Ara adalah seorang personal asisten Garvi, hubungan mereka cukup unik. Terkadang terlihat layaknya kawan sendiri tapi tak jarang bersikap cukup bossy hingga membuat Ara lelah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin_iin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
enam belas
💙💙💙💙
"Pak Garvi sama Mas Dika ngapain di kostan saya?" tanya dengan wajah paniknya, "dan kenapa bisa ada Mas Dika segala?"
"Ra, kayaknya lo perlu cuci muka dulu deh biar melek dikit," ucap Dika di sela ketawanya, "atau mau minum dulu biar fokus."
"Hah?" Ara melongo.
"Kenapa bangun?" tanya Garvi, "butuh sesuatu?" sambungnya kemudian.
Otak Ara berpikir serius, kepalanya kemudian menoleh ke sekelilingnya. Kedua pipinya langsung bersemu merah saat menyadari sesuatu.
Astaga, Tuhan, ini bukan kostannya.
Lagian kalau dipikir-pikir lebih logis lagi, kostan tempat tinggalnya sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan apartemen mewah Garvi. Lalu kenapa dirinya bisa-bisa mengira kalau dirinya sedang berada di kostannya sendiri?
Ara pasti sudah gila.
"Azzahra Janitra," panggil Garvi sukses membuat lamunan Ara buyar.
Di sampingnya Dika langsung menyenggol kaki sang kakak. "Suara lo bikin gue merinding masa, Mas?"
"Lo kata gue setan?"
"Ya kali setan ganteng begini."
"Ngeri banget lo muji gue ganteng."
"Bukan muji, tapi membeberkan fakta. Kalau gue ganteng otomatis ya lo ganteng juga lah, soalnya orang bilang kita itu mirip."
Garvi mendengus, perhatiannya kemudian beralih pada Ara sekali lagi.
"Butuh sesuatu?"
"Mau ambil minum, Pak."
"Ya elah, kan ini udah nggak di kantor, Ra, kenapa masih manggil 'Pak' sih, kaku banget," decak Dika, "gatel banget buset gue dengernya."
"Saya ambilkan. Kamu duduk aja dulu!" Garvi kemudian berdiri dan berjalan menuju dapur untuk mengambil air.
Berhubung perutnya masih sedikit nyeri, Ara kemudian memutuskan untuk menurut dan langsung duduk sambil memegang perutnya.
"Perhatian amat bos lo," cibir Dika dengan nada meledek.
"Emang baik kok kakak lo tuh, jangan heran. Beliau bahkan nggak sungkan atau gengsi juga kalau kadang nganter gue. Hubungan gue sama kakak Mas Dika tuh kadang emang kayak besti."
"Anjir, apa gue perlu langsung mundur teratur ya," gumamnya dalam hati.
"Mundur teratur apa?"
"Perutnya masih sakit banget, Zahra?" tanya Garvi sekembalinya dari dapur dan melihat Ara sedang duduk meringkuk sambil memeluk perutnya. Tangannya kemudian terulur untuk menyerahkan gelas yang ia bawa, "hati-hati, itu agak panas," sambungnya memberitahu.
Dika hanya mampu melongo saat melihat interaksi keduanya. Apalagi reaksi Ara terlihat biasa saja, maksudnya tidak terkesan seperti salah tingkah karena mendapat perhatian bosnya sendiri.
Kok bisa? Apakah ini artinya dirinya masih memiliki kesempatan untuk maju.
"Enggak kepanasan kok, Pak," komentar Ara setelah meneguk air minum yang Garvi sodorkan.
Garvi mengangguk paham lalu kembali duduk di sebelah Dika.
"Perutnya gimana?" tanya Garvi.
"Masih nyeri dikit, Pak, tapi aman kok nggak sesakit tadi." Selesai dengan kalimatnya, Ara tiba-tiba menyadari sesuatu ada yang tidak beres, "Pak?"
Perasaan Ara kini campur aduk.
"Ya?"
"Ra, lo laper nggak?"
Pandangan Ara kemudian beralih ke Dika. Ia kembali menoleh ke arah Garvi sebentar sebelum akhirnya membalas pertanyaan Dika.
"Lumayan."
Ekspresi wajah Ara langsung berubah senang. "Mau gue masakin sesuatu?" tawarnya kemudian.
"Boleh."
Kedua mata Ara langsung berbinar cerah, kepalanya mengangguk cepat. "Mau banget, Mas, kata Pak Garvi Mas Dika jago masak ya?"
"Ya nggak sejago Chef Juna sih, cuma kalau dibandingkan Mas Garvi ya gue lebih jago."
Ara tertawa renyah. "Tapi kan Pak Garvi nggak bisa masak apapun, Mas. Jadi gue harus berekspektasi seberapa dulu nih?"
Dika langsung berdiri. "Boleh kok berekspektasi tinggi karena gue jamin lo nggak bakalan jatuh nantinya. Justru mungkin lo bakalan jatuh cinta--"
"Najis!" potong Garvi sambil memukul sang adik menggunakan bantal sofa.
Dika tidak protes atau mengeluh, pria itu malah terbahak lalu segera bergegas menuju dapur dan membuka pintu kulkas.
"Astaga, Tuhan, Mas Garvi! Ngapain lo punya kulkas segede dosa gue kalau fungsinya cuma buat menampung air mineral doang?"
Wajah Ara seketika langsung panik. "Eh, Mas, aku lupa nggak isi kulkas. Biasanya aku tetep stok kok. Maaf, Mas," sesalnya merasa sungkan.
"Anjir lah, tugas lo banyak banget sampe isi kulkas aja lo yang isi," komentar Dika pedas, "lo ini personal asisten apa istrinya sih?"
"Pembokat, Mas," sahut Ara sambil tertawa canggung.
"Mana ada pembokat kayak lo," dengus Dika, "lo terlalu cantik untuk itu."
"Astaga, ya ampun, lama-lama beneran kena diabetes deh kalau digombalin Mas Dika terus-terusan."
Dika manggut-manggut setuju. "Iya, sih soalnya gue juga manis kelewatan," guraunya kemudian, "btw, gue juga laper deh. Ini gimana enaknya?"
"Pesen lah, mau nunggu kayunya kering?" Garvi mendengus sambil geleng-geleng kepala.
"Lo pengen apa, Ra?"
"Apa aja lah, Mas, yang penting bikin perut kenyang."
💙💙💙💙