NovelToon NovelToon
Istri Simpanan Tajir

Istri Simpanan Tajir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Konflik etika / Nikah Kontrak / Kehidupan di Kantor / Keluarga / Pihak Ketiga
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: mommy JF

Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.

Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.

Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.

"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.

"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.

Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?

Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.

"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.

Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16: Farisa Curiga

Sesampainya di rumah, Manaf merasa lelah setelah perjalanan panjangnya. Dia mencoba menghindari konfrontasi langsung, tetapi Farisa sudah menunggu di ruang tamu, wajahnya menunjukkan ketidakpuasan yang jelas. Manaf berusaha tetap tenang, tetapi dia tahu Farisa tidak akan membiarkannya lolos dengan mudah kali ini.

"Kamu ke mana saja, Manaf? Biasanya, kalau urusan kantor, paling lama seminggu. Tapi kali ini, lebih dari dua minggu! Apa sebenarnya yang sedang kamu lakukan?" cecar Farisa.

Manaf melepaskan jasnya dan menaruhnya di kursi, lalu berbalik menghadap Farisa.

"Farisa, urusanku di luar negeri tidak selalu sama. Ada hal hal penting yang harus aku awasi langsung. Kamu tidak perlu mencampuri urusan pekerjaanku." ucap Manaf.

"Tidak mencampuri? Manaf, aku istrimu! Aku berhak tahu ke mana kamu pergi dan apa yang kamu lakukan! Kamu tidak bisa terus terusan mengabaikanku seperti ini!"bentak Farisa.

Manaf menahan napas, mencoba tetap tenang meskipun dia sudah mulai merasa frustrasi.

"Farisa, aku tidak mengabaikanmu. Tapi ini adalah urusan perusahaan, sesuatu yang tidak bisa selalu aku jelaskan secara rinci. Jangan membuat hal ini lebih besar dari yang seharusnya." ucap Manaf.

Farisa berdiri dan mendekatinya, matanya menatap tajam penuh kecurigaan.

"Aku tahu ada yang kamu sembunyikan dariku, Manaf. Kamu tidak pernah lama seperti ini untuk urusan kantor. Apakah ini tentang wanita lain?" cecar kembali Farisa yang memang melihat perubahan sikap Manaf.

Manaf tersenyum tipis, tetapi jelas itu senyum penuh ketegangan.

"Farisa, jangan mengada ada. Kamu tahu aku selalu jujur tentang urusanku. Fokuslah pada apa yang seharusnya menjadi perhatianmu." kesal Manaf.

"Apa maksudmu? Apa kamu sedang menyindir aku karena aku tinggal di rumah dan tidak bekerja? Apa itu yang kamu maksud?" tidak terima Farisa.

"Bukan itu. Yang aku maksud adalah, jangan terlalu mencampuri hal hal yang bukan urusanmu. Ini bukan tentang pekerjaanmu atau tidak bekerja. Ini soal kamu yang terlalu jauh masuk ke dalam urusanku." tegas Manaf.

Farisa menahan amarahnya, tetapi kecurigaannya semakin menjadi.

"Kalau begitu, jawab satu pertanyaanku, Manaf. Kenapa kamu lama sekali di luar negeri? Kamu tidak pernah memberiku penjelasan yang jelas!" tanya Farisa.

Manaf menghela napas panjang, tahu perdebatan ini tidak akan cepat selesai.

"Aku sudah bilang, Farisa, urusanku adalah urusan perusahaan. Kalau kamu tidak bisa menerima itu, maka mungkin kita harus bicara tentang perjanjian baru." ucap Manaf.

Farisa terdiam sejenak, matanya membesar.

"Perjanjian baru? Maksudmu apa?" tanyanya dengan nada bingung.

"Aku sudah memutuskan untuk memperbarui perjanjian kita. Mulai sekarang, kamu tidak boleh menanyakan keberadaanku, tidak boleh memintaku pulang, kecuali aku sendiri yang memutuskan untuk pulang." tegas Manaf.

"Apa? Kamu tidak bisa melakukan ini, Manaf! Kamu tidak bisa memperbarui perjanjian kita tanpa persetujuanku! Aku berhak tahu di mana kamu berada dan apa yang kamu lakukan!" tolak Farisa.

"Tidak, Farisa. Kamu hanya berhak atas apa yang aku berikan padamu. Kalau kamu tidak suka dengan perjanjian ini, kamu bebas pergi. Tapi jangan harap kamu akan mendapatkan apa pun dariku lagi." tegas Manaf kembali.

Mendengar ancaman itu, Farisa mulai panik. Dia merasa posisinya semakin terancam, dan dia tidak ingin kehilangan kenyamanan hidup yang selama ini dia nikmati.

"Ini tidak adil, Manaf! Kamu mengubah semuanya tanpa memberiku pilihan! Kamu tidak bisa begitu!" teriaknya dengan suara yang mulai bergetar.

"Aku bisa, dan aku sudah melakukannya. Ini adalah perjanjian baru kita. Kamu bisa menerimanya atau kamu bisa pergi. Tapi ingat, kalau kamu memilih pergi, jangan harap kamu akan mendapatkan uang atau fasilitas apa pun dariku." ucap Manaf tegas.

Farisa mencoba menahan air matanya, tetapi emosinya semakin tidak bisa dikendalikan.

"Kamu jahat, Manaf. Kamu menganggapku hanya sebagai alat, hanya istri di atas kertas. Apa kamu pikir aku tidak tahu ada yang kamu sembunyikan? Kamu pasti punya wanita lain di luar sana!" kesal dan marah Farisa tapi sekali tidak berdaya.

Manaf mendekatkan wajahnya ke arah Farisa, suaranya dingin namun penuh kekuatan.

"Ini bukan urusanmu, Farisa. Dan kalau kamu terus memaksakan diri seperti ini, aku tidak akan ragu untuk menghentikan semua yang kamu dapatkan dariku. Jadi pikirkan baik baik, apa yang sebenarnya kamu inginkan." ucap Manaf dengan tatapan tajamnya.

Farisa merasa semakin terpojok. Tangisannya mulai pecah, tetapi bukan karena kesedihan, melainkan karena frustrasi.

"Manaf, kamu tidak bisa meninggalkanku begitu saja. Aku istrimu, aku punya hak!" lirihnya.

Manaf menghela napas lagi, kali ini lebih dalam.

"Farisa, aku tidak meninggalkanmu. Kamu masih istriku, tapi dengan perjanjian ini, kamu tidak punya kendali atas hidupku. Kamu hanya mendapatkan hakmu sejauh yang sudah aku berikan. Jangan memaksa lebih dari itu. Kamu tahu jelas kenapa aku menikahimu dulu," ucap Manaf.

Tak terima dengan jawaban tersebut, Farisa segera menghubungi ibunya, Jasmin, dan tak lama kemudian, Jasmin tiba di rumah Manaf. Mereka bertiga duduk bersama di ruang tamu, dan Jasmin langsung mengambil alih pembicaraan.

"Manaf, aku tidak mengerti kenapa kamu memperlakukan Farisa seperti ini. Kamu tahu dia hanya ingin yang terbaik untuk keluarganya. Apa salahnya jika dia menanyakan keberadaanmu? Kamu suaminya!" jelas Jasmin.

"Bu Jasmin, saya menghargai kekhawatiran Anda, tapi saya sudah jelaskan semua ini pada Farisa. Saya tidak akan membiarkan dia mencampuri urusan pribadi saya lebih dari yang seharusnya. Atau aku bisa saja menghentikan semuanya yang biasa saya berikan," jelas Manaf.

"Tapi kamu tidak bisa begitu, Manaf. Farisa itu istrimu. Kalian sudah menikah selama sepuluh tahun! Apa tidak ada sedikit pun rasa hormat yang tersisa untuk istrimu sendiri?" cecar Jasmin.

"Saya menghormati Farisa sebagai istri saya, tapi ada batasnya. Saya tidak akan mengizinkan siapa pun, termasuk Farisa, mengganggu keputusan saya. Dan kalau kita bicara soal hormat, hormat itu harus timbal balik." jelas Manaf.

"Apa maksudmu, Manaf? Apa aku belum cukup menghormatimu?" tanya Farisa kecewa.

"Kamu terlalu sering mencampuri urusanku, Farisa. Kamu terlalu banyak bertanya dan terlalu sering menuntut. Itu bukan bentuk hormat. Dan jangan lupa dengan apa yang seharusnya kamu lakukan," jelas Manaf kembali yang sebenarnya sudah sangat lelah.

"Manaf, kamu harus mengerti. Farisa hanya ingin memastikan kamu tidak melakukan sesuatu yang salah. Dia mencurigaimu karena kamu tidak pernah memberi tahu dia ke mana saja kamu pergi!" jelas Jasmin.

"Itu bukan urusannya, Bu Jasmin. Urusan perusahaan dan pribadi saya bukan sesuatu yang harus selalu saya jelaskan pada Farisa." kembali Manaf jelaskan dengan baik.

Setelah perdebatan yang semakin panas, Manaf merasa emosinya sudah tidak terkendali lagi. Dia berdiri dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan, meninggalkan Farisa dan Jasmin yang masih duduk dengan penuh kekesalan.

"Aku tidak akan membiarkan ini berakhir seperti ini, Bu. Aku harus mendapatkan lebih dari ini. Manaf sudah terlalu jauh, dan aku tidak akan tinggal diam." adunya.

"Tenang, Farisa. Kita akan cari cara untuk membuat Manaf tunduk. Jika perlu, kita akan mengubah caramu bertindak. Manaf hanya akan memberikan apa yang dia inginkan kalau kamu bersikap lebih bijak. Tapi jangan menyerah." ucap Jasmin menenangkan.

"Tapi, Bu-" terputus Farisa.

"Ibu ada cara,-" bisik Jasmin.

...****************...

Hi semuanya, jangan lupa dengan meninggalkan jejak kalian disini.

1
ziear
siao kak
Dwi Agustina
ayo semangat up LG💪👍🙏
Dwi Agustina
aneh,knp mesti dikasih kesempatan LG🙄
ziear: belum selesai kak, masih ada kejutan lainnya di depan nanti.
total 1 replies
Enny Nuraeni
ok bgt
ziear: terima kasih kak
total 1 replies
dapurAFIK
lanjut Thor makin penasaran aza...
ziear: siap kak
total 1 replies
dapurAFIK
bertemu calon madu🤭
ziear: 😅 bener bgt kak
total 1 replies
dapurAFIK
peros manusia ga waras
ziear: cung yang setuju Peros ga. waras☝
total 1 replies
ziear
siap kak
bentar lagi up ya di tunggu
dapurAFIK
semangat mahreeen..... semoga ada jln terbaik...
ziear
Karya Mommy selanjutnya.
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!