Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi. Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. LOML 16.
Langkah kaki Rory terhenti dengan jantung berdebar ketika pandanganya menangkap punggung wanita yang telah mengganggu pikirannya sejak terakhir kali mereka bertemu, duduk di kursi yang sama dengan kursi yang dia duduki beberapa hari lalu.
"Ada apa?" Kevin bertanya dengan suara pelan sembari menepuk bahu sang adik yang menghentikan langkah secara tiba-tiba.
"Bukan apa-apa," sahut Rory.
Rory menggeleng, sedikit ragu dengan apa yang ia lihat, dan memilih duduk di kursi yang berada tepat di belakang Nayla tanpa menyapa.
"Pagi Nay,"
Suara sapaan dari pelayan yang Rory ketahui bernama Jim terdengar, seolah ingin meyakinkan dirinya bahwa wanita itu adalah wanita yang selalu ia tunggu sejak lima hari terakhir.
Untuk kedua kalinya, Rory beserta teman-temannya kembali duduk tepat di belakang Nayla, namun tidak melepaskan masker yang mereka kenakan seperti beberapa hari sebelumnya. Posisi duduk yang Rory ambil bahkan bisa membuat mereka bisa melihat apa yang di lakukan wanita itu dari tempat duduk mereka.
"Apa yang ingin kamu pesan?" Jim bertanya.
"Beri aku double espreso untuk menu biasa," jawab Nayla.
Wanita itu menjawab tanpa menoleh dengan satu tangan membuka laptop untuk melanjutkan pekerjaan miliknya, sedang satu tanganya yang lain meletakkan ponsel di samping laptop.
"Baiklah, tunggu sebentar," sahut Jim.
Pria itu mengangguk, lalu berbalik meninggalkan Nayla tanpa mempertanyakan apa yang terjadi pada pelanggan tetap di cafe tempat ia bekerja. Sementara Rory segera memesan menu yang sama dengan yang Nayla pesan tanpa mengetahui apa yang di pesan wanita itu. Ia hanya berpikir bahwa selera mereka sama, yang artinya ia akan mendapatkan menu yang ia inginkan.
Dengan alasan flu, tak satupun dari mereka melepas masker mereka ketika menyebutkan pesanan masing-masing. Tidak ingin menarik perhatian seperti saat sebelumnya yang berakibat mereka tertahan lebih lama di cafe itu.
Hingga, ketika pesanan semua orang telah datang, semua pandangan segera tertuju pada Rory setelah melihat apa yang Rory pesan.
"Kau memesan itu? Sungguh? Bukankah dari warnanya saja itu bukan kopi yang biasa kamu pesan?" cecar Thomas heran sembari membuka masker diikuti oleh temannya yang lain.
"Aku hanya ingin mencoba menu lain," kilah Rory.
"Kau seorang pembohong yang buruk," Thomas mencibir.
"Apa yang mengganggu pikiranmu sebenarnya?" tanya Ethan.
"Dalam sekali melihat saja kami tahu kamu tidak fokus dengan apa yang ada di depanmu," Nathan menimpali.
"Apa wanita yang berada di belakangmu itu penyebabnya?" tanya Kevin dengan suara pelan namun tajam.
Tanpa aba aba, mereka segera mengarahkan pandangan ke arah Nayla yang sedang fokus dengan laptop di depannya.
"Hei,,, Bukankah dia wanita yang bertemu kita di ruangan Mr. Darwin beberapa hari lalu?" celetuk Ethan dengan suara pelan.
"Ya," Rory menjawab singkat.
"Ohoo,,, Jadi, diakah penyebabnya?" goda Thomas tersenyum jahil.
"Kenapa kita tidak minta dia bergabung saja bersama kita?" timpal Ethan.
"Berisik!" sambut Rory.
"Makan saja makanan kalian, dan kita segera pergi dari sini!" ucap Rory seraya menyesap kopinya.
"Uhukk..."
Rory tersedak saat kopi yang baru saja ia sesap menyentuh lidahnya, merasa tidak bisa menerima rasa dari kopi itu.
'Double espreso? Apakah itu artinya Naya sedang stres?' batin Rory sembari menyeka kopi dari sudut bibirnya.
"Entah kamu sedang gugup atau senang karena meihatnya?" sindir Nathan.
"Atau kau telah salah memesan kopi yang biasa kau minum ketika kau sedang stres?" Ethan menimpali.
"Berisik!" gerutu Rory.
Mereka tertawa tertahan, melihat tingkah sahabat mereka di luar biasanya, bahkan sikap Rory saat ini berbeda ketika Rory masih bersama mantan kekasih yang telah mengkhianati sahabat mereka.
Rory yang mereka kenal bahkan tidak pernah merasa gugup di depan siapapun termasuk ketika mereka berada di atas panggung untuk pertama kali dan di depan mantan kekasihnya.
"Temui saja dia jika kau mau, mudah bukan?" ucap Kevin datar.
"Tapi_,,,,,"
"Khawatir dia memiliki kekasih?" tebak Thomas.
"Aku bahkan tak terpikirkan hal itu, tapi bagaimana jika iya?" sambut Rory berubah lesu.
Thomas meletakkan telapak tangan di wajahnya disertai hembusan napas panjang, berusaha menahan tawa. Sementara teman Rory yang lain memperhatikan Nayla dari tempat mereka duduk.
"Sejak kapan kau menjadi sepengecut ini? Kau bersikap di luar dirimu, Rory," Thomas mencibir
"Kau akan mengetahui jawaban dari pertanyaanmu jika bertanya langsung padanya," sahut Ethan tanpa beban.
"Apakah kau menyukainya?" selidik Thomas.
Rory mengangguk tanpa ragu, menghadirkan senyum tipis di bibirnya.
Mereka berbicara dengan suara pelan, sesekali mengarahkan pandangan pada Nayla yang terlihat tidak terganggu dengan apa yang mereka lakukan, wanita itu tetap mengetik sesuatu yang tidak bisa mereka baca pada laptop di depannya.
"Berhenti berbicara omong kosong dan habiskan makanan kalian! Kita tidak memiliki banyak waktu," perintah Kevin, memberikan sorot tidak senang atas apa yang ia dengar dan lihat dari reaksi adiknya.
"Kasar," cibir Nathan.
"Arogan," timpal Ethan.
Thomas tergelak singkat, melihat ekspresi berbeda dari para sahabatnya setelah mengetahui Rory tertarik pada wanita. Detik berikutnya, mereka mendengar suara notif dari ponsel wanita itu, membuat mereka serentak mengarahkan pandangan pada Nayla.
"Dia cukup unik, bahkan setelah pesan masuk berulang kali sekalipun, dia masih bisa mengabaikannya," Thomas bergumam pelan.
Seolah menjawab apa yang Thomas ucapkan, ponsel Nayla kini berdering dengan tanda panggilan masuk, membuat wanita itu melirik singkat dan segera meraih ponselnya.
Tanpa mengalihkan pandangan dari laptop, Nayla menggeser layar ponsel, mendekatkan ke telinga setelah melihat nama 'Lucie' tertera pada layar ponselnya.
📞📞📞📞📞
"Ada apa?" sambut Nayla.
"Begitukah sambutanmu setelah mengabaikan pesanku bahkan setelah aku mengirimimu puluhan pesan? Jahat sekali!" gerutu Lucie.
"Jarak kantor dan cafe tidak memerlukan waktu berjam-jam, Lucie" sahut Nayla santai.
"Alih-alih menghubungiku, mengapa kau tidak datang menemuiku saja?" imbuhnya.
"Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku," keluh Lucie.
"Jadi, kau menghubungiku karena bosan?" sambut Nayla.
"Aku hanya ingin mendengar pendapatmu," ucap Lucie.
"Tentang?" tanya Nayla tetap menggerakkan jemarinya di atas keyboard.
"Buka pesan yang ku kirimkan padamu! Aku mengirimkan sebuah lagu baru, dengarkan dan berikan pendapatmu," ucap Lucie.
"Lain kali saja, aku sedang_,,,,"
📞📞📞📞📞
Nayla tidak meneruskan kalimatnya, namun keningnya berkerut dan segera menjauhkan ponsel dari telinga menyadari panggilan telah diputus secara sepihak.
"Seenaknya saja!" gerutu Nayla pelan.
Wanita itu mendesah pelan, menghentikan sejenak pekerjaan miliknya dan membuka pesan suara yang telah ia terima beberapa saat lalu. Wanita itu bahkan sengaja meningkatkan sedikit volume suara sementara tangannya kembali berkutat pada laptop.
Hingga, ponsel Nayla memperdengarkan sebuah lagu yang asing baginya namun sangat di kenali oleh lima pria yang berada di belakangnya.
. . . . .
. . . . .
To be continued...