NovelToon NovelToon
RanggaDinata

RanggaDinata

Status: tamat
Genre:Teen / Tamat / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: patrickgansuwu

"Rangga, gue suka sama lo!"

Mencintai dalam diam tak selamanya efektif, terkadang kita harus sedikit memberi ruang bagi cinta itu untuk bersemi menjadi satu.



Rangga Dinata, sosok pemuda tampan idola sekolah & merupakan kapten tim basket di sekolahnya, berhasil memikat hati sosok wanita cantik yang pintar dan manis—Fira. Ya itulah namanya, Fira si imut yang selama ini memendam perasaannya kepada kapten basket tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon patrickgansuwu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16.

Hari-hari berikutnya berjalan seperti mimpi buruk bagi Fira. Di sekolah, atmosfernya berubah drastis. Rangga kini benar-benar menghindarinya, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Jika sebelumnya ia hanya bersikap dingin, sekarang Rangga benar-benar bersikap seolah-olah Fira tidak ada. Setiap kali Fira mencoba berbicara dengannya, Rangga akan berpaling atau pura-pura sibuk. Sikap ini membuat Fira semakin merasa bersalah dan semakin terpuruk.

Ezra, di sisi lain, tetap mencoba untuk dekat dengannya. Namun, Fira merasa ada jarak yang mulai terbentuk di antara mereka. Setiap kali Fira melihat Ezra, ia tidak bisa menghilangkan bayangan tentang bagaimana Rangga melihat mereka berciuman. Meskipun Ezra tidak bersalah sepenuhnya, perasaan bersalah yang menumpuk membuat Fira merasa sulit untuk kembali nyaman berada di dekatnya.

"Lo oke, Fir?" tanya Ezra suatu hari saat mereka berdua duduk di bangku taman sekolah. Fira mengangguk, tapi Ezra tahu bahwa senyum yang ia berikan hanyalah sebuah topeng. "Gue ngerti kalo semuanya jadi berat belakangan ini, tapi gue nggak mau lo ngerasa harus ngambil jarak sama gue karena apa yang terjadi."

Fira menatap Ezra dengan mata yang penuh kebingungan. "Ez, gue butuh waktu. Bukan cuma soal Rangga, tapi gue juga nggak tahu gimana perasaan gue sekarang. Gue nggak bisa pura-pura nggak terjadi apa-apa."

Ezra mengangguk pelan. "Gue paham, Fir. Gue akan kasih lo waktu. Gue nggak mau bikin lo ngerasa tertekan atau bingung lebih dari ini."

•••

Sementara itu, Rangga semakin tenggelam dalam perasaannya sendiri. Bagi Rangga, kejadian di taman waktu itu adalah pengkhianatan yang sulit diterima. Meski ia dan Fira sudah sepakat untuk mengakhiri hubungan mereka, ada bagian dari dirinya yang berharap mereka bisa tetap dekat, mungkin bahkan kembali bersama suatu saat nanti. Namun, melihat Fira bersama Ezra membuatnya sadar bahwa harapan itu hanya khayalan. Ia merasa dikhianati oleh dua orang yang paling dekat dengannya—Fira dan Ezra.

Suatu sore, ketika Rangga sedang sendirian di lapangan basket, merenung tentang semua yang terjadi, seorang sosok muncul di hadapannya. Itu adalah teman lamanya, Dimas, yang juga anggota tim basket. Dimas sudah lama memperhatikan perubahan sikap Rangga dan memutuskan untuk mendekati sahabatnya.

"Lo kelihatan kayak orang yang habis kalah pertandingan penting, Ga," ucap Dimas sambil duduk di samping Rangga, menendang bola basket yang ada di dekat kakinya. "Lo mau cerita?"

Rangga menatap kosong ke arah lapangan, berusaha menahan emosinya. "Nggak ada yang perlu diceritain, Dim. Semua udah berantakan."

Dimas mengangguk pelan, tahu bahwa Rangga sedang menyembunyikan sesuatu yang lebih dalam. "Ini soal Fira sama Ezra, kan?"

Rangga tersentak, sedikit terkejut bahwa Dimas bisa menebak dengan tepat. "Gimana lo bisa tahu?"

Dimas tertawa kecil. "Lo nggak perlu jadi detektif buat ngerti itu, bro. Gue lihat lo beda akhir-akhir ini. Lagipula, sekolah ini nggak sebesar itu. Orang-orang mulai ngomongin lo, Fira, dan Ezra."

Rangga mendengus, merasa kesal dengan betapa cepatnya rumor menyebar di sekolah. "Ya, mereka mungkin bener. Gue cuma nggak nyangka Ezra bisa ngelakuin ini ke gue."

Dimas menatap Rangga dengan pandangan penuh pengertian. "Lo marah sama Ezra, dan lo juga kecewa sama Fira. Itu wajar, Ga. Tapi lo nggak bisa terus-terusan tenggelam dalam rasa marah lo. Kadang, kita cuma perlu ngelupain semua omong kosong ini dan fokus ke hal yang lebih penting."

Rangga terdiam sejenak, mencerna kata-kata Dimas. Meski ia tahu bahwa apa yang Dimas katakan ada benarnya, perasaan sakit dan kecewa masih terlalu besar untuk diabaikan begitu saja. Bagaimanapun juga, ia merasa Fira dan Ezra telah mengkhianati kepercayaannya. "Gue nggak tahu, Dim. Semua ini bikin gue ngerasa kayak orang bodoh."

"Lo nggak bodoh, Ga. Lo cuma lagi ngerasain apa yang kita semua rasain ketika kita kehilangan seseorang yang kita sayang. Tapi, lo juga harus inget, lo nggak bisa terus-terusan hidup di masa lalu," ucap Dimas sambil menepuk bahu Rangga. "Lo udah kehilangan banyak hal, tapi lo masih punya banyak hal lain yang bisa lo perjuangin."

Rangga menatap Dimas sejenak, lalu mengangguk. Ia tahu bahwa sahabatnya benar, tetapi perasaan terluka itu tidak akan hilang begitu saja. Mungkin waktu akan membantu, tetapi untuk saat ini, Rangga masih belum bisa berdamai dengan perasaannya.

•••

Di sisi lain, Fira terus berjuang dengan perasaannya. Ia tahu bahwa ia harus mengambil keputusan, baik mengenai hubungannya dengan Ezra maupun tentang bagaimana ia akan menghadapi Rangga ke depannya. Namun, setiap kali ia mencoba berpikir jernih, bayangan tentang ciuman dengan Ezra dan tatapan penuh kemarahan dari Rangga terus menghantui pikirannya.

Fira akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan Ezra, untuk menjelaskan perasaannya dengan lebih jelas. Suatu sore, ia mengirim pesan kepada Ezra untuk bertemu di taman sekolah, tempat di mana semua kebingungan ini dimulai. Ezra setuju, dan mereka bertemu di tempat yang sama beberapa jam kemudian.

"Ez, gue harus jujur sama lo," kata Fira dengan nada serius. "Gue nggak bisa terus kayak gini. Gue nggak bisa ngasih lo harapan yang nggak jelas. Gue butuh waktu buat diri gue sendiri."

Ezra menatap Fira dengan tatapan penuh pengertian, meskipun ada sedikit kekecewaan di matanya. "Gue ngerti, Fir. Gue tahu semuanya jadi rumit sejak kejadian itu, dan gue nggak mau lo ngerasa terpaksa."

Fira mengangguk, merasa sedikit lega mendengar kata-kata Ezra. "Gue minta maaf kalo gue bikin lo bingung, atau kalo gue bikin lo merasa lo nggak penting buat gue. Lo temen yang baik, Ez, dan gue nggak mau kehilangan lo sebagai temen. Tapi untuk sekarang, gue belum siap buat lebih dari itu."

Ezra tersenyum kecil, meskipun hatinya terasa berat. "Gue paham, Fir. Gue juga nggak mau maksa lo buat sesuatu yang lo nggak siap."

Mereka berbicara sejenak lagi sebelum berpisah. Fira merasa sedikit lebih lega setelah percakapan itu, meskipun ia tahu bahwa ini hanyalah langkah kecil dalam proses panjang untuk menyembuhkan luka-lukanya. Yang pasti, Fira tahu bahwa ia masih memiliki perjalanan panjang untuk berdamai dengan perasaannya, terutama tentang Rangga.

•••

Beberapa hari kemudian, Fira berjalan sendirian di koridor sekolah ketika ia tanpa sengaja bertemu Rangga. Mata mereka bertemu, dan untuk pertama kalinya sejak kejadian di taman, Rangga tidak langsung berpaling. Namun, tatapan dingin itu masih ada, membuat Fira merasa tidak nyaman.

Tanpa disangka, Rangga menghentikan langkahnya dan mendekati Fira. "Kita bisa bicara?"

Fira terkejut mendengar permintaan itu, tetapi ia mengangguk pelan. "Tentu. Kita bisa bicara."

Di detik itu, Fira tahu bahwa pertemuan ini akan menjadi titik penting dalam perjalanan mereka. Pertanyaan yang tersisa adalah, apakah mereka akan mampu menyelesaikan semua luka dan konflik yang menggantung di antara mereka, atau justru membuka luka yang baru.

1
Rea Ana
wes fir.... fir... semoga kau tak stress, hidup kau buat tarik ulur, pusing dibuat sendiri
Rea Ana
fira labil
Rea Ana
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!