Vherolla yang akrab disapa Vhe, adalah seorang wanita setia yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasihnya, Romi. Meski Romi dalam keadaan sulit tanpa pekerjaan, Vherolla tidak pernah mengeluh dan terus mencukupi kebutuhannya. Namun, pengorbanan Vherolla tidak berbuah manis. Romi justru diam-diam menggoda wanita-wanita lain melalui berbagai aplikasi media sosial.
Dalam menghadapi pengkhianatan ini, Vherolla sering mendapatkan dukungan dari Runi, adik Romi yang selalu berusaha menenangkan hatinya ketika kakaknya bersikap semena-mena. Sementara itu, Yasmin, sahabat akrab Vherolla, selalu siap mendengarkan curahan hati dan menjaga rahasianya. Ketika Vherolla mulai menyadari bahwa cintanya tidak dihargai, ia harus berjuang untuk menemukan jalan keluar dari hubungan yang menyakitkan ini.
warning : Dilarang plagiat karena inti cerita ini mengandung kisah pribadi author
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jhulie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Playing Victim
Vherolla duduk di sudut kafe yang biasa mereka datangi, menunggu Romi datang. Jantungnya berdegup kencang, tangannya gemetar meski sudah ia coba untuk tenang. Ia tahu bahwa pertemuan ini tidak akan mudah, terutama karena ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada Romi, hal-hal yang selama ini dipendam dalam diam. Namun, kali ini Vherolla tak bisa lagi mengabaikan semua tanda-tanda kebohongan yang semakin nyata di depan matanya.
Ketika Romi akhirnya datang, Vherolla mencoba tersenyum meski hatinya gelisah. Romi duduk di depannya, tanpa kata-kata manis yang biasanya ia ucapkan saat pertama kali bertemu. Suasana terasa dingin, dan Vherolla tahu bahwa Romi pasti sudah merasa ada yang tidak beres.
“Kita perlu bicara.” Vherolla memulai dengan suara tenang, meskipun dalam dirinya ia merasakan kegelisahan yang tak terkendali. Romi mengangkat alisnya, terlihat sedikit bingung, tetapi juga sepertinya sudah menduga bahwa pembicaraan ini akan membawa masalah.
“Tentang apa?” tanya Romi, menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan sikap defensif.
“Aku mendapatkan beberapa pesan dari perempuan yang mengaku mantanmu,” Vherolla berusaha menjaga suaranya tetap netral. Ia tidak ingin langsung menyudutkan Romi, tetapi ia juga tidak bisa menahan diri untuk segera mendapatkan jawaban. “Mereka bilang kamu punya hutang yang belum kamu bayar.”
Romi menegang seketika. Wajahnya berubah menjadi lebih serius, dan matanya menatap tajam ke arah Vherolla. “Apa maksudmu?” suaranya rendah, tetapi penuh dengan amarah yang mulai terbangun.
“Aku nggak tahu apakah itu benar atau tidak,” lanjut Vherolla, berusaha menahan napas. “Tapi mereka bilang kamu pernah meminjam uang dari mereka, dan sekarang kamu masih belum mengembalikannya.”
Romi segera menyela, suaranya penuh kemarahan. “Kenapa kamu malah mencari tahu soal aku dari orang lain? Kalau kamu punya masalah denganku, kenapa nggak tanya langsung ke aku? Kamu ini pacarku, tapi malah percaya sama orang lain.”
Vherolla tersentak dengan nada kasar Romi. Dia sudah menduga bahwa Romi akan marah, tetapi tidak menyangka akan secepat ini. “Aku bukan mau mencari kesalahanmu,” Vherolla berusaha menjelaskan. “Aku cuma ingin tahu yang sebenarnya. Mereka bilang kalau kamu sering pinjam uang dan nggak pernah balikin.”
Romi menggelengkan kepalanya, wajahnya semakin memerah. “Kamu itu bodoh atau apa? Itu semua nggak benar. Mereka cuma cemburu dan iri karena aku sekarang sama kamu. Kalau kamu percaya sama mereka, berarti kamu nggak percaya sama aku. Kamu nggak yakin sama aku, ya?”
Vherolla merasa kepalanya mulai berputar mendengar kata-kata Romi yang semakin kasar. Ia tahu Romi sedang mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi hatinya tetap merasa gelisah. “Romi, aku hanya ingin kamu jujur,” katanya dengan suara bergetar. “Aku ingin kita punya hubungan yang terbuka, tanpa ada kebohongan.”
“Jujur?” Romi mendengus, suaranya terdengar sinis. “Kamu yang nggak jujur sama aku. Kalau kamu jujur, kamu nggak bakal percaya omong kosong dari orang lain.”
Vherolla terdiam sejenak. Ia sudah menduga bahwa Romi akan menolak semua tuduhan, tapi kali ini, dia merasa lelah. Semua kebohongan, semua pengelakan, dan semua masalah yang terus-menerus muncul mulai membuatnya lelah secara emosional.
“Aku hanya ingin kita jujur satu sama lain, Romi,” katanya perlahan. “Aku nggak bilang aku percaya 100% sama apa yang mereka katakan, tapi aku butuh penjelasan darimu.”
Romi menatap Vherolla dengan tatapan penuh amarah. “Penjelasan apa lagi yang kamu butuhkan? Aku udah bilang, itu semua bohong. Mereka cuma nyari perhatian.”
Vherolla menggigit bibirnya, merasa bingung antara mempercayai Romi atau tetap mempertahankan kecurigaannya. Ia ingat semua bukti yang ia temukan di ponsel Romi, daftar perempuan yang diblokir, semua mantan yang mengatakan hal yang sama tentang hutang-hutang Romi yang belum dibayar. Tapi di saat yang sama, ia masih merasakan perasaan sayang yang besar terhadap Romi. Setiap kali Romi memandangnya seperti itu, ada sesuatu di dalam dirinya yang meluluh, membuatnya sulit untuk benar-benar marah.
“Aku bukan nggak percaya sama kamu,” Vherolla berusaha mempertahankan suaranya agar tetap tenang. “Tapi kalau memang nggak ada yang kamu sembunyikan, kenapa kamu harus marah?”
Romi menggeram, memukul meja dengan telapak tangannya, membuat Vherolla terkejut. “Aku marah karena kamu nggak percaya sama aku!” katanya, suaranya semakin meninggi. “Kalau kamu benar-benar pacarku, kamu harusnya percaya dan dukung aku, bukan malah nyari-nyari kesalahan!”
Vherolla merasa tenggorokannya tercekat. Kata-kata Romi menyengat dalam, dan seolah-olah ia adalah pihak yang salah karena mempertanyakan kejujuran Romi. Dalam diam, Vherolla tahu bahwa Romi sedang mencoba memanipulasinya lagi, seperti yang sering ia lakukan setiap kali ada masalah.
Dia menunduk, menghela napas panjang. “Romi, aku cuma ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
“Aku udah bilang, nggak ada yang terjadi!” Romi menegaskan. “Mereka semua cuma cari gara-gara, biar hubungan kita hancur. Dan mereka juga cuma mau menghasut kamu biar benci sama aku.”
Vherolla terdiam lagi. Ia merasa semakin sulit untuk mendapatkan jawaban yang jujur dari Romi. Setiap kali ia mendekati kebenaran, Romi selalu menemukan cara untuk mengelak dan membuatnya merasa bersalah karena tidak percaya.
“Aku pikir, kita butuh waktu.” Vherolla akhirnya berkata dengan suara pelan. Ia tidak tahu apakah keputusan ini benar, tetapi ia merasa tidak ada lagi yang bisa ia lakukan dalam situasi ini. “Waktu untuk berpikir, untuk mempertimbangkan hubungan kita.”
Romi menatapnya dengan tajam, wajahnya tampak semakin gelap. “Apa maksudmu?”
“Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya,” jawab Vherolla dengan tegas. “Aku nggak bisa terus begini, Romi.”
Romi terdiam, matanya menyipit penuh kecurigaan. “Jadi, kamu mau ninggalin aku?”
Vherolla tidak langsung menjawab. Dalam hatinya, ia tahu bahwa ia harus membuat keputusan yang sulit, keputusan yang mungkin akan menyakitkan, tetapi sangat diperlukan agar ia bisa menemukan kedamaian dalam hidupnya.
Romi berdiri, tampak frustrasi dan marah. “kalau kamu kamu mau putus sama aku, silahkan. Aku nggak rugi sama sekali kamu tinggal, perempuan bukan cuma kamu. Dan kalau semua perempuan yang ngaku mantanku Tahu, kita putus, mereka bakalan pada senang, karna rencana mereka menghancurkan hubungan kita berhasil."
Vherolla mempertimbangkan lagi kata-kata Romi. Dia merasa ucapan Romi ada benarnya. 'Duh, gimana ini? Aku malah jadi bingung sendiri. Jangan-jangan benar kata Romi. Para perempuan itu hanya mengada-ada,' batinnya.
Akhirnya Vherolla pasrah dan sekali lagi bertanya kepada Romi. "Okelah, aku percaya sama kamu, tapi aku mau tanya satu hal sama kamu. Tapi beneran kan, kalau mereka itu mantan kamu?"
"Benar," jawab Romi singkat.
"Terus, kamu putus sama mereka kenapa?" tanya Vherolla lagi.
"Karena mereka yang duluan berulah. Mereka nggak setia, aku berkali-kali memergoki mereka jalan sama cowok lain. Nah, punya pacar nggak setia, buat apa dipertahanin?" tutur Romi acuh sambil menghisap rokoknya.
Vherolla bergeming, 'apa aku harus percaya sama Romi, ya? Romi memang ganteng, pantas saja ceweknya banyak. Mungkin dia benar, kalau ceweknya duluan yang selingkuh,' batinnya.
"Kalau kamu memang beneran cinta sama aku, kamu harus percaya sama aku. Tutup mata sama kuping, nggak usah dengerin omongan orang lain. Tapi kalau kamu suka cari info tentang kesalahanku, nggak bakal ada selesainya. Yang ada kamu malah gila sendiri karna kemakan omongan mereka. Kamu tahu sendiri jaman sekarang, lebih banyak orang yang nggak suka dibanding yang suka," lanjut Romi.
Yuk dukung author agar bisa terus melanjutkan bab ini hingga selesai