Aiko seorang gadis cantik yang memiliki garis keturunan orang jepang pindah ke Indonesia untuk melanjutkan sekolahnya di Indonesia karena urusan pribadi keluarganya.
Aiko pindah sekolah saat menduduki bangku kelas 3 di SMAN Rubinium. Saat pertama kali masuk sekolah, Aiko menjadi pusat perhatian karena memiliki paras yang cantik. Kulitnya yang putih dan tubuhnya yang ideal membuat para gadis iri melihat tubuhnya yang begitu sempurna.
Aiko di sukai oleh banyak laki-laki di sekolahnya dan tidak jarang ada orang yang menyatakan perasaannya. Tapi semuanya di tolak oleh Aiko karena ia ingin berfokus pada masa depan dan karirnya.
Awalnya ia mengira kehidupan sekolahnya di Indonesia akan baik-baik saja dan berjalan seperti biasanya. Tapi kejadian-kejadian aneh mulai bermunculan, gangster, tawuran, geng motor, dan hal-hal aneh lainnya.
Sampai suatu kejadian yang tidak pernah diperkirakan muncul dan menimpa Aiko. Aiko terpaksa menikahi seorang murid laki-laki yang sekelas dengannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Novri Al-zanni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir Dari Teka-teki
Jam 8 malam, bulan dan bintang memancarkan sinarnya di atas langit. Malam yang sunyi dan gelap, terdapat 3 orang murid yang masih berada di sekolah malam-malam begini. Mereka sedang berdiri di depan pintu masuk sebuah bangunan tua di sekolah yang kini dijadikan sebagai gudang.
Hanya ada kegelapan yang ada di depan mereka, penuh dengan debu dan jaring laba-laba. Sepertinya tidak ada seorangpun yang pernah datang dan masuk ke dalam bangunan tua ini. Karena terdapat banyak debu dan juga jaring laba-laba di dalamnya yang menyelimuti semua barang yang terdapat di dalam gudang.
"Toni, nyalakan lampu senter pada ponselmu!" ucap Arya yang berjalan di belakang Toni.
Kemudian Toni berjalan masuk sambil menerangi ruangan dengan senter pada ponselnya. Mereka bertiga masuk bersama-sama ke dalam gudang itu dan mencari petunjuk selanjutnya. Gudangnya benar-benar tidak pernah tersenyum oleh siapapun terlihat dari debu yang tebal menyelimuti seluruh ruangan.
Sementara mereka bertiga sedang menantang diri mereka ke dalam ketakutan. Aiko sedang bersantai di rumahnya sambil menonton televisi di ruang keluarga sembari memakan camilan. Aiko termenung dan merasa bosan karena sedari tadi hanya duduk di sofa yang nyaman dan menatap layar.
"Arya kenapa belum pulang ya? Aku ingin makan bubur buatannya" gumam Aiko sambil menatap layar dengan wajah murung.
Tok! Tok! Tok! Tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu rumah. Aiko segera berjalan dan pergi melihat siapa yang datang ke rumahnya melalui sebuah kamera cctv yang ada di atas pintu. Ternyata yang datang itu adalah ibunya Aiko, Yuki datang dengan membawa makanan di tangannya.
Aiko membuka pintu dengan wajah senang karena sudah lama tidak bertemu dengan ibunya. "Ibuu! Kenapa ibu tidak pernah mengunjungiku?" ucap Aiko sambil memeluk ibunya dengan erat.
Ibunya mengelus-elus kepala Aiko dengan lembaga, "Kalau kau sudah menikah harusnya kau yang mengunjungi ibu, dasar Aiko" ucap Yuki dengan mamanyunkan bibirnya.
Kemudian sebelum mereka masuk bersama, Yuki terkejut melihat sebuah memar yang terdapat di lengan anaknya. Yuki segera menaruh makanannya dan memeriksa memar yang ada di tangannya. Wajahnya terlihat sangat khawatir sementara Aiko sedikit ketakutan karena ia lupa kalau harus menyembunyikan lukanya di depan orang tuanya.
"Apa yang terjadi denganmu Aiko?! Kenapa kau memiliki memar di tanganmu? Astaga ternyata di kakimu juga ada! Jangan bilang di tubuhmu yang lain juga ada!" ucap Yuki yang sangat khawatir sampai mencoba untuk melepaskan pakaian anaknya.
Aiko langsung menarik tangan ibunya dengan wajah merah, "Ibu jangan memperlakukan aku seperti anak kecil, dan sebelum itu pintunya di turuo dulu!" ucap Yuki yang terlihat malu-malu.
"Ah ... Ma-maaf, baiklah kalau begitu kamu tunggu di sana dan biarkan ibu menutup pintunya" ucap Yuki.
Aiko segera menurut dengan perkataan ibunya dan duduk di sofa dimana ia menonton televisi sebelumnya. Aiko terlihat berpikir keras bagaimana cara dia mengatakan hal ini kepada ibunya. Sementara Yuki dengan cepat datang ke anaknya yang sudah duduk di sofa.
Ibunya, Yuki segera melepaskan pakaian Aiko dan ia semakin terkejut dan sedih melihat terdapat memar punggungnya. Itu adalah memar yang cukup besar dan lebih parah daripada memar yang ada di tangan ataupun kakinya. Yuki terlihat sangat sedih melihat anaknya terluka seperti ini.
Yuki mengelus-elus memar yang ada di punggung Aiko dengan lembut, "Apa itu sakit?"
"Se-sedikit ..."
"Kenapa kau bisa terluka parah seperti ini dan kenapa kau tidak memberitahu kepada ibu atau ayah?" ucap ibunya sambil menahan air matanya yang hendak jatuh.
"Maafkan Aiko Bu, Aiko hanya tidak ingin membuat ibu sedih, dan luka ini sebentar lagi akan sembuh kok Bu. Lihat aku, aku terlihat baik-baik saja kan!" ucap Aiko yang mencoba mengubah suasana ini.
Ibunya memandang dan tersenyum, "Dadamu masih saja sekecil itu sejak dulu" ucap ibunya yang membuat Aiko malu dan langsung menutupinya.
"Huh ibu! Menyebalkan!" ucap Aiko sambil memakai kembali pakaiannya.
"Aiko ... Siapa yang telah melakukan hal ini padamu? Tidak mungkin ini perbuatan Arya bukan?" ucap ibunya dengan wajah serius..
Aiko tersenyum tipis begitu mendengar perkataan ibunya tentang Arya. Aiko sangat memahami kata-kata ibunya kenapa ibunya berkata seperti itu. Karena Aiko tahu ibunya sangat percaya kepada Arya, oleh karena itu ia tidak berkata seperti, "Apakah ini perbuatan suamimu, Arya?".
Tapi ibu malah mengatakan sebaliknya dan beranggapan bahwa bukan Arya yang melakukan ini. Kemudian Aiko mulai menjelaskan dengan detail apa saja yang terjadi pada saat itu hingga ia mendapatkan bekas memar di tubuhnya. Aiko bercerita sambil memegang tangan ibunya agar lebih tenang dan sabar.
Sementara itu di waktu yang bersamaan, ketiga orang murid yang belum pulang sekolah masih asik mencari petunjuk di sebuah bangunan tua itu. Mereka bertiga mencarinya bersama-sama kali ini, tidak terpisah seperti saat mencari sesuatu di perpustakaan. Karena baterai ponsel mereka semua habis kecuali Toni yang ponselnya masih dapat digunakan sebagai pencahayaan dalam kegelapan bangunan tua ini.
"Lihat teman-teman! Ada sebuah surat di bawah meja usang itu!" ucap Toni sambil menunjukkan jarinya.
Kemudian Toni segera berjalan dan mengambil surat itu. Mereka bertiga berharap bahwa ini adalah yang terakhir kalinya karena mereka sudah ingin pulang. Sebenarnya alasan mereka bertiga tidak pulang dan terus melanjutkan hal ini karena mereka takut pada malam hari di gentayangan oleh arwah yang penasaran.
Toni mulai membacakan isi surat itu, "Tepuk tangan dua kali"
Kemudian mereka bertiga bertepuk tangan. "Loncat sekali"
Mereka pun loncat sekali. "Melolong seperti serigala"
Kemudian mereka hanya bisa mengikuti apa yang ditulis di surat itu. Mereka mulai melolong seperti serigala di dalam gudang itu. Lalu teks selanjutnya, "Jika ingin keluar dari tempat ini, berjalan lah mundur dan jangan melihat ke belakang. Jika kau melihat kebelakang maka arwahku akan menghantui kalian selamanya"
Membaca kalimat terakhir di surat itu membuat jantung mereka bergetar. Seluruh tubuh mereka bergetar dengan hebat dan mereka mulai berjalan mundur ke belakang tanpa melihat kebelakang seperti yang tertulis di surat itu. Deg! Deg! Jantung mereka berdebar begitu kencang karena rasa takut.
"Tenang Toni, tenang" gumam Toni kepada dirinya.
Sementara Arya hanya bisa menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya. "Huh ... Hah ... Huh ..."
Lalu Angga, "Lalalalala! Aku adalah anak pemberani!" ucap Angga yang terus mengulangi kalimat yang sama.
Mereka bertiga terus berjalan mundur sampai akhirnya mereka berhasil keluar. Tubuh mereka penuh dengan kering dan merasa sangat lega begitu akhirnya mereka telah keluar dari dalam gudang itu. Karena sepertinya sudah berakhir mereka bertiga segera membalikan badan mereka.
"Fiuh, kita sudah aman karena telah mengikuti petunjuk yang tertulis di surat itu" ucap Arya sambil mengusap keringat di dahinya.
"Ya, kita aman sekarang, kalau begitu ayo kita pulang" ucap Toni.
Kemudian tiba-tiba ada suara di belakang mereka, tepatnya dari dalam gudang itu. "Siapa yang mengizinkan kalian untuk pulang" suara itu terdengar sangat berat dan menyeramkan.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA" Angga langsung berlari kencang dan meninggalkan kedua temannya lebih dulu.
Toni dan Arya mulai ikut berlari mengejar Angga. Mereka berlari dengan cepat terburu-buru dan tiba-tiba suara tertawa kuntilanak bergema ditelinga mereka. Tidak ada siapapun yang berani melihat ke belakang dan mereka hanya fokus untuk berlari kedepan.
Namun Arya memberanikan diri untuk menengok ke belakang, "Michael?!" ucap Arya yang membuat Toni berhenti berlari dan menoleh kebelakang.
"Hahahahahaha! Hahaha!" tawa Michael yang membuat semuanya menjadi jelas.
"Sialan kau ini! Kau benar-benar sengaja cari masalah ya!" ucap Toni yang kesal dan ingin memukul Michael.
Michael terlihat terkejut dan ia mencoba untuk menenangkan Toni, "Hei hei tenanglah, maafkan aku jika itu terlalu berlebihan!" ucap Michael sambil memohon.
"Apa yang kau inginkan dari kami?! Apakah orang-orang seperti kalian tidak pernah puas untuk membuat kami menjadi seperti orang bodoh!" teriak Toni dengan kesal hingga wajahnya memerah.
"A-aku hanya ingin ... Bolehkah aku menjadi teman kalian?" ucap Michael yang membuat Arya dan Toni terkejut.
Ketua kelas kami yang terlihat sangat tidak mempedulikan kami tiba-tiba berkata seperti itu?!. Tentu saja Arya dan Toni terkejut mendengarnya. Walaupun dalam ingatan kami sepertinya Michael tidak pernah berurusan dengan kami, seperti mencemooh kami seperti yang dilakukan oleh orang-orang.
Tapi kenapa orang seperti dirinya ingin berteman dengan orang seperti kami?!. Reputasi orang terpopuler karena sifatnya yang menyenangkan seperti Michael akan hancur begitu berteman dengan orang seperti kami. Arya terlihat sangat kebingungan sementara Toni ... dia terlihat seperti akan marah dan meledak.
gabung yu di GC Bcm
kita d sn akan belajar brg mengenai teknik nulis. sama Kaka mentor senior
JD ckup follow me
maka Kaka akan dpt undangan thx.