Debi menuruni jalan setapak yang menuju rumahnya dengan langkah cepat. Matahari mulai tenggelam, memberi warna keemasan di langit dan menyinari tubuhnya yang lelah setelah perjalanan panjang dari Sarolangun. Hawa desa yang sejuk dan tenang membuatnya merasa sedikit lebih ringan, meskipun hatinya terasa berat. Liburan semester ini adalah kesempatan pertama baginya untuk pulang, dan meskipun ia merindukan rumah, ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan setiap kali memikirkan Ovil.
Debi sudah cukup lama tinggal di Sarolangun, bersekolah di sana sejak awal tahun ajaran baru. Sekolah di kota jauh berbeda dengan kehidupan di desa yang sudah dikenalnya. Di desa, segalanya terasa lebih sederhana. Namun, setelah dua tahun menjalani kehidupan kota, ia merasa bahwa dirinya sudah mulai terbiasa dengan keramaian dan rutinitas yang cepat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Debi Andriansah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ujian kesetiaan
Hubungan Debi dan Ovil kini kembali terjalin. Meski perjalanan mereka telah melewati banyak rintangan, keduanya bertekad untuk menjaga hubungan ini dengan lebih dewasa dan penuh kepercayaan. Namun, cinta yang mereka miliki segera diuji oleh kehadiran sosok lama yang kembali hadir: Kapit.
Kapit, teman lama Debi, kembali ke Sarolangun setelah lama pergi merantau. Ia membawa cerita kesuksesan dari usahanya di kota besar, yang membuat banyak orang kagum. Saat bertemu Debi, Kapit menunjukkan ketertarikannya yang lebih dari sekadar teman.
“Deb, aku dengar kamu sekarang sama Ovil,” ujar Kapit saat mereka bertemu di sebuah kafe. “Tapi, apa kamu yakin dia bisa memberi masa depan yang baik untukmu?”
Debi menatap Kapit dengan tatapan tajam. “Kapit, aku nggak pernah menilai seseorang dari itu. Yang penting adalah perjuangan dan cinta yang tulus.”
Namun, Kapit tak menyerah. Ia mulai sering menghubungi Debi dengan berbagai alasan, baik untuk sekadar bertanya kabar maupun mengajak bertemu. Ovil mulai menyadari perubahan ini.
---
Percikan Konflik
Suatu malam, Ovil dan Debi duduk bersama di sebuah taman. Mereka membicarakan rencana masa depan, tetapi tiba-tiba ponsel Debi berdering. Nama Kapit muncul di layar.
“Deb, kenapa Kapit sering banget hubungin kamu?” tanya Ovil dengan nada tenang, meskipun jelas terlihat ada kecemasan di matanya.
Debi mencoba menjelaskan. “Dia cuma teman lama, Vil. Mungkin dia butuh bantuan.”
Namun, Ovil tidak sepenuhnya yakin. “Aku nggak mau menyalahkan, tapi aku juga nggak bisa bohong kalau aku nggak nyaman. Kapit itu dulu sering suka sama kamu, kan?”
Debi terdiam. Ia tahu Ovil punya alasan untuk merasa khawatir, tetapi ia juga merasa tidak adil jika dirinya disalahkan atas perhatian yang diberikan Kapit.
“Vil, aku hanya mencintai kamu. Kamu harus percaya itu,” kata Debi akhirnya.
“Aku percaya sama kamu, Deb. Tapi aku nggak percaya sama Kapit.”
---
Kapit Memperlihatkan Niatnya
Beberapa hari kemudian, Kapit mengajak Debi bertemu lagi. Kali ini, ia tidak lagi menyembunyikan niatnya.
“Debi, kamu tahu aku selalu punya perasaan sama kamu, bahkan sebelum kamu dengan Ovil. Aku bisa memberimu kehidupan yang lebih baik, lebih nyaman. Apa kamu nggak pernah mempertimbangkan itu?”
Debi menatap Kapit dengan dingin. “Kapit, aku menghargai persahabatan kita, tapi aku tidak pernah melihatmu lebih dari itu. Aku mencintai Ovil, dan aku yakin dengan pilihanku.”
Namun, Kapit tetap bersikeras. Ia bahkan mulai menyebarkan cerita bahwa Debi masih memiliki hubungan spesial dengannya, membuat beberapa teman mereka mulai bergosip.
---
Kemarahan Ovil
Kabar itu akhirnya sampai ke telinga Ovil. Ia marah bukan karena tidak percaya pada Debi, tetapi karena merasa harga dirinya direndahkan oleh Kapit.
“Kapit sudah kelewatan,” kata Ovil kepada Ras dan Redi. “Aku nggak peduli dia teman lama atau siapa pun. Kalau dia terus ganggu Debi, aku nggak akan tinggal diam.”
Ras mencoba menenangkan Ovil. “Vil, aku tahu kamu marah, tapi jangan sampai emosi menguasai. Kamu harus bicara baik-baik dengan Debi dulu.”
Namun, emosi Ovil memuncak saat ia melihat Kapit dan Debi berbicara di depan rumah Debi. Tanpa pikir panjang, ia menghampiri mereka.
“Kapit, aku nggak tahu apa tujuanmu, tapi aku nggak akan biarkan kamu ganggu hubungan kami!” ujar Ovil dengan nada tinggi.
Debi segera berdiri di antara mereka, mencoba meredakan situasi. “Vil, tenang! Aku sudah bilang sama Kapit bahwa aku tidak tertarik padanya. Tolong, jangan buat ini lebih buruk.”
Namun, Kapit justru memancing emosi Ovil lebih jauh. “Kalau kamu yakin Debi hanya milikmu, buktikanlah. Aku punya lebih banyak hal untuk ditawarkan.”
Ovil mengepalkan tangan, tetapi akhirnya memilih pergi sebelum situasi semakin memanas. Debi mengejarnya.
---
Kepercayaan yang Kembali Diuji
Di jalan, Debi mencoba menjelaskan segalanya pada Ovil. “Vil, aku tahu ini sulit untukmu, tapi aku butuh kamu percaya padaku. Aku nggak pernah sedikit pun berpikir untuk meninggalkanmu, apalagi untuk Kapit.”
Ovil berhenti dan menatap Debi. “Aku percaya sama kamu, Deb. Tapi aku nggak tahu apakah aku cukup kuat menghadapi semua ini. Kapit tahu bagaimana memprovokasi.”
Debi menggenggam tangan Ovil. “Kita bisa melewati ini bersama, Vil. Jangan biarkan orang lain menghancurkan apa yang sudah kita bangun.”
Malam itu, mereka berdua sepakat untuk lebih saling terbuka dan mendukung. Ovil tahu bahwa cinta mereka layak diperjuangkan, meskipun banyak rintangan yang menghadang.
---
Rencana Akhir untuk Kapit
Debi akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah tegas terhadap Kapit. Dengan bantuan Ras dan Redi, ia merancang sebuah rencana untuk membuat Kapit mundur tanpa merusak hubungan persahabatan mereka.
Apakah rencana itu berhasil? Bagaimana reaksi Kapit? Semua akan terjawab di bab berikutnya, di mana cinta, kepercayaan, dan keberanian diuji sekali lagi.
