"Perkenalkan, dia yang akan menjadi suamimu dalam misi kali ini."
"Sebentar, aku tidak setuju!"
"Dan aku, tidak menerima penolakan!"
"Bersiaplah, Miss Catty. Aku tidak menoleransi kesalahan sekecil apapun."
Catherine Abellia, bergabung dengan organisasi Intel, Black Omega Agency, untuk mencari tau tentang kasus kematian ayahnya yang janggal. Berusaha mati-matian menjadi lulusan terbaik di angkatannya agar bisa bergabung dengan pasukan inti. Mencari selangkah demi selangkah. Ia mencintai pekerjaannya dan anggota timnya yang sangat gila.
Namun, ketika dia sudah lebih dekat dengan kebenaran tentang kasus Ayahnya, Catty harus bekerjasama dengan anggota Dewan Tinggi! Oh, really? Dia harus bekerjasama dengan orang yang gila kesempurnaan yang bahkan sudah lama tidak terjun lapangan? Wait, mereka bahkan harus terlibat dalam pernikahan? Ia harus menikahi pria yang memiliki kekasih? Tuhan, ini sangat buruk!
Oke, fine! Atasannya sudah gila!
Ayo, ramaikan lapak ini dengan Vote dan komen.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seraphic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Pencegahan yang Memalukan
"Apa kau berhasil menyelipkan penyadap di ruangannya?"
"Hm, sudah berhasil." Catty melepas ikatan rambutnya dari jedai dan menyisirnya menggunakan jemarinya yang lentik. "Dia menyuruhku menemui dan mengikutinya ke suatu tempat nanti, saat jam pelajaran berakhir."
Janessa mengernyitkan dahinya dan bertanya, "Kau menyetujuinya?"
"Setujui saja, aku ingin tahu kemana dia akan membawaku."
"Baiklah, aku akan mengikuti kalian dari belakang," ujar Janessa, tak ingin membiarkan temannya kesulitan sendirian. Catty juga hanya bisa mengangguk saja, dia juga tak berani bermain sendirian dengan pria seperti seorang Abercio.
*****
Mentari sore mulai meredup, langit perlahan berganti warna menjadi jingga kemerahan. Diiringi kicauan burung yang bersahutan, suasana kampus terlihat ramai dengan mahasiswa.
Di beberapa sudut, terlihat beberapa mahasiswa berbincang sambil merapikan buku-buku mereka. Suara obrolan mereka bercampur dengan derit pintu kelas yang terbuka dan tertutup, menciptakan irama khas akhir kegiatan. Bau kopi dan makanan ringan masih tercium samar di udara, sisa-sisa keaktifan di siang hari.
Di taman kampus, beberapa mahasiswa terlihat duduk santai di bawah pohon rindang, menikmati sisa-sisa waktu sebelum pulang. Suara gemerisik daun yang tertiup angin bercampur dengan suara tawa mereka yang bersenda gurau. Ada yang asyik berdiskusi, suara mereka terdengar lirih, penuh dengan semangat dan antusiasme. Ada yang membaca buku, suara halaman buku yang terbalik menjadi satu-satunya suara yang terdengar. Dan ada juga yang hanya terdiam, merenungkan hari yang telah dilalui.
Catty dan Janessa melambaikan tangan pada keempat temannya yang memasuki mobil masing-masing. Ketika melihat kendaraan mereka satu persatu meninggalkan area parkir, kedua gadis ini buru-buru keluar dari mobil dan duduk di seat belakang. Tangan keduanya sibuk mengeluarkan kotak hitam dari bawah jok mobil yang mereka duduki.
"Kau yakin tak perlu aku ikuti?" tanya Janessa dengan tangan yang sibuk mengotak atik benda-benda yang ada dalam kotak hitam tersebut.
"He'em," jawab Catty diikuti dengan anggukan. "Pria sepertinya pasti sangat sensitif. Takutnya, dia memiliki penjagaan ketat diluar, akan sangat mudah ketahuan jika kau mengikutinya."
"Baiklah, bawa alat pelacak ini bersamamu. Jika bisa selipkan juga satu di mobilnya."
Catty mendongak sekilas dan berdehem.
"Pistol angin atau pistol bius?" tanya Janessa mengangkat kedua pistol dengan kedua tangannya.
Catty berpikir sejenak dan memutuskan untuk memilih pistol angin setelah berbagai pertimbangan. Tangannya juga meraih cincin yang dibentuk dengan mekanisme pisau kecil di dalamnya, memakai di jari manisnya dan mengangguk ketika melihat mekanisme aktif dengan baik.
"Bukankah kita terlalu pengecut jika seperti ini, Cat?" tanya Janessa ketika matanya menangkap sekumpulan alat perlindungan diri yang mereka siapkan. Traser—alat setrum listrik, parfum merica, dan mekanisme lainnya.
Catty memaki kecil menyetujuinya. Kapan terakhir kali mereka begitu berhati-hati seperti ini? Bukankah rekan tim mereka akan tertawa jika melihat mereka yang seperti ini?
Janessa menggigit bibirnya dan berkata memutuskan, "Tak apa, kita tidak tau kemana dia akan membawamu dan berapa banyak orangnya diluar sana. Ini tindak pencegahan."
Catty segera mengangguk dengan kuat sebagai bentuk penyetujuan. Benar, ini pencegahan. Meski egonya sedikit tersentil, ia tetap harus mengutamakan keselamatan dirinya sendiri.
Tapi, pada akhirnya, ia hanya memilih cincin yang ia kenakan di jari manis kedua tangannya, pistol angin yang ia selipkan di pinggang belakangnya dan parfum semprotan merica di dalam tasnya. Setelah mengambil alat pelacak yang Janessa siapkan, ia turun dari mobil dan melambai pada Janessa yang mengangguk padanya.
Angin sepoi-sepoi berhembus, membawa aroma khas kampus yang menenangkan. Suasana tenang dan damai menyelimuti seluruh area kampus. Seolah-olah kampus bernapas lega setelah melewati hari yang padat dan penuh aktivitas. Ini adalah suasana selesainya kegiatan di kampus, sebuah momen yang menandai berakhirnya rutinitas belajar dan menyapa waktu istirahat.
Kegiatan mereka di kampus akhirnya selesai.
Sebuah mobil Audi A8 berhenti di depannya dengan kaca jendela yang perlahan terbuka. Setelah melihat siapa pengendara yang duduk di balik kemudi, Catty segera menaiki jok penumpang. Ia bisa merasakan tatapan dari pria di sebelahnya, meski pria itu tidak menatapnya secara terang-terangan.
"Berhenti menatapku," ujar Catty dengan tangan yang mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan singkat pada Janessa. Catty bisa mendengar pria itu tertawa kecil, jenis tawa yang mengejek.
"Aku rasa kau terlalu berhati-hati, Nona."
Gadis dengan rambut yang dijepit dengan jedai itu mengernyitkan dahinya dan menatap dosen pengganti itu dengan tatapan bertanya. Hanya saja, yang ia dapatkan hanyalah tawa yang sekali lagi terdengar mengejek itu. Ia hanya bisa mendengus dan menatap pemandangan jalan dengan tangan yang disilangkan.
"Kemana kau akan membawaku?" tanyanya dengan ekspresi malas.
"Kau akan tau nanti."
Catty sekali lagi mendengus dan menggulirkan bola matanya saat mendengar jawaban singkat, padat dan jelas dari pria ini. Benar-benar menyebalkan. Lebih baik ia memikirkan bagaimana melakukan tugasnya saja.
*****
Apa-apaan ini? Setelah perjalanan selama empat puluh lima menit, kenapa pria ini membawanya kesini? Catty tidak bisa menahan mulutnya yang terbuka dengan raut wajah yang terperangah. Kenapa pria ini bisa tau tempat ini dan datang kesini?
"Tidak mau turun?" tanya pria itu ketika hendak menutup pintu mobil sebelah pengemudi sana. Ia menyeringai ketika melihat ekspresi yang terlihat sangat bodoh di wajah gadis itu.
Catty menutup kembali mulutnya dan mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mengembalikan kesadarannya. Ia segera turun dari mobil dan membenarkan tali sepatunya di pijakan pintu mobil sebelum menutup pintunya. Ia kembali menatap bodoh pada bangunan di depan matanya sekarang ini dan mengikuti langkah pria itu setelah menghela nafas.
Mereka memasuki gedung dan berjalan menuju lift. Ketika melihat orang-orang yang berdiri di depan pintu lift, Catty hanya bisa tersenyum bodoh membalas sapaan mereka.
"Catty, kau disini?" tanya salah satu dari mereka dengan antusias. Ia tidak begitu mengenali mereka, namun mereka berteman baik dengan Janessa. Jadi, ia hanya bisa beramah tamah dengan semua orang.
"Bagaimana misimu? Ku dengar kau melakukan misi di sebuah universitas. Astaga, aku iri, pasti sangat menyenangkan."
Catty hanya bisa mengangguk dan mengucapkan basa-basi.
Ketika pintu lift terbuka, semua orang melangkah kedalamnya. Pria itu berdiri di belakang Catty yang dikelilingi orang-orang ini.
Salah seorang dari mereka memeluk pinggangnya ketika memasuki lift tadi, berseru terkejut dan bertanya dengan bercanda, "Yo, apa kau membawa pistol seperti ini saat pergi ke kampus?"
Catty terperangah mendengar pertanyaannya, ia bahkan tergagap, kesulitan mencari alasan. Matanya menatap ke depan lift yang dikelilingi kaca. Ia bisa melihat dari pantulan cermin itu, pria yang berdiri di belakangnya tengah menyeringai, memberikannya ekspresi mengejek yang sangat menyebalkan.
Catty menggigit bibirnya kesal saat melihat alis pria itu yang menukik tinggi, seolah-olah tengah menantangnya.
Tuhan, ini sangat menyebalkan, dan ia sangat malu sekarang!
******
Yeee malunya nyampe ke pembaca ga kira-kira? Aku sih kalo jadi Mba kucing juga malu gaiss wkwkwk.
Kalian ngebayangin visual Pak dosen ini kira-kira siapa gaiss?
Janlupa Vote n Komen. Share cerita ini ke teman-teman kalian supaya lapak ini semakin di notis.
Love u All,
Sera<3
penataan bahasanya loh keren