Raisha seorang agen rahasia ditugaskan menjaga seorang pegawai kantor bernama Arya dari kemungkinan ancaman pembunuhan Dr. Brain, seorang ilmuwan gila yang terobsesi menguasai negara dan dunia menggunakan alat pengendali pikiran yang terus di upgrade menggunakan energi kecerdasan orang-orang jenius. Temukan keseruan konflik cinta, keluarga, ketegangan dan plot twist mengejutkan dalam novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Here Line, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15 : Membangunkan Monster
Sebuah drone baru saja kembali ke ruang kubah besar. Setelah melihatnya, laki-laki berjubah hitam beralih ke layar komputer besarnya. Seperti sebelumnya, wajah dia sebagian tersembunyi di balik tudungnya, memandangi layar dengan senyum tipis penuh dendam.
Tatapan laki-laki berjubah hitam itu tajam, penuh kemarahan yang dingin, namun anehnya terbungkus dalam ketenangan yang mengerikan. Kali ini, setalah video drone dia fokus ke video sinyal otak seseorang. Bahkan dia juga mendengar suara dari sinyal itu.
Dia berbisik pada dirinya sendiri, suaranya serak tapi bertenaga, “Kalung... bagaimana sebuah benda sepele bisa melawanku?” Senyum dinginnya menguncup, tersirat ada bara amarah di baliknya.
Dengan gerakan yang mantap, laki-laki berjubah hitam itu melangkah keluar dari ruang kubah besar menuju sebuah koridor. Koridor itu mengarah ke beberapa pintu menuju ruangan-ruangan lain yang lebih kecil.
Beberapa menit kemudian dia sudah sampai di sebuah pintu. Pintu itu terbuat dari logam berat dengan sistem pengaman digital canggih.
Begitu dia menekan beberapa tombol di panel sampingnya, pintu itu terbuka dengan suara dengungan rendah. Di baliknya tampak ruangan gelap yang hanya diterangi oleh sinar lampu redup dari langit-langit.
Di tengah ruangan itu, tampak siluet sosok. Begitu lampu terang dinyalakan tampaklah bahwa siluet sosok itu adalah seorang laki-laki berbadan kekar. Tubuhnya penuh dengan tato.
Sosok itu tampak tak terganggu oleh kedatangan laki-laki berjubah hitam, seolah-olah dia hanyalah sebuah boneka yang sedang menunggu untuk dimainkan.
“Baiklah, ini saatnya aku mengeluarkan monster besarku!” ucap laki-laki berjubah hitam dengan suara rendah namun mengintimidasi.
Dia menekan beberapa tombol pada konsol di sampingnya, dan alat di kepala laki-laki bertubuh kekar itu pun mulai bersinar. Cahaya biru melingkupi sosok kekar tersebut, menyatu dengan urat-urat di tubuhnya yang kini tampak menyala samar.
“Hey, monster, sekarang kau ku-upgrade. Kau bukan hanya pandai dalam gaya bertarung jalanan, tapi kemampuan bela dirimu kini lebih beragam. Bahkan kecerdasanmu meningkat. Kau tinggal ikuti perintahku,” lanjutnya, menatap puas.
Laki-laki kekar itu menundukkan kepala, matanya terpejam, dan sejenak tak ada yang bergerak di ruangan itu. Hanya suara dengungan alat yang terus bekerja di kepalanya, menyempurnakan proses manipulasi yang telah dirancang oleh laki-laki berjubah hitam itu.
Beberapa saat kemudian, laki-laki kekar itu membuka matanya, matanya kosong tapi tajam, seolah-olah ada kesadaran yang terjaga namun tidak sepenuhnya miliknya.
“Bangun!” suara dingin laki-laki berjubah hitam terdengar tegas.
Sosok kekar itu berdiri dengan gerakan mantap, badannya tegap, dan tatapan matanya kini dipenuhi kilatan mematikan. Alat di kepalanya yang terhubung dengan perangkat robotik perlahan terlepas, dan seperti dikendalikan oleh sistem otomatis, alat itu bergerak naik ke langit-langit, meninggalkan laki-laki kekar itu berdiri sendiri di tengah ruangan.
Laki-laki berjubah hitam mendekatinya, memandangi monster mengerikan itu dengan penuh kebanggaan. “Ikuti perintahku,” bisiknya dingin. “Bawa secepatnya dua orang itu kepadaku, terutama perempuan itu. Tapi hati-hati dengan kalungnya...”
Laki-laki kekar itu mendengar, memperhatikan dengan seksama setiap instruksi yang diberikan.
“Jangan terlalu dekat dengan kalung itu,” lanjut laki-laki berjubah hitam, suaranya semakin berbisik. “Gunakan kemampuan bela diri tongkatmu atau apa pun yang kau kuasai untuk menyingkirkan kalung itu dari jarak jauh. Tetap jaga jarak... sekurang-kurangnya radius dua meter dari kalung itu," ucapnya, lalu menyeringai penuh kemarahan. "Dan hancurkan kalung itu, sehancur-hancurnya,”
Laki-laki monster itu tak bereaksi, tapi ia mengerti tanpa ragu atau pertanyaan. Dia adalah mesin yang hanya menurut pada perintah, dengan tujuan yang jelas tertanam di pikirannya. Di bawah kendali laki-laki berjubah hitam itu, monster ini hanyalah alat hidup yang siap melakukan apa saja untuk mendapatkan target.
Laki-laki berjubah hitam itu kembali tersenyum puas. Di ruangan itu, hanya terdengar suara napas dalam dari sosok kekar yang telah diubahnya menjadi monster, siap untuk melaksanakan misi.
"Pergilah sekarang, laksanakan tugasmu!" perintah laki-laki berjubah hitam.
Monster itu melangkah mantap ke aluar dari ruangan itu.
Senyuman di wajah si laki-laki berjubah hitam perlahan berubah menjadi seringai dingin saat sosok monster itu pergi dengan instruksi yang telah tertanam kuat dalam pikirannya. Dia tahu, dua orang targetnya takkan pernah menyangka ancaman sebesar ini sedang mendekat, apalagi dengan kekuatan dan kecerdasan yang tak pernah mereka duga.
Di lorong gelap di luar ruangan itu, langkah kaki berat mulai terdengar. Laki-laki bertubuh kekar yang disebut "monster" itu bergerak dengan mantap keluar dari ruangan tertutup tempat ia “dibangkitkan.” Tatapannya kosong namun fokus, seolah seluruh kesadarannya kini disandera oleh perintah yang tertanam dalam pikirannya.
Tidak ada keraguan dalam setiap gerakan, dan yang tersisa di pikirannya hanyalah dua target yang telah terprogram di pikirannya. Mereka harus dia bawa hidup-hidup. Tidak ada tujuan lain, tidak ada keinginan pribadi, hanya kepatuhan mutlak terhadap perintah.
Ia melangkah menuju ruangan lain di ujung lorong, di mana sebuah mobil hitam berteknologi tinggi telah menunggu. Mobil itu ramping dan tampak dibuat khusus, seluruh bodinya terlapis logam anti peluru dengan desain aerodinamis. Tenaganya berasal dari mesin listrik berkekuatan tinggi, yang mampu bergerak tanpa suara dan menghindari perhatian di tengah lalu lintas kota.
Sosok kekar itu masuk ke dalam mobil dan segera mengaktifkan sistem operasinya. Layar di dasbor mobil menyala, menampilkan berbagai perangkat pelacak dan radar yang terhubung langsung secara ilegal dengan jaringan pengawasan di seantero kota.
Tidak hanya itu, sistem yang dia pakai bahkan mencakup kemampuan pendeteksian sinyal elektromagnetik, fitur khusus yang terintegrasi dengan perintah yang ia terima untuk berhati-hati terhadap kalung milik target. Ia mengetik beberapa perintah pada layar, dan langsung mengunci sinyal yang sesuai dengan koordinat terakhir targetnya.
Laki-laki itu juga menyiapkan perangkat pelacak kecil. Tampak di layarnya peta digital Jakarta yang padat, lengkap dengan titik merah yang menunjukkan posisi mereka, yang tampak ada di suatu kawasan Jakarta.
Dengan tatapan yang dingin, ia memastikan semua peralatan pendeteksi dan perangkat pengintai berfungsi sempurna, kemudian mulai melajukan mobilnya. Tak terlalu buru-buru, tapi pasti dan terukur.
Suara mesin listrik mobil nyaris tak terdengar ketika ia meluncur keluar dari markas, dari balik bukit berpohon-pohon pinus memasuki jalan yang mengarah ke area pinggiran kota. Cahaya matahari yang kian terik menjelang siang memantul di kaca mobil, namun tidak sedikit pun mengurangi konsentrasi laki-laki monster itu.
Dalam pengaruh penuh sistem kendali yang terpasang di otaknya, ia merasakan setiap petunjuk yang muncul di layar dasbor, mengendalikan kemudi dengan tenang di antara mobil-mobil lain di jalan.
Mobilnya terus melaju memasuki jalan utama, semakin mendekati kepadatan lalu lintas Jakarta. Hiruk-pikuk suara klakson dan deru kendaraan memenuhi udara, tapi tak sedikit pun mengganggu fokusnya. Ia melaju dengan kecermatan luar biasa, membaca setiap tanda jalan dan berbelok tepat sesuai peta yang memandu ke arah kedua orang targetnya.
Sementara itu, di perangkat pelacak kecilnya yang terhubung dengan jaringan kota, lokasi mereka kian dekat. Posisinya diatur untuk mengikuti rute terbaik dengan menghindari kemacetan. Sepintas, ia hampir tampak seperti pengemudi biasa, namun pandangan kosong dan sorot dingin di matanya membedakannya dari orang kebanyakan.
Di benaknya ada satu tujuan yang bergema jelas: menghancurkan kalung metal itu dan membawa dua orang itu ke hadapan sang laki-laki berjubah hitam, tanpa kesalahan, tanpa keraguan.
Gelombang-gelombang suara yang sesekali masuk ke dalam pikirannya membuatnya semakin mantap mengeksekusi perintah. Sesekali ia melihat jam digital di layar dasbor, memastikan bahwa dia tetap berada dalam waktu yang telah diperkirakan.
Matanya menyipit ketika melihat peringatan belokan di depan, tanda bahwa jaraknya semakin dekat dengan titik tujuan. Dengan tenang, dia menginjak pedal gas dan melaju pasti menembus lalu lintas kota yang semakin padat.
TBC
Dukung terus "Raisha & Arya" menghadapi kejahatan Dr. Brain di cerita ini ya teman-teman ! Jangan lupa LIKE, COMMENT, KASIH BINTANG & IKUTI Author, biar Author tambah semangat !!! Nantikan chapter berikutnya, daaah... !!!