NovelToon NovelToon
Bolehkah Aku Bermimpi ?

Bolehkah Aku Bermimpi ?

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Janda / Keluarga / Karir / Pembantu / PSK
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Titik.tiga

Tiara, seorang gadis muda berusia 22 tahun, anak pertama dari lima bersaudara. Ia dibesarkan di keluarga yang hidup serba kekurangan, dimana ayahnya bekerja sebagai tukang parkir di sebuah minimarket, dan ibunya sebagai buruh cuci pakaian.

Sebagai anak sulung, Tiara merasa bertanggung jawab untuk membantu keluarganya. Berbekal info yang ia dapat dari salah seorang tetangga bernama pa samsul seorang satpam yang bekerja di club malam , tiara akhirnya mencoba mencari penghasilan di tempat tersebut . Akhirnya tiara diterima kerja sebagai pemandu karaoke di klub malam teraebut . Setiap malam, ia bernyanyi untuk menghibur tamu-tamu yang datang, namun jauh di lubuk hatinya, Tiara memiliki impian besar untuk menjadi seorang penyanyi terkenal yang bisa membanggakan keluarga dan keluar dari lingkaran kemiskinan.

Akankah Tiara mampu menggapai impiannya menjadi penyanyi terkenal ? Mampukah ia membuktikan bahwa mimpi-mimpi besar bisa lahir dari tempat yang paling sederhana ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titik.tiga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 16 : Mimpi dan bahaya yang mengintai

Pagi itu, di hari Selasa, suasana di rumah Tiara dan Putri dipenuhi kebahagiaan. Setelah lolos audisi, impian mereka untuk melangkah lebih jauh sebagai penyanyi mulai tampak nyata. Keceriaan menyelimuti hari mereka, meskipun angkringan yang dirintis bersama sudah cukup untuk menopang kebutuhan hidup, Tiara dan Putri masih memutuskan membantu ibunya mencuci pakaian tetangga seperti biasa.

Sang ibu, dengan senyum lembut, berkata, "Mencuci pakaian ini bukan lagi soal uang, tapi sebagai tanda terima kasih kepada semua yang telah membantu kita selama ini." Mendengar itu, Tiara dan Putri saling pandang, hati mereka tersentuh. Mereka memeluk sang ibu dengan haru, merasakan betapa besar arti perjuangan ini.

Setelah selesai mencuci, Tiara dan Putri mengantarkan pakaian ke rumah-rumah tetangga, sebagaimana rutinitas mereka setiap harinya. Keduanya berjalan santai di jalanan kecil, bercanda satu sama lain, menikmati pagi yang sejuk. Namun, suasana damai itu tiba-tiba berubah drastis ketika sebuah mobil Kijang berwarna hitam muncul dari kejauhan.

Tiara dan Putri tidak menyadari bahwa mobil itu mengarah ke mereka dengan cepat. Saat sudah dekat, mobil itu tiba-tiba menepi dan memepet mereka. Tiara dan Putri pun terkejut dan kehilangan keseimbangan, terjatuh ke tanah. Keduanya masih berusaha bangkit ketika pintu mobil terbuka, dan tiga pria turun dengan langkah tergesa-gesa. Alih-alih membantu mereka bangun, para pria itu malah langsung meraih Tiara dan Putri dengan kasar.

"Hei! Apa-apaan ini!" teriak Tiara dengan panik, mencoba melepaskan diri. Namun, sebelum ia bisa berbuat lebih jauh, salah seorang pria menutup mulutnya dengan kain tebal, membuat suaranya teredam.

Putri juga mengalami nasib yang sama. Tangan pria itu terlalu kuat untuk dilawan. Mulutnya juga dibekap, napasnya tercekik oleh rasa takut yang tiba-tiba menyergap. Mata mereka saling bertemu dalam ketakutan, sadar bahwa mereka sedang dalam bahaya yang tak terduga.

Mobil melaju cepat, meninggalkan jalanan yang semakin sunyi. Di dalam mobil, kedua gadis itu terus meronta, tapi kekuatan mereka tak sebanding dengan bekapan para pria yang menahan mereka. Hati mereka berdebar kencang, perasaan takut merasuki pikiran. Tiara dan Putri tahu bahwa apa pun yang akan terjadi selanjutnya, tidak ada yang baik dari situasi ini. Mereka hanya bisa pasrah, berharap keajaiban terjadi di tengah kepanikan dan ketakutan yang mendalam.

Mobil terus melaju tanpa arah yang jelas, membawa Tiara dan Putri menuju nasib yang tak mereka ketahui...

Tentu, aku akan membuatnya lebih panjang dan lebih detail untuk mempertahankan nuansa tegang, panik, dan penuh ketakutan.

Tiara dan Putri berusaha meronta sekuat tenaga, namun tali yang melilit tubuh mereka terlalu kuat, dan tangan-tangan kasar yang membekap mulut mereka semakin memperparah kepanikan. Keduanya terjebak dalam situasi yang mencekam. Napas mereka tersengal-sengal, dada terasa sesak. Putri berusaha berteriak, tapi suara jeritannya teredam oleh tangan besar yang menutup mulutnya. Tiara menoleh ke arah Putri, matanya yang membelalak dipenuhi ketakutan, namun tak ada yang bisa mereka lakukan. Tubuh mereka tak berdaya melawan kekuatan para penculik.

"Diam, atau kalian tidak akan keluar dari sini hidup-hidup!" suara laki-laki dari belakang menggelegar, begitu tajam dan dingin. Kalimat itu membuat kedua gadis itu terhenti. Tubuh mereka kaku, tenggorokan tercekat, dan mereka hanya bisa menatap satu sama lain dengan mata yang dipenuhi rasa takut.

Mobil yang membawa mereka melaju semakin cepat, melewati jalan-jalan sepi yang hanya disinari oleh lampu jalan yang berkelip samar-samar. Tiara merasa tubuhnya bergetar hebat. Ketakutan menyelimuti setiap sudut hatinya. Mereka tidak tahu ke mana akan dibawa, dan setiap detik yang berlalu hanya menambah rasa ngeri.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, mobil akhirnya berhenti. Dua pria yang duduk di depan turun, membuka pintu, dan menarik Tiara serta Putri keluar dengan kasar. Keduanya terjatuh ke tanah, lutut mereka menyentuh aspal dingin yang keras. Ketika mereka diangkat kembali, mata mereka tetap tertutup oleh kain hitam yang tebal, membuat segalanya semakin mencekam.

"Jangan banyak bergerak!" Ucap salah satu pria. Kedua gadis itu hanya bisa patuh, meski ketakutan terus menghantui mereka. Mereka didorong masuk ke dalam sebuah bangunan. Suara pintu besi yang berderit terbuka membuat punggung Tiara merinding. Di dalam, udara terasa lembap dan dingin, membuat tubuh mereka menggigil.

Penutup mata mereka dilepas dengan kasar, dan pandangan mereka perlahan mulai menyesuaikan diri dengan kegelapan di sekitar. Ruangan itu sempit, dinding-dindingnya terbuat dari beton dengan jendela kecil yang tertutup jeruji besi. Di sudut ruangan, terlihat tumpukan kardus-kardus yang ternyata penuh dengan botol-botol minuman keras. Tiara terdiam sejenak, matanya menelusuri setiap sudut ruangan. Tiba-tiba ia merasa mual. Firasat buruk menghantamnya, ini bukan sekadar penculikan biasa.

“Ini… ini ulah siapa?” Putri berbisik, suaranya gemetar.

Dan seketika, Tiara menyadari jawabannya. Hatinya mencelos saat ingatan itu muncul. Wajah Pak Mike, orang yang mengaku produser yang ternyata pemilik club malam tempat Tiara dan Putri bekerja, terlintas di benaknya. Semua ini pasti ulahnya.

“Ini pasti ulah Pak Mike…” bisik Tiara dengan suara parau, matanya menatap Putri dengan kebingungan. Putri menatap balik, tapi tidak bisa berkata apa-apa. Ketakutan mereka semakin membesar, perasaan terperangkap semakin menghantui.

“Kenapa… kenapa dia melakukan ini?” Putri bertanya, matanya mulai berair. Namun sebelum Tiara bisa menjawab, pintu besar di belakang mereka terbuka dengan suara yang memekakkan telinga. Mereka menoleh, dan di sanalah, sosok yang selama ini mereka hindari berdiri dengan tatapan licik dan penuh kemenangan, Pak Mike.

“Lama tak berjumpa, Tiara… Putri,” suaranya tenang namun mematikan, seperti racun yang perlahan menyebar. “Kupikir kalian berdua sudah lupa siapa yang pernah memberi kalian pekerjaan dulu.”

Tiara dan Putri hanya bisa membisu. Tubuh mereka terasa lemas, seolah semua kekuatan telah terserap oleh ketakutan yang begitu mendalam. Pak Mike berjalan mendekat dengan senyum menyeringai di wajahnya. “Kalian sepertinya sudah sukses sekarang. Punya usaha sendiri, ya? Angkringan, katanya? Hebat juga kalian.”

“Kami… kami tidak ada urusan lagi dengan Anda, Pak Mike. Tolong… lepaskan kami…” Tiara berusaha merangkai kata-kata, namun suaranya bergetar hebat.

Pak Mike hanya terkekeh. “Lepaskan? Kalian berdua sudah membuatku rugi besar. Sekarang kalian harus bayar.”

Tangan Pak Mike terayun pelan, mengelus-elus botol minuman keras di depannya. "Kalau kalian masih ingin melihat dunia luar lagi, lebih baik kalian ikuti perintahku. Kalian ingat caranya, kan?" senyumnya semakin melebar, penuh dengan ancaman tersembunyi.

Putri tak kuat lagi menahan air matanya. Ia menangis terisak-isak, bahunya bergetar. Di sudut ruangan itu, kedua gadis itu terikat di kursi kayu yang kasar, tanpa harapan. Tiara berusaha menenangkan Putri, meski dirinya sendiri diliputi rasa takut yang mendalam. Pikiran mereka kacau. Bayangan tentang audisi menyanyi yang seharusnya mereka jalani dalam waktu dekat kini terasa begitu jauh, seolah-olah impian itu akan terkubur di tempat gelap ini.

Dalam ketakutan, Tiara menatap ke langit-langit gudang yang gelap. Jantungnya berdegup kencang, napasnya tersengal-sengal. Setiap detik yang berlalu terasa seperti seumur hidup. Pikiran tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya menghantui mereka, dan mereka hanya bisa berdoa dalam hati, berharap ada keajaiban yang akan menyelamatkan mereka dari mimpi buruk ini.

___

Pak Mike berdiri di hadapan Tiara dan Putri, wajahnya penuh dengan kemarahan yang tidak bisa disembunyikan. Matanya menyipit, mengamati mereka dengan pandangan penuh kebencian. “Kalian benar-benar berani! Mengambil karyawan terbaikku, membuat bisnis kalian sendiri, dan menganggap aku akan diam saja?”

Tiara menggertakkan giginya. Amarah membara dalam hatinya, tubuhnya tegang. “Kami tidak mencuri siapa pun! Mereka memilih bekerja untuk kami karena mereka tahu kau hanya memperlakukan mereka seperti binatang jalang!” Bentak Tiara dengan suara penuh kemarahan.

Pak Mike tersenyum sinis, mendekatkan wajahnya ke arah Tiara. “Kau terlalu banyak bicara, Tiara.” Sebelum ia bisa berkata lebih banyak, Tiara, dengan keberanian yang tersisa, meludahi wajah Pak Mike. Ludah itu mendarat tepat di pipinya.

Wajah Pak Mike berubah menjadi merah padam dalam sekejap. “Kau—” Tangan besar Pak Mike mencengkeram lengan Tiara dengan kuat, menariknya dengan kasar. “Bawa dia ke atas!” perintahnya pada dua pria lainnya yang langsung menuruti perintahnya. Tiara meronta, namun mereka terlalu kuat. Ia dipaksa berjalan menuju tangga yang berderit menuju lantai dua.

Putri hanya bisa menatap dengan mata yang berlinang air mata. “Tiara!” jeritnya, suaranya menggema di antara dinding-dinding gudang. Namun, Tiara tidak bisa menjawab. Ia diseret menjauh, meninggalkan Putri yang masih terikat dan bergetar ketakutan di sudut ruangan.

Begitu tiba di lantai dua, Tiara dilemparkan ke sebuah sofa panjang. Tubuhnya terhempas keras ke permukaan sofa yang lembut tapi tidak mampu memberikan rasa aman. Di ruangan itu, lampu-lampu redup menerangi tiga sosok yang sudah menunggu. Fajar, tamu VIP dari masa lalunya, duduk santai dengan senyum licik di wajahnya, ditemani oleh dua pria lainnya yang Tiara belum pernah lihat sebelumnya. Tatapan mereka penuh dengan niat buruk yang membuat Tiara merinding.

“Hei, Tiara,” sapa Fajar dengan nada meledek. “Lama tidak bertemu, ya?” Ia tertawa, dan tawanya menggema di seluruh ruangan. “Kudengar, kamu sekarang jadi bos, ya? Angkringan kecilmu itu, hebat juga kamu.”

Tiara menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa takut yang menguasai tubuhnya. Ia tahu tidak ada jalan keluar dari sini dengan mudah. Fajar melangkah mendekat, tatapannya semakin mengintimidasi. “Lihat, sekarang kamu ada di sini, tidak berdaya seperti dulu. Selalu berpikir kamu bisa lari dari semua ini, ya?”

Tiara menjerit, mencoba melawan, tapi dua pria lainnya langsung menahan tubuhnya. Fajar tertawa lebih keras lagi, suara tawa itu membuat Tiara mual. “Tenang saja, Tiara,” ucapnya dengan nada seolah-olah sedang menenangkan seorang teman, namun ada kebengisan di balik kata-katanya. “Kami cuma ingin bersenang-senang sedikit.”

Tangan Fajar bergerak mendekati Tiara, namun Tiara berontak sekuat tenaga. Ia berteriak, menjerit sekeras yang ia bisa, berharap ada seseorang, siapa pun, yang akan mendengarnya. Teriakan Tiara menggema di seluruh ruangan, dan meskipun ia tahu tidak ada yang akan datang menolongnya, ia tetap berteriak.

Di lantai bawah, Putri yang masih terikat mendengar jeritan Tiara. Jantungnya terasa akan meledak, tangisnya pecah, dan tubuhnya mulai menggigil hebat. Suara jeritan Tiara seakan merobek hati Putri, membuat ketakutannya semakin menjadi. “Tiara…,” bisiknya dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Ia berusaha meronta, mencoba melepaskan diri dari ikatan yang menjerat tangannya, namun semuanya sia-sia.

“Tiara!” teriak Putri, meski ia tahu bahwa suaranya tak akan pernah sampai pada sahabatnya yang berada di lantai atas. Setiap jeritan Tiara membuat Putri semakin lemah dan hancur. Bayangan buruk tentang apa yang mungkin terjadi pada Tiara mulai membayangi pikirannya, dan ketakutan yang tak tertahankan menyelimuti dirinya. Mereka berdua terjebak dalam mimpi buruk yang tak berkesudahan.

Di lantai atas, Fajar dan kedua pria lainnya terus mengelilingi Tiara. Ia merasa begitu kecil dan tak berdaya di antara mereka. Kakinya gemetar, tubuhnya lunglai. Tiara tahu apa yang akan terjadi padanya, dan itu membuat hatinya penuh dengan kengerian. Dengan seluruh kekuatan yang masih tersisa, Tiara mencoba menendang salah satu pria itu, namun Fajar dengan cepat menahannya, menekannya ke sofa dengan kasar. “Jangan membuat ini lebih sulit, Tiara,” katanya dengan nada sinis.

Air mata mulai mengalir di wajah Tiara. Ia merasa semuanya hancur, impiannya, harapannya, semuanya seolah-olah terbang menjauh. Pikiran tentang audisi yang mereka jalani, kesempatan besar yang seharusnya mereka kejar, kini terasa begitu jauh dari jangkauannya. Tiara hanya bisa menangis dan menjerit dalam ketakutan dan keputusasaan, sementara Fajar dan kawan-kawannya tertawa puas di atas penderitaannya.

1
NT.Fa
hidup sepahit itu kah? Kasian Tiara
NT.Fa
Semangat ya Tiara
NT.Fa
cerita yg menarik... inspirasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!