" Mau gimanapun kamu istriku Jea," ucap Leandra
Seorang gadis berusia 22 tahun itu hanya bisa memberengut. Ucapan yang terdengar asal dan mengandung rasa kesal itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Jeanica Anisffa Reswoyo, saat ini dirinya sudah berstatus sebagai istri. Dan suaminya adalah dosen dimana tempatnya berkuliah.
Meksipun begitu, tidak ada satu orang pun yang tahu dengan status mereka.
Jadi bagaimana Jea bisa menjadi istri rahasia dari sang dosen?
Lalu bagaimana lika-liku pernikahan rahasia yang dijalani Jea dan dosennya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia 05
Reswoyo mengerjapkan matanya, rasa sakit itu masih terasa dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia mencoba untuk berpikir positif, namun hatinya dan kepalanya tetap mengatakan bahwa dirinya tidak akan lama lagi berada di dunia ini.
Bayangan istri dan kedua anaknya silih berganti bagaikan slide presentasi. Ia merasa takut jika dirinya memang benar akan diambil Yang Maha Kuasa, lalu bagaimana dengan anak dan istrinya. Siapa yang akan jadi pelindung keluarganya terlebih putra bungsunya masih kecil.
" Pak!"
Suara yang sangat familier memanggilnya. Reswoyo tersenyum melihat anak perempuannya baik-baik saja. Ia merasa bersalah karena sudah membawa putri sulungnya dalam sebuah kecelakaan meskipun ia tahu bahwa semua ini adalah musibah.
Pandangan Reswoyo yang sedikit kabur namun masih dapat melihat wajah anaknya yang tampak sedih. Ia sedikit menggeser bola matanya ke arah sebelah Jea. Di sana berdiri seorang pria dengan ekspresi sendu dan rasa bersalah.
" Saya Leandra, orang yang menabrak mobil bapak. Saya juga mengenal Jeanica karena dia adalah mahasiswa saya. Saya mohon maaf atas kesalahan yang saya perbuat karena telah membuat Bapak dan Jeanica dalam kondisi seperti ini."
Reswoyo tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. Dia tahu ini bukan sepenuhnya kesalahan pemuda itu. Karena sebelum kecelakaan terjadi, ia yakin betul merasakan jantungnya yang sakit.
" Ini bukan sepenuhnya salah Pak Dosen, saya lah yang pertama bersalah di sini. Pak Dosen, apa Bapak sudah menikah?"
Lean menggelengkan kepalanya kuat, meskipun dia tidak mengerti maksud pertanyaan tersebut, dalam kepala Lean dia hanya perlu menjawabnya.
" Bagus, Pak Dosen maukah Anda menikah dengan anak saya? Saya rasa saya tidak bisa lagi menjaga anak dan istri saya lebih lama lagi kedepannya."
" Pak, Bapak ngomong apa sih? Bapak ndak akan kemana-mana. Bapak jangan ngomong kayak gitu, hiks. Bapak pasti sembuh kok."
Jea terisak, dia tahu apa makna ucapan Reswoyo. Hatinya langsung sakit mendengar ucapan yang seolah-olah adalah ucapan selamat tinggal itu.
Gadis itu berkali-kali melihat ke arah jam di dinding. Ia menunggu ibu dan adiknya agar segera datang. Dia takut jika terjadi apa-apa dengan ayahnya itu.
Sedangkan Lean, wajah pria itu nampak berpikir keras. Ucapan Reswoyo tadi bukan hanya candaan semata. Sebagian nurani atas rasa bersalahnya pun mencuat. Jika benar hidup Reswoyo tidak akan lama, maka salah satu cara untuk menebus rasa bersalahnya itu adalah mengikuti keinginan Reswoyo. Meskipun benar kata Reswoyo kecelakaan itu bukan murni kesalahan Lean, namun Lean ikut andil banyak di dalamnya.
" Baik Pak, saya akan menikah dengan Jeanica."
" Pak Lean, Bapak jangan bercanda dalam situasi yang seperti ini."
" Saya tidak bercanda Jeanica. Saya serius, mari kita menikah."
Jea mengacak rambutnya sebahunya dengan kasar. Dia tidak menyangka bahwa dosennya itu akan bertindak sedemikian rupa, padahal ia tahu betul ayahnya tidak lah serius dalam ucapannya tadi.
Tidak, pikiran Jea saat ini sangat salah. Jea menganggap ucapan Reswoyo tadi hanyalah sekedar basa-basi tapi padahal ucapan pria paruh baya itu sungguh serius dan benar adanya. Keinginan Reswoyo sangat kuat atas ide yang ia ucapkan.
" Saya akan mengurusnya Pak, jadi Bapak harus sembuh dulu. Saya akan kembali ke Jakarta untuk mengurus surat-surat nya."
" Ndak Pak Dosen, saya mau secepatnya Pak Dosen menikah dengan Jea, jika bisa malam ini juga, Saya merasa ndak punya banyak waktu. Saya ingin menyaksikan anak saya, Jeanica menikah."
Jika Jea sudah tidak mampu berkata-kata lagi karena ucapan ayahnya terlihat sangat serius, maka berbeda dengan Lean. Dengan yakin dia menyetujui usulan Reswoyo meskipun itu berarti dia harus melakukan semuanya tanpa diketahui oleh orang tua dan seluruh keluarga besarnya. Dan itu juga berarti pernikahan mereka terjadi secara agama saja.
" Saya akan mencari orang yang bisa menikahkan saya dengan Jeanica secepat mungkin."
" Terimakasih Pak Dosen."
Cekleek
Tap tap tap
" Mas kok bisa gin,Ya Allah."
" Bapak, Mbak."
Desi dan Akbar masuk ke dalam ruang rawat saat Lean sudah keluar. Mereka tadi berpapasan, dan Lean membungkukkan tubuhnya yang tinggi sebagai tanda ia menyapa Desi. Desi pun hanya membalas secara singkat karena fokus utama adalah kepada sang suami.
" Ini musibah Buk, Bapak yang kurang hati-hati."
Desi menitikkan air matanya, seumur hidupnya baru kali ini anggota keluarganya ada yang masuk rumah sakit. Perasaan Desi menjadi tidak karuan, pikirannya berkelana kemana-mana. Ia lalu menggenggam tangan sang suami dan berdoa dalam hati semoga suaminya segera kembali sehat.
Jea juga menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dia juga menceritakan siapa pria yang ibunya temui tadi saat masuk ke dalam rumah rawat. Awalnya Desi sedikit menyalahkan Lean, tapi ketika Jea dan Reswoyo menjelaskan kondisi Reswoyo yang terkena serangan jantung saat mengemudi, rasa awal Desi menyalahkan Lean pun sirna.
Pemuda itu hanya berada di tempat dan waktu yang salah. Dan sebenarnya dia tidaklah memiliki kesalahan fatal dalam insiden kali ini.
Di luar rumah sakit Lean sedikit kebingungan. Mencari orang yang bisa menikahkannya dan Jea, harus kemana dia mencari orang tersebut di malam-malam seperti ini. Namun Lean tidak mungkin menyerah. Ucapan Reswoyo seperti tanda bahwa ayah dari mahasiswanya itu akan pergi selamanya. Walaupun kondisinya tampak normal, tapi Lean merasa ucapan Reswoyo akan terjadi tidak lama lagi.
" Harus nyari kemana ini?" Lean bergumam lirih. Dia mengusap wajahnya kasar. Ia kemudian berjalan menuju ke mobil, mencari kantor urusan agama setempat dan memutuskan untuk pergi ke sana. Tempat itu jelas sudah tutup saat ini, tapi entahlah feelingnya mengatakan bahwa dia harus pergi ke sana.
Dengan modal map handphone, Lean pergi ke lokasi dimana KUA berada. Hanya sekitar 15 menit dia sudah ada di depan KUA. Lean keluar dari sana, rupanya di sebelah KUA terdapat sebuah masjid. Lean pun memilih untuk datang ke sana lalu melaksanakan ibadah sholat isya yang tertunda. Ya dia baru ingat kalau dirinya belum melakukan kewajibannya itu.
Seusai sholat, Lean keluar dari masjid. Dia duduk di serambi masjid sambil memikirkan dimana dirinya harus mencari orang yang bisa menikahkannya dengan Jea.
" Assalamu'alaikum, malam-malam begini di sini apa anak ini sedang dalam perjalanan?"
" Waalikumsalam Pak, iya Pak. Tapi sebenarnya sekarang saya sedang cari orang yang bisa menikahkan saya. Saya ... ."
Lagi-lagi Lean bertindak tanpa dia pikirkan lebih dulu. Biasanya Lean memiliki banyak pertimbangan untuk bicara dengan orang lain mengenai masalah pribadinya. Tapi kali ini dia tidak seperti itu, dengan mudahnya Lean menceritakan apa yang saat ini terjadi pada dirinya. Ia bahkan menceritakan kronologinya secara rinci.
" Ini mungkin juga karena kelalaian dan kesombongan saya. Andaikan saya menahan diri, mengambil waktu istirahat sejenak, mungkin kejadian seperti ini tidak akan terjadi."
" Nak semua itu adalah bagian dari takdir Allah. Tidak ada satu pun orang yang ingin berada dalam situasi yang buruk kan? Nah, untuk yang kamu butuhkan aku bisa bantu. Aku bisa menikahkan mu dengan gadis itu."
" Ya? Oh Alhamdulillah, kalau begitu ayo Pak ikut saya ke rumah sakit."
Senyum Lean mengembang sempurna. Dia tidak menyangka bahwa apa yang ia butuhkan ternyata ada di depannya. Dan satu hal yang akan ia lakukan itu suatu hari akan menimbulkan banyak drama. Baik terhadap kehidupannya maupun terhadap keluarganya.
Saat ini, Lean pada akhirnya tidak memberitahu keluarganya tentang apa yang ia lakukan. Ia berpikir saat ini bukan waktunya, dia akan memberitahu keluarganya nanti jika dirasa waktunya sudah tepat.
TBC