Menceritakan tentang Naomi, seorang istri yang dijual oleh suaminya sendiri untuk membayar hutang. Dia dijual kepada seorang pria tua kaya raya yang memiliki satu anak laki-laki.
"Dia akan menjadi pelayan di sini selama 5 tahun, tanpa di bayar." ~~ Tuan Bara Maharaja.
"Bukankah lebih baik jika kita menjualnya untuk dijadikan PSK?" ~~ Gama Putra Maharaja.
Bagaimana nasib Naomi menjadi seorang pelayan di rumah mewah itu selama 5 tahun? Apa yang akan terjadi padanya setelah 5 tahun berlalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHIBEL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 - Teh Chamomile 2
Hari demi hari berlalu, Gama semakin gencar mendekati Naomi, bahkan pria itu tidak segan menggoda Naomi di depan pelayan yang lain.
Hal itu semakin membuat Hana murka, dia yang sudah susah payah menarik perhatian Gama sejak dulu, bahkan dia sudah menyerahkan kehormatannya. Tapi saat ini, Gama justru tertarik dengan janda yang baru dikenal belum lama ini?
Hal itu melukai harga dirinya!
Hana mencegat Naomi yang membawa nampan berisi secangkir teh di atasnya. "Mau kau bawa ke mana teh itu?" tanyanya dengan judas.
"Kamar Tuan Gama."
Jika di depan orang lain, Naomi masih memanggil Gama dengan sebutan "Tuan", bagaimanapun Gama tetap atasannya di sini.
"Biar aku saja!" kata Hana, wanita itu menarik nampan yang di bawa Naomi.
"Apa-apaan sih, Mbak!"
Untung saja Naomi memegang nampan itu dengan kuat, sehingga cangkirnya tidak jatuh. Meskipun tehnya sedikit tumpah di atas nampan.
"Biar aku saja yang mengantarnya ke kamar!" geram Hana, tangannya masih memegang nampan di sisi lainnya.
Naomi mengerutkan alisnya, "Lah! Aku yang disuruh Tuan kok, kenapa jadi Mbak Hana yang mau?"
"Udahlah, gak usah banyak omong! Lepas tangan kamu!" perintah Hana garang.
Jika sudah begini Hana pasti tidak akan mengalah, karena Naomi lebih waras jadinya dia melepaskan nampan tersebut.
Senyum Hana mengembang saat nampan sudah berada di tangannya, "Udah sana kamu pergi! Jangan naik ke atas!" peringatnya dengan galak.
"Bentar, Mbak!" seru Naomi menghentikan langkah Hana.
Tanpa permisi, Naomi mengambil cangkir teh di atas nampan dan membawanya menjauh dari Hana.
"Tolong bikinin teh baru buat Tuan Gama ya, Mbak. Kayaknya yang ini udah dingin," ucapnya lalu dengan cepat menuju dapur dan menuang teh yang masih panas itu ke wastafel.
Saat pulang dari kantor Gama meminta teh chamomile padanya, dan menyuruhnya membawanya ke kamar.
Naomi menahan tawanya saat melihat Hana yang sudah ke dapur. Kali ini dia menang lagi karena berhasil membodohi seniornya itu. Dia tau, Gama bisa membedakan teh buatannya dengan orang lain.
10 menit kemudian!
Tok! Tok! Tok!
Hana mengetuk pintu Gama dengan susah payah, karena tangan satunya memegang nampan dengan teh yang masih mengepulkan asap panas.
Ceklek!
"Aku tadi menyuruhmu langsung ma--"
Ucapan Gama terhenti saat melihat siapa yang berdiri di depan pintu kamarnya. "Kenapa kau bisa di sini? Di mana Naomi?" tanyanya dengan datar.
"Naomi sedang di panggil Bibi Sarah. Jadi aku yang membawa tehmu kemari," balas Hana dengan senyum manisnya.
Tanpa bertanya lebih, Gama mengambil cangkir teh yang di bawa Hana. "Kembali ke tempatmu," usirnya.
Tapi Hana dengan cepat memegang lengan Gama saat pria itu hendak masuk kamarnya lagi. "Ada yang ingin aku bicarakan," ucapnya.
"Besok saja!"
Mendapat penolakan itu Hana tidak mundur, "Tidak bisa! Ini sangat penting."
"Ini tentang Naomi," tambah Hana, hal itu membuat Gama menjadi penasaran.
"Masuk."
Hana memekik kegirangan di dalam hati, dia mengekori Gama yang sudah terlebih dulu masuk kamar.
"Apa hal penting itu," ujar Gama saat keduanya sudah duduk di sofa yang ada di kamarnya.
Sebenarnya dia malas dengan Hana yang selalu mencari kesempatan, tapi dia juga penasaran.
"Masih ada banyak waktu, kenapa buru-buru," balas Hana dengan manja.
Gama sudah menduga hal ini, "Keluar jika kau hanya ingin bermain-main," ucapnya dengan dingin.
Hana berdecih, "Aku memang ingin bermain-bermain denganmu, sudah lama kita tidak bermain bersama."
Ekpresi Gama semakin gelap, "Keluar sekarang!"
"Baiklah, baiklah. Aku akan bercerita," jawab Hana dengan cepat.
"Kemarin Naomi menemui mantan suaminya," ungkap wanita itu.
Gama yang mendengar hal tersebut mengeraskan rahangnya. "Saat kamu pergi bekerja, pria itu datang kemari. Entah kebetulan atau tidak Naomi sedang berbincang dengan satpam di depan, akhirnya mereka berdua bertemu dan mengobrol," lanjut Hana.
"Mereka berbicara lama sekali, bahkan mereka juga berpelukan."
Ucapan Hana membangkitkan emosi di dalam diri Gama. Tanpa sadar dia mengepalkan tangannya dengan kuat. "Kau dengar apa yang mereka bicarakan?" tanyanya.
Hana mengangguk cepat, "Pria itu mengatakan jika dia rindu Naomi, dan Naomi pun juga merindukan mantan suaminya itu. Jika tidak salah dengar, pria itu akan membawa Naomi pergi dari sini," jawab Hana dengan tenang.
Hana tersenyum miring saat melihat Gama yang sudah terpedaya dengan cerita karangannya. "Minum dulu," ucapnya sembari menyodorkan cangkir teh kepada Gama.
Gama yang sudah merasakan tenggorokannya kering langsung saja menerima cangkir itu dan meminum tehnya yang sudah hangat.
Kernyitan tipis muncul di dahinya, "Kau yang membuat teh ini?"
Pasalnya, rasa teh yang sekarang dia minum berbeda jauh dengan teh yang biasa di seduh oleh Naomi. Lidahnya tidak bisa dibohongi.
Hana menggeleng, "Bukan. Naomi yang membuatnya," bohongnya. Dia masih belum tau jika Gama bisa membedakan teh buatan Naomi dengan yang lain.
"Jangan berbohong padaku! Aku tau ini bukan teh buatan Naomi!"
Hana berdecak sebal, hanya teh saja di permasalahkan. Teh ya teh, memangnya apa yang membedakan? Aneh.
"Memang buatanku," akhirnya Hana mengaku. Kenapa lama? batin wanita itu.
Gama langsung menaruh cangkir tersebut ke atas meja, entah kenapa sekarang dia merasa gerah. Padahal dia baru saja selesai mandi, dan AC dikamarnya sudah menyala sedari tadi.
Sial!
Melihat Gama yang kini wajahnya memerah, Hana tersenyum puas. Akhirnya obat perangsang yang ia campurkan di teh itu beraksi.
"Kau keluarlah dari kamarku!" perintah Gama dengan menahan rasa sesak di tubuhnya.
Hana tentu saja tidak menurutinya, wanita itu berdiri dari duduknya dan duduk di pangkuan Gama. "Aku akan membantumu," ucapanya seduktif. Jemarinya sudah bermain-main di atas dada Gama yang tidak mengenakan sehelai benangpun.
"Ini pasti ulahmu, kan? Dasar jalang!" umpat Gama. Rasa panas di tubuhnya semakin menjalar, sentuhan Hana membuatnya semakin tak berdaya. Dia butuh wadah untuk melampiaskan gairahnya ini.
"Mari bersenang-senang sampai pagi, sayang," kata Hana dengan penuh semangat. Inilah yang dia nantikan selama ini, berbagi peluh kenikmatan bersama orang yang ia cintai.
Jangan salahkan Naomi yang menyuruh Hana membuat teh baru, memang pada dasarnya Hana sudah merencanakan hal ini. Sepertinya rasa cintanya sudah berubah menjadi obsesi.
Bersambung
Terimakasih sudah membaca 🤗