**Prolog**
Di bawah langit yang kelabu, sebuah kerajaan berdiri megah dengan istana yang menjulang di tengahnya. Kilian, pangeran kedua yang lahir dengan kutukan di wajahnya, adalah sosok yang menjadi bisik-bisik di balik tirai-tirai istana. Wajahnya yang tertutup oleh topeng tidak hanya menyembunyikan luka fisik, tetapi juga perasaan yang terkunci di dalam hatinya—sebuah hati yang rapuh, terbungkus oleh dinginnya dinding kebencian dan kesepian.
Di sisi lain, ada Rosalin, seorang wanita yang tidak berasal dari dunia ini. Takdir membawanya ke kehidupan istana, menggantikan sosok Rosalin yang asli. Ia menikah dengan Kilian, seorang pria yang wajahnya mengingatkannya pada masa lalunya yang penuh luka dan pengkhianatan. Namun, di balik ketakutannya, Rosalin menemukan dirinya perlahan-lahan tertarik pada pangeran yang memikul beban dunia di pundaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33
Langit perlahan memudar menjadi merah pekat, warna jingga di ufuk barat mulai menghilang, digantikan oleh bayangan gelap malam. Semua peserta berburu telah kembali ke lapangan dengan hasil yang memuaskan.
William berdiri dengan bangga di samping rusa jantan besar hasil buruannya, tanduknya yang kokoh menjadi bukti kehebatannya. Elena, meski hanya membawa dua kelinci, tetap tersenyum manis sambil membalas pujian para peserta lain. Namun yang paling mencuri perhatian adalah Kilian. Di sampingnya, seekor beruang madu tergeletak tak bernyawa—diburu hanya dengan pedang di tangannya. Sorak-sorai memenuhi lapangan, memuji keberanian pangeran pertama itu.
Namun, di tengah kegembiraan, ada satu kejanggalan yang tidak bisa diabaikan.
“Dimana Ratu Rosalin?” tanya salah satu prajurit.
Pertanyaan itu membuat Kilian mengangkat wajahnya. Dia menyadari betul bahwa Rosalin belum kembali sejak tadi pagi. Kilian menatap hutan yang semakin gelap di kejauhan, rasa khawatir mulai menggerogoti pikirannya.
Pemandu acara melangkah ke tengah lapangan, menarik perhatian semua orang. “Jika Yang Mulia Ratu Rosalin tidak tiba sebelum matahari sepenuhnya terbenam, maka nilai akhir hanya akan dihitung dari Yang Mulia Pangeran Kilian.”
Kata-kata itu menggantung di udara seperti beban berat. Kilian mengepalkan tangan.
“Tapi bagaimana jika Rosalin terluka atau tersesat?” tanya William tiba-tiba, nada suaranya menunjukkan sedikit kekhawatiran.
Beberapa orang mulai saling berbisik, tapi kebanyakan tetap tenang seolah ini bukan masalah besar. Elena mencoba menyembunyikan rasa gelisah di balik senyumnya, meskipun matanya tampak tak tenang. “Rosalin mungkin hanya tersesat sebentar,” katanya, berusaha meyakinkan Kilian. “Dia pasti akan segera kembali.”
Namun Kilian tidak mendengarkan. Waktu terus berlalu, dan matahari akhirnya menghilang sepenuhnya di balik cakrawala. Rosalin tetap tidak terlihat.
Tanpa berpikir panjang, Kilian berdiri, melangkah cepat menuju kudanya.
“Pangeran Kilian, Anda mau ke mana?” seru pemandu acara, terdengar panik.
“Mencari Rosalin,” jawab Kilian singkat sambil menaiki kudanya.
“Tunggu! Itu berbahaya, Yang Mulia! Hutan itu gelap, dan—”
Kilian menghentakkan tali kekang kudanya, menatap tajam ke arah pemandu acara. “Berbahaya? Dia seorang wanita, sendirian di sana, dan mungkin terluka! Jika kalian semua tidak peduli padanya, jangan pernah mencoba menghalangi jalanku.” Suaranya dingin dan penuh determinasi.
“Kilian, aku ikut.” William maju, wajahnya serius. “Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian.”
Kilian menatap adiknya sejenak, lalu mengangguk. “Baik. Tapi jangan lambat.”
Elena berdiri dari tempatnya, wajahnya menunjukkan ekspresi cemas yang jarang terlihat. “Aku… aku akan menunggu di sini. Tapi tolong, temukan dia. Pastikan Rosalin baik-baik saja.”
Kilian tidak menjawab. Dia hanya menarik tali kekang kudanya, mengarahkan hewan itu ke hutan, diikuti oleh William dan beberapa prajurit yang membawa obor.
...*** ...
Hutan terasa lebih menyeramkan di malam hari. Pepohonan yang menjulang tinggi seperti bayangan raksasa, sementara suara burung hantu dan dedaunan yang berderak menambah suasana tegang. Kilian memimpin kelompok pencarian dengan tatapan tajam, telinganya mendengarkan setiap suara yang mungkin menjadi petunjuk.
“Rosalin!” serunya, suaranya menggema di antara pepohonan. Tapi tidak ada jawaban.
William menghentikan kudanya di samping Kilian. “Kita harus berpikir logis. Jika dia tersesat, kemungkinan dia akan mencari sungai atau jalan terbuka. Kita harus menyisir area yang lebih luas.”
Kilian menggertakkan giginya, amarah dan kecemasan bercampur menjadi satu. “Aku tahu,” jawabnya singkat, meskipun hatinya sudah dipenuhi berbagai skenario buruk.
Salah satu prajurit tiba-tiba menemukan sesuatu di tanah—potongan kain kecil yang robek. Kilian turun dari kudanya dan memungut kain itu. Dia mengenalinya. Itu milik Rosalin.
“Ini miliknya,” bisik Kilian dengan suara serak. Dia memandang sekeliling, mencoba menemukan jejak lain. Namun yang dia temukan adalah bekas jejak kaki kecil, bercampur dengan jejak kaki binatang besar yang bergerak ke arah lebih dalam hutan.
“Ini tidak baik,” kata William, nada suaranya penuh kekhawatiran.
Kilian mengepalkan tangan, menatap jejak itu dengan mata penuh determinasi. “Rosalin… aku akan menemukannya,” gumamnya. “Aku bersumpah.”
...***...
Terimakasih karena telah menjadi pembaca setia cerita silhoute of love ❤️
Jangan lupa untuk like komen dan vote ❤️
One gift ❤️
semoga ceritanya sering update