Baras kabur dari neraka. Ia melarikan diri ke bumi untuk bersembunyi. Handari penjaga pintu neraka mengejarnya.
Baras merekrut makhluk gaib golongan hitam untuk membantunya melawan Handari.
Tapi itu tidak akan mudah. Karena golongan putih berpihak kepada Handari.
Terjadilah perang besar. Sejauh mana makhluk bumi terlibat dalam masalah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JUJUR
Semenjak menjadi anggota departemen gaib Akbar hampir selalu berada di markas. Tentu saja ini ada hubungannya dengan persoalan rumah tangganya. Keluarga Akbar sampai saat ini tahunya Akbar sudah meninggal karena hanyut tenggelam di sungai dan jasadnya belum ditemukan.
Bahkan Risa istri Akbar sudah resmi menikah lagi dengan selingkuhannya. Besok mantan istrinya itu akan melangsungkan acara resepsi pernikahan. Hanya anak-anak Akbar saja yang tahu jika ayahnya masih hidup.
Sebelum lusa berangkat untuk misi dengan tim divisi lapangan. Akbar ingin menghadiri acara resepsi pernikahan Risa. Ia ingin menemui ibu dan anak-anak yang dalam beberapa bulan terakhir hanya ia kunjungi lewat alam astral.
Di ruang staf divisi lapangan.
“Kau jadi pulang?”, tanya Idrus Khas.
“Ya aku akan pulang sore ini untuk bertemu anak-anak dan ibuku”, jawab Akbar.
“Ajaklah Jihan atau Lavi untuk pergi ke acara resepsi mantan istrimu”,
“Tunjukkan pada dia kalau kau juga bisa dapat wanita yang lain”, saran Idrus Khas.
“Jangan sampai kau menangis di acara pernikahannya”, tambah Idrus Khas.
Ide dari manusia Jerangkong itu boleh juga pikir Akbar. Tapi apakah diantara Jihan atau Lavi mau pergi dengannya?
“Sama Jihan saja, aku sedang sibuk mengurus persiapan untuk berangkat lusa”, kata Lavi yang juga berada di sana.
“Aku akan pergi bersamamu”,
“Aku ingin sekali melihat kedua anakmu yang sudah bisa raga sukma di usia sekecil itu”, kata Jihan yang juga berada di sana.
Akbar senang. Jihan mau menemaninya untuk pulang.
Begitulah pertemanan di antara para orang-orang indigo. Mereka sangat satu frekuensi. Meski baru beberapa hari saling kenal mereka akan menjaga satu sama lain. Apalagi di kelompok itu yang tidak main-main alasan mereka dipersatukan. Mereka sama-sama mempertaruhkan nyawa.
Akhirnya sore hari itu Akbar bersama Jihan pergi untuk pulang ke kampung Akbar. Mereka memakai kendaraan dinas departemen gaib.
Setelah Akbar dan Jihan meninggalkan markas departemen gaib.
“Kenapa bukan kau yang pergi bersamanya?”, tanya Idrus Khas.
“Bukannya Hamka memintamu untuk menemaninya sekaligus melihat langsung anak-anaknya”, lanjut Idrus Khas.
“Jihan bisa melakukannya”,
“Jihan dari dulu sangat mengagumi Akbar”,
“Tapi sepertinya ia masih gengsi untuk membuka hati”, Lavi mengungkap alasan yang sesungguhnya.
“Memang manusia bernama Akbar itu memiliki banyak kisah heroik yang sampai sekarang masih diperbincangkan di alam gaib”, tukas Idrus Khas.
*
Perjalanan Akbar dan Jihan pulang ke kampung Akbar.
“Kira-kira sampai di rumahmu jam berapa?”, tanya Jihan.
“Mungkin subuh”, jawab Akbar lirih.
“Aku akan beli kopi sebentar”, kata Jihan berhenti di depan sebuah minimarket.
“Kau mau beli sesuatu?”,
Jihan menyesal bertanya kepada Akbar. Sosok yang dikaguminya itu malah tertidur. Padahal perjalanan baru mulai dan masih jauh.
Jihan kembali dari minimarket. Ia membeli minuman dan camilan untuk bekal di mobil. Ketika ia baru menutup pintu mobil Akbar terbangun.
“Kenapa berhenti?”, tanya Akbar.
Akbar melihat keluar. Mereka sedang berada di depan sebuah minimarket. Akbar pun bertanya kepada Jihan.
“Apa kau ingin beli sesuatu?”,
“Tidak perlu”, jawab Jihan cuek.
Akbar yang baru saja bangun merasa aneh. Kenapa kawan barunya itu berhenti dan parkir di depan minimarket jika tidak ingin masuk ke sana.
Sebentar lagi masuk jalan tol. Akbar meminta Jihan untuk mencari warung atau minimarket.
“Kenapa?”, tanya Jihan.
“Aku mau beli rokok. Rokokku habis”, kata Akbar.
“Tidak bisa. Di sini sudah tidak ada orang jualan. Sebentar lagi masuk tol”, jawab Jihan.
“Aku juga tidak mengizinkanmu untuk merokok di dalam mobil”,
“Aku mengerti”, jawab Akbar singkat.
Sepertinya Akbar segan dengan Jihan. Apalagi perempuan kekar itu sudah menaikkan suaranya.
Artinya Akbar akan menjalani kehampaan selama di perjalanan pulang ini. Sebatang pun tidak ada. Untung Jihan tadi sudah membeli kopi, air mineral, dan juga berbagai makanan ringan. Ada kacang kulit dan keripik kentang. Wafer rasa cokelat dan rasa keju. Rumput laut rasa original dan rasa pedas. Jihan memang doyan ngemil.
Di tengah suasana hening karena tidak ada diantara Jihan dan Akbar yang membuka obrolan.
“Bagaimana kalau dengarkan lagu?”, kata Akbar.
“Boleh. Silahkan bapak. Tapi aku yakin selera music kita tidak akan sama”, jawab Jihan.
“Pasti kau akan suka lagu ini”, kata Akbar.
“Dijamin”, tambahnya.
Akbar mencari satu album penuh lagu dari artis idolanya. Ia penasaran bagaimana reaksi Jihan ketika mendengar lagu-lagu tersebut.
Di kanal streaming itu Akbar memilih album “hits” kompilasi lagu-lagu dari sang maestro.
“Mari kita dengarkan”, kata Akbar.
Lagu yang pertama berjudul “Perpisahan”,
“Hujan deras malam-malam"
“Aku sengaja tak memakai jas hujan”
“Karena rasanya jauh lebih melegakan”
“Malam itu aku berpisah denganmu”,
Baru syair di bait yang pertama, Jihan sudah bisa menebak siapa pemilik lagu itu.
“Suaranya Idrus Khas”, kata Jihan terperanjat.
“Benar sekali. Ini lagunya manusia tengkorak”, jelas Akbar.
Benih-benih pertemanan dan rasa kekeluargaan di divisi lapangan departemen gaib terjalin dengan baik. Jihan yang belum lama mengenal Idrus Khas bisa menyadari jika lagu yang sedang mereka dengarkan adalah salah satu tembang andalan dari teman mereka Hantu Jerangkong. Sebuah lagu yang begitu meledak di zamannya.
*
Pukul 02:00 pagi. Akbar dan Jihan sudah sampai di Yogyakarta. Kota dengan beragam keindahan yang juga kental dengan aroma mistisnya. Beberapa jam lagi mereka akan sampai di rumah Akbar.
“Cari makan dulu ya” kata Akbar yang kini bergantian mengemudi.
“Boleh”, jawab Jihan yang baru saja bangun dari tidurnya di bangku belakang.
Akbar mengajak Jihan untuk makan di salah satu tempat makan yang sudah begitu terkenal di sana. Tempat makan yang tidak pernah tutup. Rumah makan itu khusus menjual daging-dagingan. Ada daging ayam, kambing, dan sapi. Variannya ada sate, tongseng, tengkleng dan nasi goreng.
“Sate ayam dua pakai lontong, tengkleng kambing satu, sama teh tawar dua”, Akbar memesan.
Di momen menunggu pesanan ini Akbar melamun. Ia menerawang jauh mengingat bahwa di kota ini ia pernah memiliki memori dengan orang-orang yang ia sayangi. Semua kejadian-kejadian yang membawanya sampai sejauh ini. Orang-orang yang sudah tidak mungkin untuk ditemui. Kawan-kawan yang telah gugur.
Tanpa disadari Akbar yang biasanya berbicara keras itu menitihkan air mata.
“Kenapa nangis?”, tanya Jihan.
“Katanya sudah move on Pak?”, goda Jihan.
Akbar menyeka air matanya. Ia tersenyum. Bersyukur hatinya masih lembut karena masih bisa menangis.
“Bukan”, jawab Akbar.
“Aku teringat kawan-kawanku dulu”,
“Dulu aku pernah mengajak seorang anak kecil makan di sini”, kenang Akbar tentang Amelia.
Dari wangi aromanya saja sudah sangat menggoda. Tampilannya juga menggiurkan. Pesanan mereka datang. Rasanya dijamin lezat.
“Silahkan”, kata yang mengantar pesanan.
*
Subuh di rumah Akbar.
Setelah Akbar dinyatakan meninggal. Ibu Akbar kini tinggal seorang diri. Risa sang menantu membawa cucu-cucu kesayangan Ibu pindah ke rumah orang tua Risa di kampung sebelah.
Akbar anak semata wayang yang baru kemarin terlihat mau benar hidupnya harus pergi lagi. Kini untuk selama-lamanya.
Ibu mana yang hatinya tidak hancur berkeping-keping jika darah dagingnya mendahuluinya mati. Ibu sangat sedih.
Ditambah lagi kini Risa sudah menikah kembali. Menantu yang dengan tulus dicintainya itu tega bermain hati. Hari ini adalah hari resepsi acara pernikahannya.
Ibu masih dalam kondisi terpuruk. Yang setiap hari bisa ia lakukan adalah berserah dan berdoa kepada Yang Kuasa. Ibu harus ikhlas untuk menerima semua takdir Tuhan yang telah terjadi.
Ibu baru saja selesai sembayang. Seperti biasa ia membuka jendela-jendela rumah pagi-pagi supaya udara dingin yang segar itu mengganti udara sesak yang semalaman terkurung di dalam rumah.
Ibu membuka jendela kamar Akbar yang kini sudah tidak ada yang menempati.
“Setan!”,
Ibu kaget. Ada sosok penampakan setan ketika ia membuka jendela kamar Akbar. Setan itu persis seperti anaknya.
“Ini aku Bu”,
“Akbar”, kata Akbar.
Kemudian ibu Akbar bertakbir, beristigfar, lalu membaca ayat kursi berulang kali. Ibu melakukannya sambil menutup mata.
“Bu ini aku Akbar”,
“Nanti aku jelaskan semuanya”, kata Akbar lagi.
“Ini aku bawa teman”, kata Akbar bersama Jihan.
“Permisi Bu”, kata Jihan.
Ibu Akbar berhenti berdzikir. Ia mengamati kedua sosok makhluk di hadapannya itu.
“Kamu masih hidup Bar?”,
“Kenapa mau masuk lewat jendela?”, tanya Ibu.
“Tadi aku sudah lewat pintu depan tapi masih dikunci”, jelas Akbar.
“Tunggu sebentar ibu bukakan”, kata ibu yang sudah tidak syok lagi.
Ibu Akbar benar-benar berubah 180 derajat. Yang sebelumnya terlihat murung dan lemas kini setelah mengetahui anaknya masih hidup, ibu Akbar on fire lagi. Seketika jadi sehat dan bugar.
Obrolan di ruang tamu.
“Kenalkan Bu ini namanya Jihan temanku”, kata Akbar.
“Heh Bar, istrimu sudah kawin lagi”, ibu Akbar langsung nyablak.
“Aku sudah tahu. Biar aku jelaskan semuanya”, ucap Akbar.
Setelah selama ini merahasiakannya. Akhirnya Akbar menjelaskan kepada sang ibu siapa sebenarnya dirinya. Kemampuan istimewanya sebagai seorang indigo. Seperti apa dunianya selama ini. Kemana saja ia telah pergi. Siapa kawan dan siapa lawannya. Kisah perjalanan yang telah ia lalui hingga sampai detik ini. Semua ia ceritakan kepada sang ibu kecuali hal-hal yang memang tidak boleh untuk diceritakan.
“Oalah… jadi kamu ini seperti bapakmu”,
Yang sungguh mengejutkan justru respon dari sang ibu setelah mendengar cerita dari Akbar. Ibu Akbar bereaksi biasa saja tanpa berlebihan. Ibu mengungkap bahwa apa yang terjadi dengan anaknya itu sama seperti apa yang dialami oleh ayah Akbar dulu.
“Jadi bapakku juga seorang indigo?”, justru Akbar yang sekarang terkejut.
“Iya. Bapakmu itu sama seperti kamu”, jawab ibu Akbar.
“Kenapa ibu selama ini tidak cerita?”, tanya Akbar.
“Ibu mau melupakan itu semua. Kamu juga baru sekarang cerita sama ibu”, balas ibu.
“Sekarang ibu akan ceritakan semua tentang bapakmu. Tentang bapakmu yang berhubungan dengan alam gaib”, kata ibu.
Akbar juga menjelaskan hubungannya dengan Risa. Akbar sudah ikhlas melepas Risa yang sudah nikah lagi dengan mantan pacarnya. Akbar juga memberitahukan kepada ibunya bahwa cucunya, Ron dan Jun sama seperti dirinya dan sang kakek.
Akbar sudah sering bertemu, bahkan hampir setiap hari bermain bersama anak-anaknya di dimensi yang lain. Ron dan Jun sudah piawai astral projection meski mereka masih anak-anak.
“Nanti kamu mau kondangan?”, tanya ibu.
“Iya. Sekalian mau bertemu Ron dan Jun”, jawab Akbar.
“Ajak temanmu yang cantik itu biar Risa tahu kalau wanita itu tidak hanya dia saja”, kata ibu.
“Ibu tidak mau kondangan?”, tanya Akbar.
“Masih males aku lihat mukanya”, jawab ibu culas.
*
Siang itu Akbar bersama Jihan menghadiri resepsi pernikahan Risa dan mantan pacarnya. Kedatangan Akbar mengejutkan semua orang. Orang-orang mengira bahwa Akbar telah mati hanyut tenggelam di sungai.
Jihan juga menjadi pusat perhatian. Ia tampil sangat menawan dengan balutan gaun merah yang berani dan menantang.
“Akbar”,
“Bukankah dia sudah meninggal”,
“Aku lihat dia terseret banjir di sungai”,
Begitulah bisik-bisik lirih orang-orang di pesta pernikahan itu. Namun Akbar dengan tenang datang untuk tujuannya.
Jihan menggandeng tangan Akbar. Akbar sendiri juga terkejut. Pegangan wanita kuat itu begitu kencang. Dan mesra.
Tiba saat Akbar naik ke atas panggung pengantin. Ia dan Jihan menyalami Risa dan suami barunya. Itu saja. Tidak ada tingkah dan perasaan yang berlebihan.
Risa dan orang tuanya melongo mengetahui Akbar datang ke acara tersebut.
Ron dan Jun yang ada di sana langsung memeluk ayah mereka. Anak kembar itu tidak perlu kaget karena mereka sudah tahu jika sang ayah selama ini masih hidup dan sering mengunjungi mereka lewat cara yang lain.
Akbar mengajak Ron dan Jun turun panggung. Bersama-sama menikmati hidangan yang disuguhkan. Jihan juga di sana mengamati anak-anak Akbar yang begitu istimewa.
*
Akbar telah ikhlas menerima semuanya. Menerima takdir yang telah terjadi yang telah dituliskan untuknya. Ia kini sepenuhnya akan menjalani hidupnya yang hampir selalu bersinggungan dengan dunia gaib. Dengan legawa dan bersungguh-sungguh.
Akbar dan Jihan pamit. Mereka ada sebuah misi yang telah menanti di depan mata.
Dalam perjalanan kembali ke markas Departemen Gaib.
“Bagaimana pendapatmu tentang anak-anakku?”, tanya Akbar.
“Mereka punya energi astral yang luar biasa”,
“Tapi aliran energi mereka masih tertutup”,
“Yang aku khawatirkan justru jika nanti mereka sudah mulai beranjak besar. Pasti banyak makhluk gaib yang ingin mengincar anak-anakmu”, terang Jihan.
yu gabung dengan GC BCM
d sini kita akan belajar bareng bersama Kaka senior juga mengadakan event tertentu seperti lomba puisi, pantun, dll ya
caranya mudah hanya cukup Follow akun saya saja maka kalian akan aku undang langsung masuk GC kami. Terima Kasih.