Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Jam Update pukul 9.00 pagi dan malam pukul 19.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasa Kehilangan
Rumi yang sebelumnya berada di satu ruangan bersama wakil direktur pun sempat dimintai keterangan.
Kemudian direktur datang, dia langsung menemui Rumi yang diminta untuk menunggu di ruangannya, dia menatap Rumi menanyakan apa yang terjadi. "Saya nggak tau, Pak. Karena jauh sebelum Pak Kris jatuh, saya ada di pantry," jawab Rumi.
"Hanya saja, sebelumnya Pak Kris sempat marah karena dia kehilangan cincin, saya dimintainya buat nyari, itu saja yang saya tau." Rumi menjelaskan.
"Cincin, cincin apa itu?" tanya Haikal, dia segera duduk di sofa, masih menatap Rumi dan yang ditatap menjawab dengan menggeleng.
"Lupakan soal cincin, mungkin itu cincin tunangannya," jawab Haikal, dia sedikit menunduk, tak pernah menyangka kalau ini adalah akhir dari Kriss, orang kepercayaannya.
Sementara Rumi, dia menjawab dalam hati, "Cincin dari dukun dikata cincin tunangan."
Lalu, Haikal kembali bertanya, "Kata Alya, ada sesuatu yang mau kamu bicarakan, apa itu?" tanya direktur lagi.
Rumi mengangguk, dia mengeluarkan ponsel milik Melati yang sudah hampir mati karena kehabisan daya. "Ada rahasia di dalam sini, Pak."
Haikal menerimanya, dia memperhatikan ponsel itu. "Ada apa ini? Kenapa saya harus menerima ponsel ini, ponsel siapa ini?" tanya Haikal seraya menatap Rumi.
"Ada bukti rekaman di sini, Pak. Bapak bisa mendengarnya sendiri," jawab Rumi seraya membuka rekaman tersebut.
Rumi pun menghubungi Junaidi yang sedang mangkal di bawah pohon, menunggu orderan.
"Jun, kata sandinya apa?"
"............," jawab Junaidi, setelah itu, Rumi segera menutup panggilannya membuatnya Junaidi menggelengkan kepala.
****
Kembali ke kantor, sekarang Haikal sedang mendengarkan rekaman yang sempat Melati rekam itu, dia yang sudah kehilangan adiknya bertahun-tahun lalu pun segera bangun dari duduk.
"Dimana Melati?" tanya Haikal seraya menatap Rumi.
"Sudah nggak ada, Pak. Dia sempat kerja di sini dan akhirnya meninggal, karyawati yang digosipkan meninggal bunuh diri di toilet itu adalah Melati, Pak," jawab Rumi.
Seketika, Haikal terduduk, dia pernah tak perduli pada kasus ini, dia terlalu mempercayakan wakilnya yang ternyata adalah pembunuhnya sendiri.
"Kamu boleh keluar!" perintah direktur, air mata lolos begitu saja dari pelupuk matanya. Dia terpukul, kenapa mendapatkan kabar tentang adiknya saat dia sudah tiada?
"Aaaaaaaa!" teriak Haikal seraya mengibaskan semua benda yang ada di meja.
"Ibuku bukan pelakor! Itu fitnah!" teriaknya lagi.
Rumi yang sedang menutup pintu itu mendengarnya dak kasus Melati selesai!
****
Sementara itu, tak melihat Melati mengikutinya lagi membuat Junaidi merasa kesepian, dia celingukan mencari Melati. Tapi yang datang adalah hantu kecil. "Om, Om lihat Tente Melati nggak?" tanyanya.
"Om juga lagi nyari dia," jawab Junaidi tanpa melihat ke arahnya.
Setelah semua masalah terselesaikan, Junaidi merasa hampa, hidupnya kini terasa amat datar. Lalu, Rumi yang berakal bulus ini mengusulkan untuk menggunakan sisa kutukan Junaidi untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
Rumi yang duduk di kursi meja kerjanya itu menoleh. "Kenapa, sepi ya nggak ada Melati?" tanyanya.
Junaidi yang sedang memainkan ponselnya di ranjang itu tak menanggapi.
Lalu, sebuah sarung mendarat di kepalanya.
"Gua punya ide, Jun. Biar dapat cuan banyak!" kata Rumi, dia sekarang duduk di tepi ranjang, menatap sahabatnya yang juga sedang menatapnya.
"Apa?" tanya Junaidi, dia masih dengan posisi berbaringnya dan sekarang Rumi berbisik di telinganya.
"Setuju, cuan banget, lho, ini!" kata Rumi, dia berusaha meyakinkan sahabatnya.
"Lu aja sana, capek gua berurusan sama setan," jawab Junaidi seraya bangun, dia yang merasa jenuh itu keluar, entah kemana yang penting keliling, keluar nyari angin.
"Aneh aja, nyari kerjaan yang berurusan sama hantu, capek gua yang bisa liat mereka!" gerutu Junaidi dalam hati dan tiba-tiba saja motornya menabrak sesuatu, dia melihat seorang gadis cantik yang kakinya terlindas oleh motornya.
"Astaga, Mbak. Ayo saya antar ke rumah sakit!" kata Junaidi seraya membantunya bangun, dia merasa bersalah dan saat dia menyentuh tangan gadis itu, dia tersadar kalau yang dia tabrak bukan manusia.
Junaidi segera melepaskan tangannya, dia mengusap-usap tangannya dan meminta maaf padanya. "Maaf, saya nggak sengaja," ucapnya.
Sekarang, Junaidi sudah kembali ke motornya dan tanpa dia duga hantu cantik itu sudah memboncengnya. Dia menatap hantu itu dari kaca spionnya.
"Aku maafin kamu kalau kamu janji mau bantuin aku! Kalau nggak mau, aku bakal menghantuimu!" ancam hantu berdress merah marun itu, dia menatap datar Junaidi.
"Bukan urusan gua, turun cepat!" bentak Junaidi dan yang terjadi adalah hantu itu menangis. Dia menceritakan semua yang sudah menimpanya tanpa Junaidi mintai keterangan.
Sekarang, Junaidi menepikan motornya, dia masih menyuruh hantu itu turun dan dia masih menolak. Sekarang, mau tak mau Junaidi membiarkan hantu itu tetap memboncengnya, dia membawa motornya dengan kecepatan tinggi membuat hantu itu takut terbawa angin dan memeluk Junaidi dengan erat.
"Sialan, kenapa lagi-lagi gua dideketin hantu?" tanya Junaidi dalam hati. Dia pun melepaskan tangan hantu itu dari pinggangnya, sementara yang orang lain lihat, Junaidi adalah pria aneh yang sibuk sendiri.
"Tolongin aku dulu, nanti aku pergi!" kata hantu wanita itu yang tak mau melepaskan pelukannya.
Ciiiiiitt! Junaidi yang mendapatkan lampu merah itu menginjak rem dengan tajam. Dia tak menghiraukan hantu itu sama sekali dan membiarkannya ikut pulang ke kosnya.
Tapi, sesampainya dia di depan kamar, Junaidi mematung saat matanya saling bertemu dengan mata Melati, hantu yang dia rindukan beberapa hari ini.
"Bang, aku nggak ada beberapa aja, kamu udah bawa hantu lain?" tanya Melati seraya menunjuk hantu yang melingkarkan tangannya di lengan Junaidi.
Junaidi segera melepaskan tangan hantu itu, dia kembali menatap Melati yang dia kira sudah mati. "Mel, ini beneran lu?" tanya Junaidi seraya menghampirinya dan tangan hantu wanita berdress merah itu masih menahan tangan Junaidi.
"Mas, selesein dulu tanggungjawabmu sama aku!" protes hantu itu seraya menatap Junaidi dari belakang.
Apa yang dikatakannya membuat Junaidi dan Melati cukup terkejut. "Tanggungjawab apa ini, Bang?" tanya Melati, dia berpikir kalau Junaidi sudah berpaling pada hantu lain membuatnya terluka.
"Ini nggak seperti yang lu kira, Mel! Dia ngarang aja, dia nggak sengaja gua tabrak, tau-tau ngikutin gua," jawab Junaidi, dia mencoba menjelaskan kejadian yang sebenarnya dan hantu yang ada di belakang Junaidi itu mengejek Melati membuat dua hantu itu bertengkar.
Junaidi mencoba melerainya dan tiba-tiba saja ada air yang mengguyurnya.
Byur! Seseorang menyiram Junaidi yang terlihat berisik sendiri di depan kamar kos. Bahkan orang-orang mulai mengeluh akan sikap Junaidi yang aneh, suka ngobrol sendiri dan itu mengganggu mereka yang mengira kalau Junaidi adalah ODGJ.
Junaidi terdiam, dua hantu cantik itu pun ikut terdiam dan sekarang, Junaidi mengangguk pada dia yang menyiramnya, lalu masuk ke kamar dan melihat Rumi yang sedang bermain game online.
"Emang di luar hujan, ya?" tanya Rumi yang melirik pada sahabatnya itu dan Junaidi mengambil handuk, dia berjalan kearah kamar mandi.
"Jangan ada yang ngikutin gua!" ucapnya tanpa menoleh dan Rumi sadar kalau di ruangan itu ada yang lain selain dirinya.
"Elah, setiap pergi pulang-pulang bawa oleh-oleh!" gerutu Rumi, dia pun mulai naik ke ranjang dan melanjutkan bermain ponselnya.
Sementara itu, di depan pintu kamar mandi ada Melati yang sedang menahan hantu ganjen yang ingin menyusul Junaidi ke kamar mandi dan di dalam kamar mandi ada yang sedang berbunga-bunga karena ada yang kembali menemuinya.