Anelis Siera Atmaja, wanita cantik berumur 23 tahun yang setiap harinya harus membanting tulang demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan sepasang anak kembarnya, Arsha Abelano Aillard dan Arshi Ariella Agatha.
Anelis selalu menikmati setiap momen berharga dengan kedua buah hatinya. Baginya, Arsha dan Arshi adalah kebahagian terbesar dalam hidupnya, anugrah yang dikirimkan Tuhan di tengah rasa putus asanya.
Namun di hari itu, penederitaan seolah kembali menyergapnya, saat kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan, kini menghampirinya dengan tiba-tiba.
"Putra anda menderita penyakit Juvenile Myelomonocytic atau kanker darah. Kita memerlukan tindakan transplantasi sumsum tulang belakang segera"
Seketika itu air matanya langsung luruh, apakah Tuhan sekejam ini hingga tega memberikannya cobaan seberat ini.
Haruskah ia mencari keberadaan ayah mereka, laki-laki yang tanpa hati telah menghancurkan kehidupan sederhananya, demi keselamatan buah hatinya.
Salam sayang dari Reinata Ramadani
Ig : Chi Chi Rein
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arsha Kangen Sama Mommy
°°°~Happy Reading~°°°
Anelis memasuki ruangan Arsha dengan hati yang berkecamuk hebat, hati ibu mana yang tak khawatir setelah meninggalkan anaknya yang tengah sakit itu berjam-jam lamanya?
Hatinya kembali berdenyut sakit, sungguh ia tak berdaya, ia hanya wanita lemah yang tak punya pilihan lain, selain harus rela meninggalkan anak-anaknya demi mencari sosok pendonor yang akan menyelamatkan nyawa putranya itu.
Anelis mendekati ranjang Arsha dengan Arshi yang masih setia di gendongannya, gadis kecil itu menyelipkan wajah muramnya di bahu Anelis, tangannya melingkar rapat di leher mommy nya seolah enggan untuk di lepaskan.
Terlihat dokter Nita tengah sibuk dengan selang infus yang masih menempel di punggung tangan Arsha.
Namun, apa itu? Darah? Selang infus itu berwarna merah pekat sekitar 10 inchi panjangnya, benarkah itu darah?
" Sayang... "
Di dekatinya Arsha, sebelah tangannya mengusap-usap wajah putranya yang tampak pucat. Seketika itu rasa bersalah menyelusup dalam relung hatinya, seharusnya tak ia tinggalkan putranya itu sendiri terlalu lama. Betapa tak becus ia menjadi mommy untuk anak-anaknya.
" Dokter... Apa yang terjadi dengan putra saya? " Anelis harap-harap cemas.
" Terjadi sedikit pendarahan, mungkin karena putra anda menggerakkan tangannya terlalu sering. Saya akan mengganti selang infusnya, khawatir jika nanti akan terjadi infeksi "
🍁🍁🍁
Selang infus baru telah terpasang, Arsha sudah jauh lebih tenang, dokter Nita telah menyingkir dari ruangan itu setelah berhasil mengganti selang infus milik Arsha yang tadi telah ternoda.
Anelis memilih mendudukkan tubuhnya di kursi, sembari memangku Arshi yang masih bertingkah layaknya anak koala, gadis kecil itu merengkuh tubuh Anelis rapat-rapat tanpa mau di lepaskan.
Di belainya rambut pirang Arsha, menatap wajah pucat itu dalam-dalam, apakah ia sanggup jika harus kehilangan laki-laki paling istimewa di dalam hidupnya itu? Melihatnya berdarah saja sudah membuat hatinya berdegup kencang, takut bukan main. Lalu, bagaimana jika...
Jika....
Oh... Ya Allah... Tidakkah kau masih melihat penderitaan hambamu ini? Tidakkah kau hanya menguji hambamu sebatas kemampuannya.
Namun, mengapa harus hamba?
Hamba hanyalah wanita lemah yang tak punya daya upaya apapun.
Sungguh, hamba tak sanggup, hamba tak sanggup jika harus kehilangan putra kecil hamba, hamba tak sanggup... Sungguh... Hamba benar-benar tak sanggup.
Anelis merasakan hangat tangan mungil merayap di wajahnya, tangan mungil Arsha mengusap air matanya yang tanpa sadar telah keluar dari sarangnya.
Sejak kapan? Sejak kapan ia menangis, apakah Arsha melihat semuanya? Apakah ia telah gagal menyembunyikan semua sesak yang menumpuk dalam hatinya?
Di kecupnya jemari tangan Arsha, lama, begitu lama. Ia tak akan mungkin rela melepaskan tangan mungil itu hilang dari genggamannya.
Oh... Ya Allah... Aku tak akan sanggup jika harus kehilangannya.
" Sayang... " Suara Anelis tercekat, ia harus menahan semua perasaan nya, ia tak ingin tangisnya kian pecah di hadapan anak-anaknya. Ia harus menjadi wanita kuat untuk anak-anaknya.
" Mommy... Maafin Arsha... " Sahut Arsha penuh penyesalan, wajah pucat itu semakin menekuk hampir menangis saat menatap wajah sembab Anelis. Ia adalah penyebab dari segala rasa sakit mommy nya, fikirnya.
" Tidak sayang... Arsha tidak salah. Maafin mommy karena terlalu lama, apa Arsha menunggu mommy? " Air mata kian memaksa menerobos keluar dari pelupuk matanya, sungguh ia tak sanggup jika membuat Arsha terjebak dalam penantiannya.
Arsha mengangguk
" Arsha kangen sama mommy... "
Bagai di tusuk ribuan jarum, menancap kuat dalam hatinya yang kian remuk redam. Tangis Anelis pecah, air mata itu akhirnya luruh tak dapat di bendungnya lagi.
Putraku, mommy sangat menyayangimu nak... Tak bisakah kau berada di sisi mommy selamanya? Berada di samping mommy yang hanya wanita lemah ini...
Di belainya wajah Arsha, wajah yang entah sampai kapan bisa ia pandangi sesuka hatinya.
" Mommy... Juga kangen sama Arsha... " Anelis menghela nafas dalam-dalam.
" Nanti kalau Arsha udah sehat, kita jalan-jalan keliling kota, mau kan... "
Arsha mengangguk lemah, tenaganya telah terkuras habis saat darahnya tersedot infus yang menempel di punggung tangannya.
" Mau... Tapi harus sama mommy, sama Arshi juga... " Senyum tulus terbit dari wajah Arsha, ia cukup tahu bagaimana perasaan mommy nya saat ini.
" Iya... Mommy janji, kalau Arsha sehat kita jalan-jalan bersama... Kita bertiga... "
Hati Anelis kembali berdenyut. Bisakah itu? Bisakah mereka jalan-jalan bersama? Bertiga? Apakah saat-saat itu masih bisa ia lalui dengan putra kecilnya itu?
" Iya... Bertiga... " Anelis menguatkan keyakinannya, mereka bisa melalui ujian ini.
🍁🍁🍁
Kedua buah hatinya berangsur tenang, Arsha tak lagi murung, begitu juga dengan Arshi, gadis kecil itu tak lagi merajuk ingin di gendong Anelis, membuat Anelis bisa bernafas lega.
Namun tiba-tiba Anelis tersadar. Bukankah ia kembali ke rumah sakit dengan membawa sang pendonor? Tapi, dimana dia?
Anelis celingukan, menatap sekeliling ruangannya yang tampak lengang.
Nihil, tidak ada laki-laki itu. Apa jangan-jangan... Laki-laki itu telah kabur dari tanggung jawabnya?
Tidak.
Anelis bangkit dari duduknya.
" Sayang... Mommy keluar sebentar ya, janji hanya sebentar... "
Setelah mendapat anggukan dari kedua anaknya, Anelis langsung berjalan keluar dari ruangan Arsha dengan langkah terburu. Hatinya berdegup kencang, jangan sampai laki-laki itu murka karena tadi di tinggalkannya begitu saja dan kini memilih membatalkan transplantasi nya.
Tidak, tidak boleh.
Anelis mempercepat langkahnya, setengah berlari, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, menengok kan kepalanya ke lorong-lorong ruangan rumah sakit yang mungkin saja menyimpan keberadaan laki-laki itu.
Namun nihil, ia tak menemui keberadaan laki-laki itu di mana pun juga. Langkahnya kian lebar, jangan sampai ia kehilangan jejak laki-laki itu. Susah payah ia mengajaknya kemari dan sekarang ia kehilangannya begitu saja? Ia mengutuk keras kebodohannya.
Anelis memutuskan kembali ke halaman parkir tempatnya tadi berhenti, mungkin saja laki-laki itu belum jauh dari sana, ia berlari sekencang mungkin, mengerahkan seluruh tenaganya yang kian menipis
Huh huh huh
Nafasnya tersengal, ia menghentikan langkahnya sesampainya di area parkir itu, matanya mulai menelisik ke seluruh penjuru, mencari-cari mobil mewah yang tadi di tumpanginya.
Tetap nihil, Anelis putus asa, yang di carinya ternyata sudah lenyap, menghilang tanpa jejak.
Oh... Ya Allah... Apa akhirnya ia kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan putra kecilnya itu?
Ia putus asa, inikah akhirnya?
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Aku usahain update nih buat kalian
Mana like, hadiah dan vote nya🤭
Happy Reading
Saranghaja💕💕💕