Novel ini berkisah tentang kehidupan seorang gadis jelita bernama Alea, yang kehilangan kebahagiaan semenjak kepergian ibundanya
Hingga ayahnya memutuskan untuk menikahi seorang janda dengan harapan mengembalikan semangat hidup putri tersayangnya
Namun alih-alih mendapat kebahagiaan dan kasih sayang seorang ibu, hidup Alea semakin rumit karena dia dipaksa oleh ibu tirinya menikahi seorang pria dingin di umurnya yang masih belia
Akankah Alea bisa menemukan kebahagiaannya bersama suami pilihan ibu tirinya yang kejam?
Yuk... Simak terus cerita hidup Alea...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
20 Tahun yang lalu, saat pertama kali Mahesa bertemu dengan bayi mungil berambut pirang. Kulitnya putih bersih dengan mata biru yang berbinar-binar. Ya, bayi mungil itu adalah Mahira atau yang biasa disapa Ira. Ayah Mahesa menikah dengan seorang janda Jerman beranak satu dan memboyong mereka semua ke Indonesia.
Saat itu Mahesa bukan main senangnya mendapat seorang adik baru yang sangat cantik. Dimatanya Ira terlihat lebih mirip barbie yang di pajang di kaca etalase tatkala dia berkunjung ke sebuah toko mainan. Seingat Mahesa, awal bayi itu datang, ibu sambungnya selalu memanggilnya dengan nama "Allice". Namun karena Ayah ingin mereka menetap di Indonesia, Ayah mengubah namanya menjadi Mahira. Sedikit mirip dengan namanya saat ini.
Mahesa menjadi cukup akrab dengan adik tirinya. Dia menjelma menjadi seorang kakak yang siap siaga melindungi adiknya saat beberapa anak mulai membully Ira yang terlihat berbeda dari kebanyakan anak-anak pribumi lainnya. Banyak sekali olok-olokan yang mereka lontarkan pada Ira kala itu.
"Si rambut pirang"
"anak aneh"
"alien"
Tak jarang Ira merasa minder dan sering menangis, mengadu pada kakaknya. Mahesa sering terlibat perkelahian dengan teman-teman satu sekolahnya hanya untuk melindungi sang adik. Agar mereka berhenti mengolok-ngolok Ira.
Beberapa tahun mulai berlalu, Mahira tumbuh menjadi seorang anak yang sangat cantik. Dia yang dulu dicap aneh oleh teman-teman sebayanya kini sedikit demi sedikit mulai terpesona melihat kecantikan yang ada pada diri Mahira. Tak terkecuali juga dengan Mahesa, sebagai seorang kakak dia juga merasa bahwa adiknya tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik jelita.
Ibu sambungnya pun sangat baik badannya, tidak membeda-bedakan antara Mahira ataupun Mahesa. Mereka berdua mendapatkan kasih sayang yang sama dari kedua orang tua mereka. Sehingga Mereka terlihat benar-benar selayaknya saudara kandung, meski wajah mereka sangat jauh berbeda.
Namun dalam hati kecil Mahira ada gelenyar aneh yang dia rasakan saat bersama kakak tirinya. Dadanya selalu berdebar tatkala sang kakak menatap wajahnya. Perasaan yang aneh, yang tidak mampu dia gambarkan melalui kata-kata. Dia mulai merasa cemburu saat Mahesa dekat dengan sorang perempuan. Meski hanya sebatas teman, namun tetap saja Mahira lebih senang jika dia jadi satu-satunya perempuan yang dekat dengan kakaknya.
...****************...
Siang itu Mahesa sedang terlelap tidur dikamarnya dia tidak masuk sekolah karena seharian itu dia sedang batuk dan demam. Mahira yang baru pulang sekolah tak sengaja melewati kamar kakaknya itu, pintunya setengah terbuka, membuatnya leluasa mengintip dari luar apa gerangan yang sedang dilakukan oleh kakaknya.
Tanpa sadar kakinya melangkah maju, masuk kedalam kamar Mahesa. Dilihatnya Mahesa yang sedikit pucat tengah tertidur lelap.
"Masih panas" Gumam Mahira seraya menempelkan telapak tangannya pada dahi sang kakak.
Lamat-lamat dia memandangi wajah rupawan kakaknya.
"Tampan"
"Sangat tampan"
Tak heran jika disekolah kakaknya selalu menjadi rebutan para gadis, apalagi kakaknya anak yang sangat supel san tergolong murid yang cerdas. Ah... Tidak ada cacatnya sama sekali.
Tanpa sadar Mahira mulai mendekatkan wajahnya hingga berada tepat di hadapan wajah Mahesa, sampai-sampai dia bisa merasakan hembusan nafas Mahesa. Dadanya bergemuruh kencang, dia menelan ludah berkali-kali. Mahira sangat gugup, dia memejamkan kedua matanya dan mulai mendekatkan bibirnya hendak mencium bibir Mahesa.
Cup
Mahira mengerjap-ngerjapkan mata birunya, jantungnya berdetak keras seperti akan melompat dari tempatnya. Kemudian dia kembali beringsut maju, hendak mencium bibir Mahesa untuk kedua kalinya.
'BRAKK'
"IRA!!!"
Namun tiba-tiba saja, Mahira tersentak kaget mendengar gebrakan di pintu masuk.
"Ayah..." Ira beringsut mundur, wajahnya seketika berubah pucat pasi.
Ayah yang memergoki Ira sedang berusaha mencium Mahesa merasa benar-benar marah, wajahnya merah padam menahan amarah.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Ayah membentak Ira dengan sangat keras, membuat Ira gemetar ketakutan.
"A-aku cuma..." Ira menundukkan kepalanya sambil gemetaran, dia tidak berani menatap mata ayah sama sekali.
Mahesa yang mendengar keributan itupun terbangun. Masih dengan keadaannya yang lemas dia beringsut dari atas kasurnya.
"Ada apa ayah? Kenapa ayah membentak Ira?" tanya Mahesa kebingungan sambil memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.
Mahira masih gemetar ketakutan, air matanya mulai menetes dari ujung netranya yang biru. Namun ayah yang kemarahannya masih memuncak seketika menghampiri Ira dengan langkahnya yang lebar, kemudian menyeretnya keluar tanpa memperdulikan Mahesa yang tengah kebingungan sambil berusaha merebut tangan Ira dari cengkraman ayahnya.
Sejak saat itulah, ayah sudah terlanjur kecewa dengan perbuatan Ira yang sudah dia anggap sebagai putri kandungnya sendiri.
Dengan pemikiran yang matang ayah kemudian memilih untuk memisahkan Ira dengan Mahesa dengan mengirimkan Ira ke Australia untuk meneruskan sekolahnya disana meski Mahesa mencoba untuk menentang keputusan ayah. Namun apa boleh dikata, keputusan sang ayah sudah bulat tidak bisa dirubah begitu saja.
Ibu yang notabene nya sangat menyayangi Ira mau tidak mau harus mengikhlaskan putri semata wayangnya untuk menuntut ilmu di negara tetangga.
Sampai beberapa tahun kemudian, kedua orang tua mereka mengalami insiden kecelakaan tunggal, dan dinyatakan tidak selamat dalam tragedi itu.
Kematian sang ayah yang secara tiba-tiba memaksa Mahesa untuk menggantikan kursi kepemimpinan perusahaan yang tengah berkembang pesat milik keluarga mereka.
...****************...
"Apa kau sudah yakin dengan keputusanmu itu Ra?"
Ira hanya mengangguk pelan mendengar petanyaan dari kakaknya. Dia masih merasa malu dan canggung saat berhadapan dengan Mahesa. Apalagi perasaannya terhadap Mahesa belum juga surut hingga saat ini.
"Apa tidak lebih baik kau meneruskan S2 mu di Aussie Ra? Setidaknya sedikit lebih dekat daripada Jerman" Alea menimpali dengan polosnya.
Mahesa hanya bisa terkekeh perlahan mendengar pernyataan yang keluar dari mulut istri bocahnya itu.
Ira hanya tersenyum getir sembari mengemasi barang-barangnya kedalam koper besar miliknya. Keputusannya untuk melanjutkan S2 nya di Jerman sudah bulat. Dia tidak mau berpikir terlalu lama, atau dia akan berubah pikiran mengingat disana dia sudah tidak memiliki siapapun.
"Aku akan baik-baik saja disana" Ira berusaha meyakinkan keduanya.
Lusa dia sudah harus berangkat pergi ke Jerman dan dia hendak menetap disana berharap dia bisa move on dan melupakan cintanya pada kakak tirinya, Mahesa.
"Kak, apa kita bisa bicara berdua saja?" Ira mendongak menatap Mahesa.
"Tentu saja bisa" Mahesa menjawab sedikit ragu, takut jika jawabannya membuat sakit hati Alea yang saat ini sedang berdiri disampingnya.
Alea mencoba untuk mengerti, dia beranjak pergi meninggalkan ruangan tanpa harus diminta terlebih dahulu meninggalkan Ira dan Mahesa berdua saja. Lagipula lusa Ira sudah harus meninggalkan Indonesia, jadi apa lagi yang harus dia khawatirkan tentang iparnya itu.
.
.
tapi gapapalah, kan suami sendiri 🤭🤭
joss banget ceritanya /Drool//Drool/