Bekerja sebagai pelayan di Mansion seorang Mafia???
Grace memutuskan menjadi warga tetap di LA dan bekerja sebagai seorang Maid di sebuah Mansion mewah milik seorang mafia kejam bernama Vincent Douglas. Bukan hanya kejam, pria itu juga haus Seks wow!
Namun siapa sangka kalau Grace pernah bekerja 1 hari untuk berpura-pura menjadi seorang wanita kaya yang bernama Jacqueline serta dibayar dalam jumlah yang cukup dengan syarat berkencan satu malam bersama seorang pria, namun justru itu malah menjeratnya dengan sang Majikannya sendiri, tuanya sendiri yang merupakan seorang Vincent Douglas.
Apakah Grace bisa menyembunyikan wajahnya dari sang tuan saat bekerja? Dia bahkan tidak boleh resign sesuai kontrak kerja.
Mari kita sama-sama berimajinasi ketika warga Indonesia pindah ke luar negeri (〃゚3゚〃)
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMLMM — BAB 11
MENGOLES MINYAK
Di ruang tamu, Grace masih sibuk dan fokus membersihkan sampah-sampah serta air wine yang berceceran di lantai menggunakan kain yang dia bawa beserta ember.
Karena di sana sepi, Grace leluasa bergerak bagaimana pun posisinya— seperti saat ini, wanita itu bertumpu dengan kedua lututnya seperti posisi merangkak, tangan kanan Grace membersihkan wine di lantai dekat sofa.
Saat dia selesai membersihkannya, Grace kembali menegakkan tubuhnya, lalu berdiri seraya tersenyum puas akan hasil kerjanya namun dia tak menyadari bahwa Vincent sudah berdiri di belakangnya dengan kedua tangannya dimasukkan ke saku celana hitamnya.
Tiba-tiba, tanpa diminta, Vincent meraih kain dari ember yang Grace bawa. “Kau melupakan yang itu.” Ucapnya begitu dekat dengan telinga Grace sambil melempar ringan kain tadi ke arah lantai tempat sofa yang Jacqueline duduki.
Seketika tubuh Grace menegang hingga dia langsung berbalik dan refleks mundur, namun itu malah membuatnya hampir terjatuh karena betisnya mengenai ujung meja dan hampir membuatnya terjatuh ke belakang sampai tangan kekar Vincent meraih lengannya.
Grace sungguh gugup hingga dia tak tahu lagi harus bersikap apa selain menunduk dan menepis pelan tangan tuannya. “Ak-aku akan membersihkannya...” Ucapnya kepada Vincent yang masih menatapnya tanpa berpaling.
Bukannya pergi, pria itu malah duduk di sofa singel yang tak jauh dari arah Grace berdiri.
Sementara Grace mengutuk pria itu dalam hatinya. Dia ingin Vicente segera pergi agar dia bisa membersihkan noda wine di lantai dan kini pria itu malah duduk di sofa singel dimana itu menghadap tepat ke arah noda wine berada. -‘Aku tidak bisa membersihkan dengan tenang jika ada dia.’ Batin Grace menggerutu dalam hati dengan tatapan sedih.
“Apa yang kau tunggu. Bersihkan itu.” Pinta Vin kepada maid nya.
“Ah, i-iya.” Grace berjalan pelan ke arah noda wine tadi. Hendak berlutut dalam posisi membelakangi Vincent, seketika dia ingat akan dress pendeknya.
Tak mungkin Grace memperlihatkan pahanya kepada pria itu lagi. Melihat maid nya berpindah posisi menjadi menghadap ke arahnya membuat Vincent sedikit mengerutkan keningnya heran akan tingkah wanita itu.
“Jangan tinggalkan noda sedikitpun di sana.” Ucapnya bersuara serak dingin.
Grace mengangguk mengerti dan mulai berlutut membersihkan noda tersebut dengan kain yang sama. Meski saat ini dia benar-benar gugup hingga susah bernafas akibat tatapan Vincent yang terus menyorot ke arahnya, Grace tak mau meliriknya sedikitpun dan tetap fokus dengan pekerjaannya.
Terlihat payudara Grace yang tercetak jelas karena baju maid yang begitu ketat memeluk body tubuhnya.
Tak butuh waktu lama membersihkannya, Grace kembali berdiri sembari tersenyum tipis. “Aku.. aku sudah membersihkannya— permisi!” ucapnya langsung bergegas menuju pintu.
“Siapa yang menyuruhmu pergi?”
Suara Vincent berasa mencekiknya kuat. Langkah Grace berhenti, lalu menoleh ke arah tuannya yang masih fokus menatap lurus.
“Kemari lah.” Pintanya membuat Grace ingin menangis ditempat.
Apalah daya menjadi seorang pelayan yang harus patuh pada majikannya.
Grace menghampiri Vincent dan berdiri di samping sambil membawa ember yang berisi pecahan beling serta botol dan gelas wine, juga kain pel.
Tiba-tiba Vincent berdiri, berbalik hingga kedua orang tadi saling berhadapan satu sama lain.
Melihat wajah tampan Vincent dari jarak dekat membuat kepala Grace pusing. Bagaimana bisa ada tampang pria seperti dia.
“Oleskan ke tubuhku, baru kau boleh pergi.” Vincent menyodorkan sebuah botol kecil yang merupakan minyak tubuh yang biasa dia gunakan sebelum mandi malam. Atau memang itu hanya akalan Vincent saja untuk mengerjai wanita di depannya saat ini.
“Tu-tubuh?”
“Aku rasa itu tidak memberatkan mu.”
“Ah, sama sekali tidak Tuan.” -‘Sangat!’ Grace meraih botol kecil dari tangan Vincent sambil tersenyum peluh lalu meletakkan embernya dengan tangan gemetar.
Pria itu mulai membuka satu persatu kancing kemejanya, namun sorot matanya masih menatap ke arah Grace.
Tak ingin melihatnya, Grace berpaling dengan degupan kencang.
Kemeja hitam berhasil dilepas hingga menunjukkan tubuh berotot Vincent yang terlihat keras juga menggiurkan.
Menyadari bahwa tuannya sudah melepaskan kemejanya, Grace segera mendekat sambil membuka tutup botolnya namun tak kunjung terbuka karena dia terlalu panik serta gugup.
Melihat hal itu, Vincent meriah botolnya dan membuka tutupnya. “Haha, ta-tanganku sangat licin.”
Namun pria itu masih saja diam tak bergeming sedikitpun sehingga Grace merasa dirinya seperti konyol.
“Now... Apply.” Pinta Vin memberikan kembali botolnya ke tangan Grace.
Wanita di depannya saat ini begitu terlihat tegang tak karuan. Grace benar-benar dibuat salah tingkah. Sedangkan Vincent yang sedari tadi mengamatinya, terlihat heran akan gerak-gerik Grace yang seolah ingin menghindarinya.
Wanita cantik dengan pakaian dress maid itu mulai melangkah maju hingga ke arah belakang Vincent. Grace mulai menuangkan minyak tersebut ke telapak tangan kirinya, lalu menempelkannya ke punggung telanjang tuannya.
Dan pada saat itulah, listrik seperti menyambar mereka berdua. Vincent merasa aneh dengan tubuhnya ketika merasakan sentuhan tangan Grace di kulitnya.
“Oles secara merata.” Ujar Vin menoleh ke kanan sehingga Grace dapat melihat rahang tegasnya.
“Ba-baik!”
Tangan kiri Grace mulai bergerak, mengusap lembut punggung lebar Vin, apalagi terdapat minyak yang membuat sentuhan tersebut semakin licin.
Sambil bernapas memburu, Grace tak bisa menghentikan deru napasnya.
Kelima jari Grace masih bergerak intens di punggungnya, mulai dari atas ke bawah, lalu kanan dan kiri. Wanita itu juga melirik ke arah wajah Vin yang masih diam merasakan sentuhan tersebut.
“Where you from?” tanya Vin mengalun ringan di telinga Grace.
“Asia! Aku baru menjadi warga tetap di Los Angeles.” Jelas wanita itu tersenyum tipis. Entah kenapa saat berbincang dengan Vin, degupan di jantungnya kembali normal.
“With family?”
“Sudah tidak.” Jawab Grace merasa sedih setiap kali dia mengingat keluarganya. Kedua orang tuanya meninggal bersama adik laki-lakinya saat mereka baru pindahan di Los Angeles.
Vincent terdiam saat mendengarkan balasan tersebut yang sudah dia tebak.
Merasa sudah selesai mengoles punggung tuannya, Grace mengehentikan gerakan tangannya, namun tiba-tiba Vincent berbalik badan sehingga wajah Grace melihat tepat dada bidang tuannya.
Ada yang berkedut di bawah Grace. Wanita itu terlihat menelan ludahnya hingga menahan dirinya.
“Kau melupakan yang depan.” Ujar pria itu masih santai, namun sorot matanya yang biru menatap selaku wajah polos dan natural maid barunya itu.
Tanpa memperdulikan kegugupannya, Grace kembali mengoleskan minyak ke dada bidang Vin walaupun napasnya masih tersengal-sengal hingga dadanya terlihat naik turun.
“Bernapas yang benar. Aku bisa mendengarnya.” Suara serak pelan milik Vin membuat degupan jantung Grace berpacu kembali.
Tangannya tak berhenti mengusap dada lalu turun ke perut sixpack nya hingga wanita itu untuk pertama kalinya merasakan betapa kerasnya otot di perut sixpack seorang pria.
Rahang Vin terus berkedut ketika tangan Grace mulai menyentuh perutnya dan bergerak lembut di sana, seperti menimbulkan hasrat seksualnya.