Raya, Jenny, Nabilla, dan Zaidan. Keempat gadis yang di sangat berpengaruh di salah satu sekolah favorit satu kota atau bisa dibilang most wanted SMA Wijayakusuma.
Selain itu mereka juga di kelilingi empat lelaki tampan yang sama berpengaruh seperti mereka. Karvian, Agam, Haiden, dan Dio.
Atau bagi anak SMAWI mereka memanggil kedelapannya adalah Spooky yang artinya seram. Karena mereka memiliki jabatan yang tinggi di sekolahnya.
Tentu hidup tanpa musuh seakan-akan tidak sempurna. Mereka pun memiliki musuh dari sekolah lain dimana sekolah tersebut satu yayasan sama dengan mereka. Hanya logo sekolah yang membedakan dari kedua sekolah tersebut.
SMA Rajawali dan musuh mereka adalah Geng besar di kotanya yaitu Swart. Reza, Kris, Aldeo, dan Nathan. Empat inti dari geng Swart dan most wanted SMAJA.
Selain itu ada Kayla, Silfi, Adel, dan Sella yang selalu mencari ribut setiap hari kepada keempat gadis dari SMAWI.
Dan bagaimana jika tiba-tiba SMAJA dipindahkan ke sekolah SMAWI?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oreonaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 05 : Mulai Akur?
Sesuai hukuman dari Pak Anggoro pagi-pagi mereka sudah ada di sekolah sebelum para murid lainnya datang.
Mereka di sini merujuk ke dua manusia berbeda genre. Zai dan Nathan. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 06.18. Sebentar lagi murid-murid lainnya pasti sudah tiba tapi yang lainnya belum tiba-tiba juga.
“Weh! Gorila Lo ngelap jendela aja. Biar gue yang sapu.” Ujar Zai melempar kain lap yang langsung ditangkap oleh Nathan meskipun tadi sedikit terkejut.
“Anjir! Nama gue Nathan. Orang tua gue sudah payah mikir nama buat gue malah seenaknya Lo ubah.”
“Ya suka-suka gue lah.” Ujar Zai dan berlalu begitu saja mengerjakan tugasnya.
Nathan menggerutu kesal dan mulai mengelap jendela sembari sesekali melirik Zai.
“Apa lirik-lirik?”
Ternyata Nathan tertangkap basah.
“Geer siapa juga yang lirik Lo.” Ucap Nathan gugup.
Zai memicingkan matanya dan menggidikkan bahunya. Mulai melakukan aktivitasnya kembali. Sedikit menghela nafas, Nathan kembali mengelap jendela.
Butuh waktu 25 menit untuk bisa menyelesaikan tugas mereka. Murid-murid yang lain sudah mulai berdatangan. Zai melempar sapunya ke lantai. Ia duduk untuk mengistirahatkan tubuhnya. Pagi-pagi sudah bau keringat saja dia. Di sebelahnya ada Nathan yang sama-sama melakukan sepertinya. Mengipas-ngipas bajunya agar tidak tubuh bagian dalam kering.
“Ini yang lain emang kompak gak datang apa gimana?” Gumam Nathan. Kesal dalam dirinya, hukuman ini bersama tapi malah ia dan gadis di sebelahnya yang mengerjakan.
Zai menggeleng. Lelahnya sampai membuatnya malas berbicara.
Nathan menoleh ke arah Zai yang sedang menutup mata serta nafas yang masih tersengal-sengal. “Lo mau air gak?” Tanyanya.
Zai membuka matanya sedikit dan mengangguk. Lupakan sebentar tentang mereka adalah musuhan. Bisa-bisa ia dehidrasi kalau masih mengingat itu.
Nathan langsung berdiri dan berlari ke arah kantin. Kantin dan koridor utama ini tidak terlalu jauh. Kantin terletak di belakang gedung ini. Lebih mudah saat kita ingin ke kantin dan masih berada di lantai dasar ini.
Tidak butuh lama. Nathan dengan nafas tersengal-sengal menyerahkan botol minum tidak dingin ke arah Zai.
Zai dengan senang hati meminumnya sampai habis setengah. Mengelap bekas air minum di bibirnya. Ia menatap Nathan yang sudah duduk di sebelahnya.
“Lo beli satu aja?” Nathan mengangguk.
“Bego kok dipelihara. Nih minum, gue gak mau Lo dehidrasi terus mati. Gak lucu nanti jadinya.” Zai menyerahkan botol minumnya.
Nathan menatap tajam botol minum yang diserahkan oleh Zai. Menatap Zai yang masih menunggu agar botol minumnya diambil.
Zai ini polos apa blo’on?
“Gak usah, buat Lo aja.” Tolak Nathan.
“Ini kan juga yang beli Lo. Jangan-jangan..... Gue kayaknya tau yang Lo pikir in apa.”
“A-apa apa?” Gugup Nathan.
“Kan gugup. Berarti Lo pikir yang aneh-aneh,” Zai tertawa pelan.
“Ditegak aja kan bisa, Nyet! Pikiran terlalu kebanyakan ples ples ya gini.” Ujar Zai menyerahkan botolnya.
“Oh! Iya-ya, gue gak ke pikiran.” Nathan tertawa gugup dan menerima botol minuman yang diserahkan Zai.
“Bego jangan dipelihara makanya.” Sindir Zai. Ia bangun dari duduknya dan ingin pergi tapi terhenti karena suara Nathan.
“Lo mau ke mana?”
Zai menoleh, “Ya ke kelas lah bego. Masa mau pulang.” Jawab Zai kesal.
“Ya kirain.”
Zai memutar bola matanya malas dan meninggalkan Nathan sendirian.
“Manis.”
Nathan senyum-senyum sembari menatap punggung Zai sampai menghilang di belokan sana.
...
...
“Assalamualaikum ahli kubur!”
“Waalaikumsalam penjaga toilet!”
“Gitu amat salamnya.” Ringis Billa menatap Zai yang duduk di kursinya.
Zai memutar bola matanya malas. Menatap malas Billa.
“Kenapa? Gue ada salah sama Lo? Kok di cuekin gini sih.” Ujar Billa bingung. Duduk di bangku sebelah Zai.
Zai mengusap wajahnya kasar, “Lo gak ngerasa apa gak inget?”
Billa menatap bingung dan mencoba mengingat-ingat. “Emang apa sih? Tinggal bilang aja susah amat, udah tau otak gue lelet.”
“LO GAK BERANGKAT PAGI SIALAN! GUE BERSIH-BERSIH SENDIRI SAMA SI GORILA DAN LO LO SEMUA MALAH ENAK-ENAKAN BERANGKAT TELAT!”
Setelah meluapkan emosinya yang sejak tadi ditahan. Zai terasa lebih ringan dan duduk dengan tenang. Nabilla memang mempunyai otak yang sulit memproses cepat itu hanya diam menatap dengan tampang blo’onnya.
“OOOOOO HUKUMAN ITU?” Seru Billa setelah dapat memproses sekitar lima belas menit.
“Hmm.” Gumam Zai.
Bila menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Sorry Zai, gue bangun telat tadi suer. Kemarin bergadang ngerjain tugas.”
“Hilih tugas apaan?!” Dengus Zai.
“Ya itu lah, jangan marah atuh. Gue traktir deh nanti pas istirahat. Gimana mau gak?”
“Beneran?” Bila mengangguk. “Oke.”
Memang gratisan tidak dapat dipisahkan dengan Zai.
“Jadi, Lo gak marah lagi kan sama gue?” Tanya Bila memastikan.
Zai mengangguk. “Tepati tapi nanti traktir gue pas istirahat.”
“Iya-ya sayang ku.”
Sedangkan dilain tempat. Jenny menunggu Raya di depan gerbang. Sebelumnya, Jenny ingin mengajak berangkat bareng tapi Raya menolak akhirnya janjian di depan gerbang. Jenny pun tadi diantar oleh sopir pribadinya sama seperti Raya.
“Jen!” Panggil Raya setelah keluar dari mobil. Berlari menghampiri Jenny. Tapi tiba-tiba tangannya sudah di geret oleh seseorang.
“Woy!” Raya mencoba melepaskan tangannya.
“Ikut gue.” Reza sang pelaku lebih mengencangkan genggaman dan menarik Raya agar dekat dengannya. Mengkode Kris agar mengurus sisanya.
Kris dengan malas mengangguk dan menghampiri Jenny.
“Lo apain temen gue sat?!” Bentak Jenny dan menghempaskan tangan Kris yang ingin menyeretnya pula.
Kris memutar bola matanya malam dan menarik tangan Jenny dengan kasar dan menariknya masuk ke sekolah bersama.
“Gue tanya njing!”
“Mulut Lo lama-lama kayak sampah aja.” Kata Kris.
“Mirror bos!”
“Diem Lo, nurut gitu jadi cewek. Bar-bar amat.”
“Cih! Cari aja cewek yang nurut gue emang bar-bar. Jadi gak usah deket-deket Lo sama gue.” Jenny langsung menggunakan kesempatan untuk melepaskan diri dan berlari menjauhi Kris.
“Jen! Astaga.” Kris mengejar Jenny.
Terjadilah aksi kejar-kejaran yang tak ada faedahnya itu.
...
...
“Duduk disini.” Titah Reza.
Raya menurut tapi pikirannya melayang bagaimana cara untuk bisa melarikan diri dari laki-laki satu ini. Ingin menghubungi Vian tapi ia ingat bahwa laki-laki itu tidak masuk sekolah hari ini.
Reza menggeretnya ke kantin dan mendudukkannya di salah satu meja kantin dekat pintu kantin. Laki-laki itu seperti mengkode seseorang dan keluarlah Mang Jojo sembari membawa nampan satu mangkok bakso dan es teh.
“Makan.”
Raya menatap bakso di hadapannya ini. “Buat gue?” Tanya Raya sembari menunjuk dirinya.
“Hmm.”
“Gue makan tadi, jadi gak usah. Oya!” Ujar Raya. Ia berdiri dan mengecek jam tangannya. “Gue ada urusan sama anggota OSIS. Gue pergi dulu dan Makasih sama niat baik Lo.”
Raya langsung pergi sebelum tangannya dapat di tahan lagi. Sebenarnya alasannya tadi tidak benar tapi karena mendesak ia terpaksa. Tak apa lah berbohong sedikit.
Sekarang tujuannya melangkah ke kelas Zai dan Jenny. Ia harus melarikan ke tempat yang aman. Kalau ke kelas sama saja menyerahkan dirinya ke kandang singa kembali.
Dilain tempat Reza masih menatap bakso yang tadi ia berikan untuk Raya masih utuh. Menghela nafasnya. Reza mengetik sesuatu di ponselnya dan setelah itu ia pergi begitu saja.