Bayangkan terbangun dan mendapati dirimu dalam tubuh yang bukan milikmu. Itulah yang terjadi padaku setiap kali matahari terbit. Dan kali ini, aku terperangkap dalam tubuh seorang pria asing bernama Arya Pradipta. Tidak ada petunjuk tentang bagaimana aku bisa ada di sini, atau apakah ini hanya sementara. Hanya ada kebingungan, ketakutan, dan kebutuhan untuk berpura-pura menjalani hidup sebagai seseorang yang tak kukenali.
Namun, Arya bukan orang biasa. Setiap hari aku menggali lebih dalam kehidupannya, menemui teka-teki yang membuat kisah ini semakin rumit. Dari panggilan misterius, kenangan yang menghantui, hingga hubungan Arya dengan seorang gadis yang menyimpan rahasia. Di setiap sudut hidup Arya, aku merasakan ada sesuatu yang menunggu untuk ditemukan, sesuatu yang lebih besar dari sekadar tubuh yang kumiliki sementara.
Dalam perjalanan ini, aku menyadari bahwa kehadiranku dalam tubuh Arya bukanlah kebetulan. Ada kekuatan yang menyeret
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Jarak yang Menguatkan
Hari-hari berlalu dengan lebih tenang. Meski Arya masih jauh, aku mulai terbiasa menjalani hari-hariku tanpa kehadirannya di dekatku. Setiap pagi, aku mengirim pesan singkat untuk mengingatkannya agar sarapan, dan setiap malam, kami menghabiskan waktu dengan panggilan video, berbicara tentang hal-hal kecil yang terjadi dalam hidup kami. Hubungan jarak jauh ini tidak mudah, tapi aku mulai belajar bahwa jarak bukanlah musuh, melainkan kesempatan untuk saling memahami lebih dalam.
Namun, malam itu, aku merasakan sesuatu yang berbeda dari nada bicara Arya. Dia terlihat lebih tenang dari biasanya, namun ada kekhawatiran samar dalam sorot matanya. Seperti ada sesuatu yang ingin dia sampaikan, tapi ragu untuk mengatakannya.
"Ada yang ingin kamu ceritakan, Arya?" tanyaku, mencoba membaca ekspresinya.
Dia terdiam sesaat, sebelum akhirnya menarik napas dalam-dalam. "Aku mendapatkan tawaran untuk memperpanjang kontrak kerja di sini," jawabnya pelan.
Kata-katanya membuat dadaku berdebar. Awalnya, kontrak Arya hanya untuk setahun, dan aku sudah menantikan kepulangannya. Tawaran ini berarti dia mungkin harus tinggal lebih lama di luar negeri.
"Apa kamu akan menerima tawaran itu?" tanyaku dengan hati-hati.
Arya tampak berpikir sejenak. "Ini adalah kesempatan bagus untuk karierku, tapi aku juga tahu bahwa semakin lama aku di sini, semakin sulit untuk kita."
Aku mengangguk, mencoba menenangkan diriku. Aku tahu betapa pentingnya kesempatan ini bagi Arya, dan aku tidak ingin menjadi penghalang impiannya. Namun, tak bisa dipungkiri, rasa cemas perlahan menguasai pikiranku.
"Apapun yang kamu putuskan, aku akan mendukungmu," kataku akhirnya. "Jika ini yang terbaik untukmu, aku siap menunggu."
Arya tersenyum, namun senyum itu tampak berat. "Terima kasih, Sayang. Aku tahu ini sulit untuk kita, tapi aku sangat menghargai dukunganmu."
Malam itu, kami berbicara lama. Kami membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi jika Arya memperpanjang kontraknya, dan bagaimana kami akan mengatasi rindu yang semakin sulit. Meski berat, kami berjanji untuk tetap saling mendukung, apapun keputusan yang diambil.
***
Beberapa hari setelah pembicaraan itu, aku merasa ada yang berubah dalam hubungan kami. Bukan karena cinta yang memudar, tapi lebih pada cara kami menghadapi jarak. Kami mulai belajar untuk tidak bergantung sepenuhnya pada kehadiran fisik, namun lebih pada dukungan emosional. Aku menyadari bahwa cinta bukan hanya tentang bersama setiap saat, tapi juga tentang memberikan ruang bagi masing-masing untuk tumbuh dan mencapai mimpi.
Sementara Arya fokus pada pekerjaannya, aku juga mulai mengejar mimpi-mimpiku yang sempat tertunda. Aku mendaftar ke kelas menulis dan mulai mengerjakan proyek yang sudah lama ingin kucoba. Rasanya seperti menemukan kembali diriku yang sempat hilang dalam bayang-bayang hubungan. Aku belajar bahwa mencintai seseorang bukan berarti melupakan diri sendiri, tapi justru saling memberi kekuatan untuk mencapai impian masing-masing.
Setiap kali Arya menghubungiku, aku menceritakan perkembangan proyekku, dan dia pun memberikan dukungan sepenuh hati. Kami tertawa bersama, berbagi cerita tentang tantangan-tantangan yang kami hadapi, dan berjanji untuk tetap saling mendukung, apapun yang terjadi. Meski kami jauh, rasanya seperti kami semakin dekat.
Namun, tidak semua hari berjalan dengan mulus. Ada kalanya aku merasakan kerinduan yang begitu mendalam, hingga sulit rasanya untuk menahan air mata. Ada malam-malam panjang di mana aku hanya bisa memeluk bantal dan berharap Arya ada di sampingku. Tapi setiap kali perasaan itu muncul, aku mencoba mengingatkan diriku bahwa ini adalah ujian yang harus kami hadapi. Bahwa cinta kami cukup kuat untuk menaklukkan segala jarak dan waktu.
***
Beberapa bulan kemudian, Arya mengabarkan bahwa dia memutuskan untuk memperpanjang kontraknya selama enam bulan lagi. Keputusan itu bukan hal yang mudah baginya, namun dia tahu bahwa ini adalah langkah penting dalam kariernya. Aku mencoba menerima kenyataan itu dengan hati terbuka, meski tak bisa kupungkiri bahwa rasa kecewa perlahan menyelimuti hatiku.
Malam itu, aku memutuskan untuk menulis surat panjang untuk Arya. Dalam surat itu, aku mencurahkan semua perasaan yang selama ini kusimpan. Aku menulis tentang rindu yang seringkali menyesakkan, tentang mimpi-mimpi yang pernah kami rencanakan bersama, dan tentang harapan bahwa suatu hari kami akan bisa kembali bersama tanpa harus terpisah lagi.
Ketika surat itu selesai, aku merasa sedikit lega. Mungkin, menulis adalah caraku untuk mengatasi rindu yang tak bisa kuungkapkan secara langsung. Aku mengirimkan surat itu lewat email, dan berharap Arya bisa merasakan perasaanku melalui setiap kata yang kutulis.
Keesokan harinya, Arya membalas surat itu. Dia menulis dengan penuh kejujuran, mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukunganku dan betapa dia merindukanku. Dia juga berjanji bahwa begitu kontrak ini selesai, dia akan pulang dan membangun kembali mimpi-mimpi yang sempat tertunda. Membaca surat itu, aku merasa bahwa semua pengorbanan ini tak akan sia-sia. Cinta kami memang sedang diuji, namun kami percaya bahwa cinta ini adalah sesuatu yang layak untuk diperjuangkan.
***
Hari-hari terus berlalu, dan meski rindu masih sering menghampiri, aku mulai merasa lebih kuat. Aku belajar bahwa cinta yang sejati bukanlah cinta yang selalu bersifat egois, tapi cinta yang rela berkorban dan saling mendukung. Hubungan ini mengajarkanku untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa dan mandiri, seseorang yang tak hanya bergantung pada kehadiran pasangan, tapi juga mampu berdiri sendiri.
Arya dan aku tetap saling berkomunikasi setiap hari, meski kini kami tak lagi berbicara terlalu lama. Kami lebih memilih untuk menghargai setiap momen, mengisi waktu dengan hal-hal produktif, dan saling mendukung dari kejauhan. Hubungan kami mungkin berbeda dari pasangan pada umumnya, namun aku merasa bahwa kami justru semakin kuat karena jarak ini.
Suatu malam, Arya mengirimkan sebuah pesan singkat yang membuat hatiku hangat. "Terima kasih karena selalu ada untukku. Kamu adalah kekuatanku, dan aku berjanji akan pulang untukmu."
Pesan itu sederhana, namun penuh makna. Aku tahu bahwa cinta ini adalah sesuatu yang istimewa, sesuatu yang tidak mudah ditemukan. Meski hidup terus memberikan rintangan, aku percaya bahwa kami bisa melewati semuanya bersama.
Di tengah ketidakpastian ini, aku merasa bahwa cinta kami semakin matang dan kokoh. Aku belajar bahwa mencintai seseorang bukan hanya tentang bersama setiap saat, tapi juga tentang memberi ruang untuk tumbuh, saling mendukung, dan berjuang untuk kebahagiaan masing-masing. Kami mungkin belum tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun aku yakin bahwa selama kami saling mencintai, tidak ada jarak yang terlalu jauh untuk dilalui.