Shakila Anara Ainur adalah gadis yang sedang dalam proses hijrah.
Demi memenuhi permintaan wanita yang sedang berjuang melawan penyakitnya, Shakila terpaksa menjadi istri kedua dai muda bernama Abian Devan Sanjaya.
Bagaimana kehidupan Shakila setelah menikahi Abian? ikuti terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Alquinsha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Siapa wanita itu?
Abian membawa beberapa kantung belanjaan dan bertemu Shakila yang saat itu sedang makan brownies di ruang makan.
"Loh, mas? bukannya mas bilang ada kerjaan? kenapa mas pulang bawa belanjaan?"
Shakila langsung berhenti makan brownies saat melihat suaminya kesusahan membawa kantung belanja. Ia dengan sigap membantu membawakan sebagian kantung belanja yang suaminya bawa.
"Iya, tidak ada orang yang bisa diminta tolong di kantor. Jadi mas sendiri yang mengantarkan belanjaannya," jawab Abian sambil meletakkan kantung belanjaan keatas meja dapur.
Abian memiliki alasan tersendiri tidak membiarkan karyawan laki-lakinya mengantarkan belanjaan ke rumahnya. Bukan karena posesif, tapi demi melindungi istrinya dari segala fitnah yang mungkin terjadi.
"Mas tidak bisa lama-lama, ada meeting habis ini. Mas harus segera kembali ke kantor."
"Baiklah," ucap Shakila mengerti kesibukan suaminya.
Shakila hanya tidak mengerti mengapa suaminya harus repot-repot belanja, padahal suaminya memiliki dua istri yang bisa membantunya untuk belanja.
"Hati-hati, mas. Jangan ngebut bawa mobilnya."
"Iya, sayang. Mas mau langsung kembali ke kantor sekarang," Abian mengakhiri kalimatnya dengan mencium kening Shakila.
"Oh ya, dimana Zahra?" tanya Abian saat tidak menemukan istri pertamanya disana.
"Mba Zahra sedang istirahat di kamar bersama Khansa, mas," jawab Shakila.
"Oh yasudah, mas pergi ya?"
"Iya hati-hati, mas."
"Iya, sayang," Abian untuk kedua kalinya memanggil Shakila dengan sebutan sayang.
Abian sadar dan memang sengaja memanggil Shakila sayang. Karena Shakila sudah menjadi bagian dari perempuan-perempuan yang Abian sayangi.
Sebelum benar-benar pergi, Abian melihat kotak brownies milik Shakila di meja makan dan tersenyum melihat browniesnya yang tersisa sedikit.
"Mas mau browniesnya?" tawar Shakila melihat suaminya memandangi browniesnya.
"Iya, tolong suapi mas satu potong saja," pinta Abian menatap Shakila.
"Baiklah," Shakila menuruti Abian dan menyuapi satu potong brownies ke dalam mulut suaminya itu.
"Browniesnya enak kan, mas?" tanya Shakila meminta pendapat tentang browniesnya.
Abian mengunyah sebentar brownies di dalam mulutnya kemudian menelannya, "hem, enak. Kamu suka?"
"Iya, aku suka."
"Nanti mas belikan lagi untuk kamu," Abian kembali berpamitan dan mencium kening Shakila sebelum pergi.
Shakila yang mendapat perlakuan manis dari suaminya seperti itu tidak bisa menyembunyikan senyumannya.
"Tidak salah kan kalau aku mencintai suamiku sendiri?"
-
-
Hari selasa pagi Shakila pergi ke butik setelah mendapatkan izin dari Abian. Tapi Ia tidak dibiarkan pergi sendiri, ada Adam yang diutus Abian untuk menemaninya dan menjadi supir pribadinya.
"Maaf merepotkanmu," ucap Shakila merasa tidak enak terhadap adik iparnya.
Shakila sudah meminta supaya Adiba saja yang menemaninya ke butik karena mereka sama-sama perempuan, tapi Abian tidak memberi izin dan malah menyuruh Adam menemani Shakila.
Keluarga Abian memiliki standar tersendiri dalam hal menjaga perempuan di keluarga mereka. Tidak ada perempuan dalam keluarga mereka yang dibiarkan pergi tanpa didampingi mahram laki-lakinya.
Abian ingin mengantar Shakila ke butik, tapi masalahnya hari ini bentrok dengan jadwal Zahra kemoterapi. Sehingga terpaksa Abian meminta Adam menggantikannya mengantar Shakila.
"Tidak apa-apa, mba. Kita sudah menjadi keluarga sekarang," Adam tersenyum sambil melirik kearah spion menatap Shakila yang duduk di bangku belakang.
Sebesar itu rasa cinta dan hormat Adam terhadap perempuan yang sekarang sudah menjadi kakak iparnya ini. Ia bahkan tidak membiarkan Shakila untuk sekedar duduk di sampingnya.
Adam tidak keberatan jika mereka terlihat seperti supir dan majikan, yang terpenting adalah dirinya bisa menjaga kehormatan Shakila sebagai perempuan yang sudah menikah.
"Mas Abian bilang aku harus menunggu mba dan mengantar mba kembali ke rumah," ucap Adam tepat setelah mobilnya berhenti di depan butik Shakila.
"Tapi bukankah kamu harus ke resto? tanya Shakila merasa tidak enak jika Adam harus menunggunya dan mengantarkannya pulang.
"Tidak apa-apa, tidak akan ada yang memarahiku jika aku terlambat datang ke resto," Adam melemparkan senyumannya kearah kaca spion.
Jika diperhatikan, perbedaan Adam dengan Abian hanya terletak dari tahi lalat mereka. Abian memiliki tahi lalat di dekat mata, sementara Adam diatas bibirnya.
Tapi jika lebih diperhatikan lagi, Adam memiliki wajah manis, sementara Abian memiliki fitur wajah yang tegas. Hidung mereka sama-sama mancung dan mereka juga sama-sama tampan.
"Oh ya, mba Zahra kemungkinan harus menginap di rumah sakit. Nanti setelah ini kita jemput Khansa ya?" ucap Adam membuat Shakila buru-buru mengalihkan pandangannya dari kaca spion.
Shakila langsung beristighfar dalam hati. Bisa-bisanya tadi Ia memandangi laki-laki lain selain suaminya dan itu adik suaminya sendiri.
"Iya, mba turun dulu," Shakila bergegas turun dari mobil daripada nanti Ia kembali memandangi wajah adik iparnya.
Adam yang menyadari tadi kakak iparnya memandangi wajahnya dari spion tersenyum. Bukan senang dipandang perempuan yang Ia cintai, tapi tersenyum karena setelah memandangnya kakak iparnya itu langsung membuang mukanya.
Shakila memakai burqa seperti biasanya karena sedang berada diluar rumah, tapi Adam bisa melihatnya dari gerak-geriknya. Kakak iparnya pasti sedang berusaha menjaga hati kakaknya.
Setelah menyelesaikan urusannya di butik, Shakila kembali masuk ke dalam mobil. Tapi kali ini Shakila terlihat membawa sebuah buku dan membaca buku itu selama perjalanan menuju rumah sakit untuk menjemput Khansa.
"Bagaimana aku tidak mencintai perempuan ini, ya Allah. Setiap hal yang dia lakukan selalu membuatku kagum dan jatuh pada pesonanya. Padahal aku belum pernah sekalipun melihat wajahnya," Adam mengadukan hal itu kepada Allah melalui hatinya.
Adam selalu mengagumi setiap hal yang Shakila lakukan karena Shakila bukan perempuan yang baik dalam cara berpakaiannya, tapi perilaku dan akhlaknya juga baik.
"Kamu mau ikut masuk ke dalam?" tanya Shakila saat mobil mereka sudah berhenti di depan rumah sakit tempat Zahra kemoterapi.
"Iya, biar nanti aku yang gendong Khansa," Adam melepaskan sabuk pengamannya.
Bukan hanya Shakila yang berusaha menjaga pandangannya dari Adam, tapi Adam pun melakukan hal serupa terhadap Shakila.
-
-
"Kenapa kamu tidak memberitahu kami kalau Zahra sakit?" pertanyaan itu seorang wanita paruh baya lontarkan pada Abian di depan ruangan Zahra.
Shakila yang melihatnya bingung karena Ia belum pernah melihat wanita paruh baya itu.
"Siapa wanita itu?" tanya Shakila pada Adam yang berjalan di hadapannya.
Adam sama seperti Abian, berjalan di depan saat sedang berjalan bersama perempuan. Meskipun Adam dan Shakila saudara ipar, tapi kedudukannya sama seperti orang lain dan ada beberapa hal yang tidak boleh dilanggar oleh mereka.
"Maaf, Zahra menyuruh saya-"
Plak!
Suara tamparan itu terdengar memekakkan telinga. Shakila melihat suaminya sendiri ditampar di hadapannya oleh wanita paruh baya yang tidak Shakila kenal.
"Bisa-bisanya kamu menyalahkan Zahra disaat Zahra sedang berjuang melawan penyakitnya!" bentak wanita paruh baya itu setelah menampar Abian.
"Bukan seperti itu maksud saya, umi."
"Diam!" wanita yang dipanggil umi itu menyela dengan raut wajah emosi.
trus lanjutan sugar mommy knp gk lanjut kk