinya masih terbalut perban.
Di belakang sana Desta terus mengejarnya. Entah akan bersembunyi dimana agar terbebas dari kejaran suaminya yang kejam itu. Yang Giany tahu, ia harus terus berlari menghindari kejaran Desta.
Hingga tiba di sebuah jalan yang cukup sepi, Giany sudah tidak ada daya untuk berlari. Berteriak meminta tolong pun percuma, tidak akan ada yang mendengar. Hari sudah gelap. Rasa lelah dan sakit menyatu di dalam tubuhnya.
Haruskah ia menyerah dan membiarkan Desta menemukannya?
Giany terus melangkah dengan tenaga yang tersisa. Hingga sekeliling terasa berputar dalam pandangannya. Ia akan ambruk, namun sepasang tangan kokoh menariknya. Memeluk dengan erat.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻