Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LDR Setelah Menikah
Paginya aku langsung bersiap-siap untuk berangkat kerja, aku sampai di kantor tepat waktu yaitu jam 7:02 pagi. Ternyata sudah ada Disha dan beberapa rekan kerja ku yang lain, begitu aku masuk ke ruangan seruan langsung menyambutku.
"Aura pengantin baru mah beda," seru Disha menatap kearahku.
"Gimana, Ra, malam pertamanya?"
"Kasian banget suamimu Ra, lagi anget-anget udah di tinggal kerja aja ke sini."
Begitulah seruan-seruan yang menyambut ku pagi ini, aku tak menghiraukannya dan hanya sebatas tersenyum untuk menanggapi lalu duduk di kursiku.
Oh, iya. Hampir lupa aku memberikan oleh-oleh untuk mereka yang memang sengaja aku bawa pagi ini. "Nih, oleh-oleh buat lo," aku memberikan paperback kepada Disha yang sudah kembali siap-siap berbicara.
"Wah repot-repot banget, pasti dari tante Anjani?" tebaknya mengintip isi oleh-oleh yang aku berikan.
"Iya, katanya nanti main ke rumah lagi, terus ngucapin makasih karna lo udah nemenin gue pulang, gue mau lanjut bagi-bagiin dulu ini ke yang lain," ujarku menghampiri Eka, Abi, Lutfi dan yang terakhir adalah Ibu Adisty.
"Apa ini, Ra?" tanya Kak Eka padaku saat aku memberikan paperback berisi oleh-oleh padanya.
"Oleh-oleh dari Ibu, sebagai ucapan makasih juga karna udah mau repot-repot ngurusin aku pas mau pulang," jelasku tersenyum.
"Astaga makasih loh karna udah repot-repot ngasih oleh-oleh begini, sampaiin ke tante juga ya, Ra. Oh, iyaa hampir lupa happy wedding ya Ra, ini ada kado buat kamu," kini malah Kak Eka yang menyodorkan sebuah benda persegi yang sudah di bungkus dengan rapi padaku.
"Ya ampun Kak, kok malah kita jadi tukeran kado begini," ujarku tertawa menerima kado pemberian dari Kak Eka.
Kak Eka ikut tertawa. "Gapapa, Ra. Itu sebagai ucapan minta maaf Kakak, karna ga datang di pernikahan kamu."
"Ih, padahal ga di kasih kado pun gapapa, tapi makasi deh Kak. Pasti aku bakal suka sama kadonya."
Dan setelah mengucapkan terimakasih lalu cipika-cipiki bersama Kak Eka sedikit aku pun berlalu memberikan kado kepada Lutfi dan Abi, mereka berdua pun melakukan hal yang sama seperti Kak Eka lakukan, yaitu mengucapkan permintaan maaf karna tidak bisa hadir di pernikahan ku, mengucapkan terimakasih lalu yang terakhir memberi aku kado.
Sungguh aku tak menyangka, teman-teman ku malah akan memberi kado begini. Karna, aku belum memberikan oleh-oleh bawaan ku kepada Bu Adis yang sudah ada di ruangannya dan tidak mungkin aku membawa serta hadiah ini masuk ke sana, aku pun memutuskan untuk menyimpannya terlebih dahulu di mejaku sebelum kembali melangkah masuk ke ruang Bu Adis, tak lupa mengetok pintu.
"Masuk!" sahut Bu Adis dari dalam.
"Oh kamu, Ra. Ada apa?" tanya Bu Adis menatap padaku yang berjalan ke arahnya.
Tak ingin banyak basah-basi, aku pun langsung memberikan oleh-oleh yang ku bawa kepada Ibu Adis. "Ini, ada oleh-oleh dari Ibu saya, katanya sebagai ucapan terimakasih karna Bu Adis saya bisa pulang kerumah dan pernikahan bisa berjalan dengan lancar."
"Kenapa repot-repot segala, padahal saya ikhlas bujuk kamu biar mau pulang waktu itu. Jadi, tadi malam kamu sampainya atau kemarin?" tanya Bu Adis padaku. "Tadi malam Bu, waktu magrib baru sampai di apartemen."
"Terus suami kamu ikut juga kesini?"
Aku menggeleng. "Ngga, Bu. Dia lagi banyak kerjaan mungkin katanya kalau kerjaannya selesai baru bisa nyusul kesini."
Bu Adis terlihat mengangguk-angguk mendengar penjelasanku barusan. "Ya ampun saya hampir lupa ngucapin, selamat menikah ya Ra, semoga pernikahan kalian sakinah mawaddah dan warahmah."
Aku tersenyum mendengarnya. "Makasih, Bu," lalu menatap Bu Adis bingung saat dia menyodorkan sebuah paperbag padaku. "Apa ini, Bu?"
"Ini kado buat kamu, maaf baru ngasihnya sekarang dan ga datang di pernikahan kamu."
"Beneran buat saya, Bu?" tanyaku ragu-ragu menerimanya karna merasa tak percaya teman-teman maupun bosku melakukan hal yang sama yaitu memberikan ucapan selamat tak lupa dengan sebuah kado yang tidak aku sangka-sangka.
"Iyaa, ambil. Itu kado khusus kamu buat nyenengin suami, jangan sampai kado saya di tolak," kata Bu Adis mewanti-wanti.
"Memangnya kado apa, ya Bu?" tanyaku merasa bingung mendengar perkataan 'menyenangkan suami.'
"Nanti kamu buka sendiri dan liat isinya ada apa," jawabnya. "Ada lagi yang mau kamu sampaikan?"
Aku mengerjap. "Udah ngga ada, Bu, itu aja. Kalau begitu saya pamit, Bu, makasih karna udah mau di repotkan di tambah ngasi saya kado."
"Gapapa itu, udah sepantasnya saya lakukan itu."
Aku tersenyum lalu segera pamit keluar. "Kalau begitu saya pamit ya, Bu. Kalau ada perlu langsung panggil saja," ujarku dan setelah mendengar sahutan dari Bu Adis aku pun keluar dari ruangannya itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah seharian bekerja di kantor akhirnya aku pun sampai di apartemen pukul 16:42 sore. Aku meletakkan tas ku ke sofa tak lupa hadiah-hadiah yang juga aku terima lalu berjalan ke dapur untuk minum karna aku merasakan haus. Setelah itu baru lah aku merebahkan pantatku di sofa, membuka ponsel dan mencari nama kontak Mas Saga.
Aku mengabarinya bahwa aku baru saja sampai di apartemen. Baru beberapa detik pesanku terkirim laki-laki itu malah langsung menelponku.
"Halo, Mas..."
"Udah pulang sayang?"
"Iya, Mas, udah. Ini baru sampai langsung aku kabarin, Mas sendiri udah pulang?" tanyaku balik bertanya kepada Mas Saga.
"Iya, sayang ini juga baru saja sampai di rumah. Pegal badan Mas, tadi kerjaan banyak banget abis di tinggal beberapa hari."
"Jangan terlalu di paksain kerjanya, ingat istirahat juga," peringatku yang langsung di iyakan. "Iya, sayang. Tenang aja, Mas selalu jaga kesehatan kok. Tadi kamu gimana di kantor?"
Oh iya, aku belum memberi tahu bahwa aku mendapat banyak kado hari ini, mau dari teman divisiku ataupun beberapa dari divisi lain yang mengenalku.
"Aku dapat kado banyak banget hari ini, aku ga nyangka loh. Padahal aku aja ga kepikiran bakal ada yang kasi ucapan selamat atau ngga, eh ini pas sampai di kantor dan pas istirahat orang-orang langsung datangin aku terus ngasih kado."
Ku dengar Mas Saga tertawa. "Terus tadi gimana caranya kamu bawa pulang?"
"Di bantuin Disha bawanya, karna kalau aku sendiri ga bakal bisa."
"Mas, jadi kepo kamu dapat kado apa aja. Soalnya, Mas juga tadi waktu sampai di kantor di ruangan Mas itu udah penuh sama kado-kado yang ga bisa di hitung."
"Ih, beneran Mas??"
"Iya, sayang. Mas dapat banyak kado, tapi malas Mas buka."
Aku mengerutkan kening. "Ga boleh gitu, itu kan hadiah dari orang, masa ga mau di buka."
"Nanti aja kamu yang buka kalau pulang kesini, Mas malas."
"Yaudah, nanti aja aku yang bukain kadonya, tapi jangan di buang," ujarku dan obrolan kami pun terus berlanjut, membicarakan banyak hal. Dari Mas Saga yang sudah menyuruhku agar cepat-cepat pulang karna katanya dia sudah rindu padaku.
Telponnya mati saat aku pamit ingin bersih-bersih dan mandi, pun dengan Mas Saga yang ingin menyelesaikan pekerjaannya. Dan malamnya kemudian kami bertelponan lagi sampai ketiduran, aku langsung berpikir begini rasanya menjalani hubungan jarak jauh. Harus selalu memberi kabar ke pasangan, menjaga kepercayaannya dan harus menahan rindu.