Sakit rasanya ketika aku menyadari bahwa aku hanyalah pelarianmu. Cinta, perhatian, kasih sayang yang aku beri setulus mungkin ternyata tak ada artinya bagimu. Kucoba tetap bertahan mengingat perlakuan baikmu selama ini. Tapi untuk apa semua itu jika tak ada cinta untukku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zheya87, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28
Aku menenangkan diri di halaman belakang setelah mendengar perdebatan Roy dan kakaknya.
Kak Rina mungkin benar, segala rentetan kejadian dan musibah keluarga ini di mulai dari kesalahan Roy.
Namun akupun tak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada Roy atas kejadian yang menimpaku ataupun atas kepergian mama. Semua sudah menjadi takdir dan sudah ditentukan oleh yang Maha Kuasa. Namun dalam hati kecilku, akupun ingin menyalahkan Roy juga diriku sendiri.
Kehadiranku dalam keluarga ini menjadi boomerang yang besar bagi mereka.
Aku kembali menangis, aku menyesal tak memiliki waktu yang banyak dengan mertuaku, kepergiannya begitu cepat. Mama bahkan menyembunyikan penyakitnya dariku. Beberapa kali mama memohon padaku untuk tetap bertahan di samping Roy, meminta bantuan ayah dan ibu menasehatiku agar aku segera kembali ke rumah ini. Dadaku terasa semakin sesak mengingat kasih sayang mama kepadaku. Sejak dulu bahkan sebelum aku menikah dengan Roy, mama sudah menyayangiku menganggap aku anaknya sendiri.
Bunyi notifikasi ponselku membuyarkan lamunanku.
Aku membuka ponselku. Beberapa pesan masuk sebagai belasungkawa ku baca satu per satu.
Sebagian besar dari teman-teman alumni SMA yang mengikuti Reuni semalam.
Ana menyatakan penyesalannya yang sangat dalam karena tak sempat hadir dalam pemakaman. Karena dia harus segera berangkat kembali ke Kota tempat tinggalnya pagi tadi.
Cecil hanya sempat mengirim pesan, mengungkapkan rasa duka yang sangat dalam. Dia memohon maaf tak bisa menemaniku dalam masa sulit beberapa hari ini.
Cecil sedang menyiapkan acara pertunangannya di Surabaya kota asal tempat tinggal orang tuanya. Aku membalas pesan Cecil dengan memakluminya. Mendoakan semoga lancar sampai hari H tiba.
Tak lama pesanku terkirim, Cecil menelpon Video Call.
Aku menghapus air mataku sebelum menerima panggilan. Aku tak ingin terlihat sedih di depan Cecil sehingga membuatnya khawatir.
“ Dara... sabar ya. Aku turut berduka atas musibah yang menimpamu. “ ucap Cecil saat telponnya ku angkat.
Aku mengangguk, tak mampu mengucap kata. Aku takut suaraku akan terdengar serak dan memancing kembali air mataku tumpah.
“ Menangislah Dara kalo kamu tak mampu menahannya. Jika aku masih di Jakarta, aku akan datang memelukmu. “
Akhirnya pertahananku jebol. Aku menangis di hadapan Cecil.
“ Semoga cobaan ini akan menjadikan kamu wanita kuat dan hebat. Percayalah rencana Tuhan sangat indah. “ Cecil kembali menghiburku.
“ Bahkan belum kering pusara anakku Cecil sekarang mama menyusulnya. Bahuku tak sekuat itu untuk menanggung semua ini Cecil. Aku ingin menyerah . “ sambil menangis kucurahkan isi hatiku. Cecil sudah tau tentang kehidupan rumah tanggaku. Aku sudah menceritakan semuanya saat dia menjengukku di rumah sakit.
“ Dara, jangan seperti ini. Kamu wanita paling kuat yang kutemui. Jika kamu butuh untuk menenangkan dirimu, untuk sementara datanglah ke sini. Minggu depan acara pertunanganku"
" Baiklah. Nanti aku pikirkan."
" Kabari aku secepatnya jika kamu mau datang. "
" Iya Cecil. Makasih yah."
Sambungan telpon aku matikan. Malam telah larut. Aku beranjak menuju kamar. Aku sangat lelah.
Roy tampak duduk termenung depan jendela kamar. Tatapannya kosong. Aku tak ngin mengganggunya. Namun Roy segera menyadari kedatanganku.
" Dara... Tolong dengarkan aku. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan agar kau tidak marah padaku. Aku salah. Seharusnya aku mendengarkan kata-katamu. Seharusnya aku tak ikut pergi dengan mereka. "
" Bukankah kamu pergi bersenang-senang malam itu? Kamu memaksa ikut karena ada Rina kan? "
" Apa maksudmu. Aku tidak bertemu dengan Rina malam itu Dara. Percayalah "
" Bohong. Bahkan kamu membiarkan Rina membalas chat dan mengangkat telponku malam itu Roy. Kamu masih mengelak lagi? Apa kamu sudah tidur dengannya? "
" Dara, jangan keterlaluan kamu menuduh aku"
Aku memutar rekaman telpon semalam yang diangkat Rina. Roy kaget dan terdiam.
" Dara, aku bisa jelaskan. Ini salah paham. Kejadiannya bukan seperti yang ada dalam pikiranmu. Aku mohon tolong dengarkan aku "
" Aku sudah tidak butuh penjelasanmu Roy. Aku hanya butuh ijinmu. Ijinkan aku pergi untuk sementara. Aku ingin menenangkan diriku."
" Dara. Please. Dengarkan aku. Jangan marah dulu."
" Aku sudah tidak punya hasrat untuk marah lagi Roy. Kamu salah. Aku pun salah. Seandainya aku tak menikah denganmu. Mungkin mama tak akan menderita dengan rasa bersalahnya padaku. "
" Dara. Tolong beri aku waktu"
" Aku sudah memberimu waktu dan kesempatan berulang kali. Namun berulang kali pula kamu patahkan niatku untuk memperbaiki hubungan kita. "
Roy menangis sambil berusaha meraihku. Tubuhku dipeluk erat olehnya.
"Maaf. Aku minta maaf Dara "
" Kau tidak pantas untuk menangis Roy. Dan aku tak akan memaafkanmu. Hatiku sakit Roy. Lukaku terlalu dalam. Biarkan aku pergi. Jangan bikin aku semakin membencimu. " aku melepas pelukan Roy.
" Dara, apa aku tidak berarti lagi di hatimu? Aku tau aku melukaimu. Tapi tolong percayalah aku tak melakukan itu. Aku tidak pernah berpikir ke arah sana Dara. Kesalalahku hanyalah aku terlalu mabuk malam itu. "
"Aku ingin percaya padamu Roy, namun kau dengar sendiri isi rekaman itu? Siapa yang tidak akan salah paham ? "
"Apa hubungan kita selemah ini Dara? Kamu mengenalku. Kamu tau aku tak akan melakukan perbuatan keji itu. Kamu satu-satunya orang yang sangat mengenalku. Kamu tanya dalam hatimu sendiri, temukan jawabannya apakah aku orang seperti itu. "
Aku masih menangis. Tak bisa menjawab perkataan Roy. Dia benar, akupun ragu dengan pengakuan Rina semalam. Namun rasa cemburuku terlalu besar.
" Beri aku waktu Roy. Aku butuh sendiri"
" Kamu egois Dara. Kamu ingin menyendiri? Sedang aku, apa kamu tak kasihan denganku? Kakakku menyalahkan aku atas kematian mama. Kamu pun sama. Lalu pada siapa aku mengadu? Pada siapa aku bersandar jika kamu dan kak Arini ingin pergi dari sisiku. "
" Keputusan ini yang terbaik untuk kita semua Roy. Aku akan ikhlas jika kamu kembali bersama Rina. Cinta kalian begitu kuat. Aku tak mampu menandingi Rina dalam hatimu. Tolonglah, ijinkan aku pergi. Aku ingin menenangkan pikiranku. Kedepannya kita akan pikirkan sama-sama langkah apa yang akan kita ambil "
" Jangan konyol Dara. Aku tak akan membiarkan kamu pergi. Singkirkan pikiran-pikiran gilamu itu. Sekarang, tinggallah di sini malam ini. Jangan kemana-mana. "
"Roy.... "
"Apa perlu kuikat tangan dan kakimu agar kau tak akan pergi? Tunggulah hingga besok pagi akan aku buktikan semua kata-kataku. " ucap Roy penuh amarah.
Lalu Roy berlalu menuju kamar mandi sambil membanting pintu. Jika Roy sedang marah seperti ini, maka akupun tak berani membantahnya.
Sudah sejam lewat Roy tak keluar kamar mandi. Masih terdengar percikan air dari kran.
Aku mengetuk pintu, sekedar memastikan apakah dia baik-baik saja.
Tak lama Roy keluar mengenakan handuk putih terlilit hingga pinggang. Rambutnya basah tetesan sisa air berjatuhan di lantai. Matanya merah. Aku tau Roy habis menangis.
" Kenapa? Apa kamu masih ingin pergi? " tanya Roy.
" Maafkan aku Roy " aku menunduk tak mampu menatap mata Roy. Aku takut akan luluh kembali.
" Jadi kau benar-benar ingin pergi tanpa menyembuhkan sakit atas rasa bersalahku? Pergilah jika itu maumu. Namun satu yang harus kamu ingat. Sejauh apapun kamu pergi, percayalah aku tak akan melepasmu. "
"Tunggulah hingga besok, ini sudah tengah malam. Jika kau tak ingin berada di ruangan yang sama denganku, aku yang akan keluar. "
Roy bergegas mengenakan pakaiannya dan meninggalkanku sendiri dalam kamar.