Nuka, siswa ceria yang selalu memperhatikan Aile, gadis pendiam yang mencintai hujan. Setiap kali hujan turun, Nuka menawarkan payungnya, berharap bisa melindungi Aile dari dinginnya rintik air. Suatu hari, di bawah payung itu, Aile akhirnya berbagi kenangan masa lalunya yang penuh luka, dan hujan pun menjadi awal kedekatan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Aolia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langit yang jauh
Nuka masih terdiam di rooftop kafe itu, menatap langit yang mulai gelap. Lampu-lampu kota mulai menyala satu per satu, tapi tidak ada cahaya yang bisa menembus keremangan di hatinya. Aile sudah pergi, meninggalkannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Kata-kata terakhir Aile terus terngiang di kepalanya, “ka, aku gak akan ganggu kamu lagi.” Mengapa Aile berpikir bahwa kehadirannya mengganggu? Apa yang terjadi hingga dia merasa begitu bersalah atas kesalahan yang bukan miliknya?
Nuka ingin mengejar Aile, tapi tubuhnya terasa seolah terpaku ke tempatnya berdiri. Genggamannya pada pagar rooftop terasa melemah, namun hatinya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa dia ungkapkan. Dia ingin memanggil namanya, ingin mengatakan sesuatu—apa saja yang bisa membuat Aile berhenti, tapi bibirnya tak mampu bergerak.
"Nuk, aile bicara apa tadi?" suara salah satu teman gengnya, kenzo memecah keheningan. Teman-temannya sudah kembali dan tampak kebingungan melihat Nuka berdiri sendirian, dengan ekspresi yang jauh dari biasanya.
Nuka hanya menggelengkan kepala, mencoba menenangkan pikirannya. "Nggak penting" jawabnya pelan, hampir berbisik. Namun, dalam hatinya, dia tahu ada banyak hal yang tidak benar.
***
Sementara itu, Aile berjalan cepat menjauh dari sekolah, matanya berair dan tangannya bergetar. Angin sore yang dingin menyentuh kulitnya, tapi tak seberapa dibandingkan rasa dingin yang dia rasakan di dalam dirinya. Dia tahu bahwa kata-katanya tadi akan membuat Nuka bingung, tapi dia tidak bisa menahannya. Rasa bersalah telah lama bersarang dalam hatinya. Bagaimana mungkin dia bisa terus berada di dekat Nuka, sementara ayahnya adalah orang yang telah merusak hidup banyak orang, termasuk Nuka?
Aile masih ingat bagaimana Nuka menceritakan betapa ia menyayangi neneknya, betapa neneknya sangat penting di hidupnya, dan betapa sepi hidupnya setelah neneknya tidak ada, ia pun pernah bilang, tak akan memaafkan orang yang sudah menabrak neneknya. Tapi setelah ayahnya dipenjara, segala sesuatu menjadi jelas. Dan sekarang, setiap kali dia menatap Nuka, rasa bersalah itu semakin kuat.
Aile mempercepat langkahnya, berharap bisa segera sampai di rumah. Dia ingin mengurung dirinya di kamarnya, di tempat yang bisa membuatnya merasa aman dari rasa bersalah dan rasa sakit yang terus menghantuinya. Namun, saat dia sampai di depan rumah, dia mendapati rumah itu gelap. Tidak ada cahaya dari jendela, tidak ada suara dari dalam. Biasanya, ibunya setidaknya akan menyalakan lampu ruang tamu. Tapi malam ini, suasananya lebih sunyi dari biasanya.
Aile mendekat dan mengetuk pintu pelan. Tidak ada jawaban. Dia menunggu beberapa detik, lalu mengetuk lagi, lebih keras. Masih tidak ada jawaban. Aile menghela napas dan merogoh kantung celananya, mencari kunci rumah. Saat tangannya meraba-raba, dia teringat bahwa dia tidak membawanya. Dia sudah terlalu terburu-buru keluar rumah tadi pagi.
Akhirnya, dia duduk di anak tangga teras, menarik napas panjang dan memejamkan matanya. Langit malam di atasnya tampak begitu jauh, seolah-olah dunia luar dan perasaannya tak bisa tersambung. Dia hanya bisa berharap bahwa waktu akan membantunya melewati semua ini.
***
Di sisi lain kota, Nuka sedang mengendarai motornya. Setelah beberapa lama di rooftop, dia tidak bisa lagi menahan perasaannya. Dia tahu dia harus menemukan Aile dan bicara dengannya, tak peduli bagaimana caranya. Dia tidak bisa membiarkan Aile pergi dengan perasaan seperti itu. Ada sesuatu yang belum selesai di antara mereka, sesuatu yang membuat Nuka merasa kalau mereka tidak bisa berpisah seperti ini.
Motornya melaju cepat di jalan-jalan malam yang sepi. Pikiran Nuka terus dipenuhi dengan gambar-gambar Aile, wajahnya yang sedih, senyumnya yang langka, dan semua momen yang mereka lalui bersama. Dia sudah tahu di mana Aile tinggal. Beberapa kali Aile membicarakan rumahnya, meskipun dengan nada yang enggan. Aile tidak pernah bangga dengan kehidupannya di rumah, tapi Nuka tetap mendengarkannya, memahami semua yang Aile coba sembunyikan.
Sesampainya di depan rumah Aile, Nuka menghentikan motornya. Dari kejauhan, dia bisa melihat Aile duduk di teras rumahnya, terdiam seperti patung. Hati Nuka terasa sakit melihatnya begitu rapuh. Pelan-pelan, dia mematikan mesin motor dan berjalan mendekat. Suara langkah kakinya menyentuh tanah, memecah keheningan.
"Aile," panggil Nuka pelan.
Aile membuka matanya, sedikit terkejut mendengar suaranya. Dia tidak menyangka Nuka akan datang. Untuk beberapa detik, dia hanya menatap Nuka tanpa berkata apa-apa. Tapi akhirnya dia berkata dengan suara pelan, "Kamu nggak seharusnya ke sini."
"Kenapa enggak?" Nuka mendekat, lalu duduk di sebelahnya di tangga teras.
"Aile," Nuka menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Aku nggak peduli soal apa yang ayah kamu lakuin. Itu bukan salah kamu. Kamu nggak harus merasa bertanggung jawab atas kesalahan orang lain."
"Tapi—"
"Tapi apa?" Nuka memotong dengan lembut. "maaf sempat egois, aku tau sikapku yang ngebuat kamu lebih merasa bersalah, padahal kamu pun sebenarnya korbannya, maaf." ucap nuka tetap mencoba menatap aile yang takut menatap matanya
"Aile, aku nggak akan pergi. Aku peduli sama kamu. Aku nggak peduli dengan masa lalu keluarga kamu atau apa pun itu. Aku peduli sama kamu sebagai Aile."
Aile terdiam, menatap tangannya yang gemetar. "Aku nggak seharusnya sebaik ini sama aku." ucapnya lirih
Nuka menghela napas panjang. Dia bisa merasakan betapa berat beban yang dipikul Aile. Dia mengulurkan tangan dan meraih tangan aile "aku lebih tau siapa yang berhak aku perlakuin kaya gini"
Untuk pertama kalinya, Aile menatap Nuka dalam-dalam. Ada perasaan hangat yang perlahan mengalir ke dalam hatinya. Di tengah semua kekacauan hidupnya, Nuka selalu ada. Mungkin, hanya mungkin, dia bisa berhenti melawan perasaannya dan membiarkan seseorang masuk.
Nuka menghela pelan "ayo kita lupain semua hal yang sempet ngeganggu, ayo jadi aile dan nuka yang dulu, jangan sampai asing kayak pertama kali di saat hujan waktu itu, luluhin es kek kamu itu gak gampang tau" nuka mencubit pelan pipi aile, membuat aile cemberut sembari tersenyum
"Yakin?" tanya Aile pelan.
Nuka mengangguk tanpa ragu.
Mereka duduk di sana, dalam keheningan yang penuh arti, di bawah langit malam yang gelap tapi penuh bintang. Meski masa depan masih penuh ketidakpastian, mereka tahu bahwa untuk malam ini, mereka punya satu sama lain.
Dan itu sudah cukup.