Ryu dan Ringa pernah berjanji untuk menikah di masa depan. Namun, hubungan mereka terhalang karena dianggap tabu oleh orangtua Ringa?
Ryu yang selalu mencintai apel dan Ringa yang selalu mencintai apa yang dicintai Ryu.
Perjalanan kisah cinta mereka menembus ruang dan waktu, untuk menggapai keinginan mereka berdua demi mewujudkan mimpi yang pernah mereka bangun bersama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AppleRyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Hari Ini
Hari ini, matahari terbit dengan perlahan, memancarkan sinar lembut yang menembus jendela kamar tidurku. Aku membuka mata dan merasakan kehangatan sinar matahari menyentuh wajahku. Suara burung berkicau di luar rumah, menandakan dimulainya hari baru. Aku duduk di tepi tempat tidur, menghela napas panjang, lalu menatap ke arah meja kecil di samping tempat tidurku. Di atasnya terdapat foto dua gadis kecil yang selalu membuat hatiku hangat setiap kali melihatnya.
"Maya dan Alia," bisikku pelan sambil tersenyum. Dua anak perempuanku yang selalu menjadi sumber kekuatanku. Dengan hati-hati, aku mengambil foto tersebut dan mengecupnya sebelum meletakkannya kembali di tempat semula.
Aku bangkit dari tempat tidur, melangkah keluar kamar, dan menuju dapur. Aroma kopi yang baru diseduh segera memenuhi ruangan. Di dapur, Maya yang berusia delapan tahun sedang membantu adiknya, Alia yang berusia enam tahun, menyiapkan sarapan. Pemandangan itu membuatku merasa bahagia sekaligus terharu. Kedua anakku tumbuh menjadi gadis-gadis yang manis dan penuh kasih sayang.
"Selamat pagi, Ayah!" seru Maya dengan ceria saat melihatku masuk ke dapur.
"Selamat pagi, Ayah!" Alia ikut menyapa, suaranya yang lembut terdengar penuh semangat.
"Selamat pagi, gadis-gadisku," jawabku sambil mencium kepala mereka satu per satu. "Apa yang sedang kalian siapkan?"
"Kami membuat roti panggang dan telur dadar," jawab Maya dengan bangga. "Kami ingin membuatkan sarapan untuk Ayah."
Aku tersenyum, merasa bangga dengan inisiatif mereka. "Terima kasih, kalian benar-benar anak-anak yang luar biasa. Ayah sangat beruntung memiliki kalian."
Kami menikmati sarapan bersama, diiringi oleh obrolan ringan dan tawa. Setelah sarapan, aku membantu mereka bersiap-siap untuk sekolah. Maya dan Alia mengenakan seragam sekolah mereka dengan rapi, dan aku memastikan mereka membawa semua yang diperlukan di dalam tas mereka.
Sebelum berangkat, kami selalu melakukan ritual kecil di depan pintu. Aku memeluk mereka erat-erat dan memberikan ciuman di dahi masing-masing. "Hati-hati di sekolah, dan jangan lupa selalu berbuat baik," pesanku kepada mereka.
"Pasti, Ayah," jawab Maya dan Alia serempak.
Aku mengantar mereka ke sekolah setiap hari. Perjalanan singkat ini selalu menjadi momen berharga bagi kami bertiga. Kami sering bernyanyi bersama di dalam mobil, membicarakan hal-hal menarik, atau sekadar menikmati kebersamaan dalam diam. Hari ini, mereka bercerita tentang proyek pertanian di sekolah yang membuat mereka sangat antusias.
Setelah mengantar mereka ke sekolah, aku melanjutkan perjalananku ke tempat kerja. Aku bekerja sebagai manajer proyek di sebuah perusahaan perkebunan apel. Pekerjaanku menuntut banyak perhatian dan tanggung jawab, namun aku selalu berusaha menyeimbangkannya dengan waktu untuk keluarga. Setiap kali aku merasa lelah atau stres, aku hanya perlu mengingat senyum dan tawa anak-anakku untuk kembali bersemangat.
Sesampainya di kantor, aku langsung tenggelam dalam berbagai tugas dan rapat. Hari ini, kami sedang mempersiapkan peluncuran proyek besar yang telah kami kerjakan selama berbulan-bulan. Sebagai manajer proyek, aku harus memastikan semuanya berjalan sesuai rencana dan menyelesaikan masalah yang muncul dengan cepat dan efisien.
Di tengah kesibukan, pikiranku sesekali melayang ke masa lalu. Kenangan tentang Ringa selalu muncul tanpa diundang, terutama saat-saat seperti ini. Sudah 16 tahun berlalu sejak kami pertama kali bertemu. Hubungan kami yang dulu dianggap tabu oleh orang tua kami membuat kami harus berpisah. Aku tidak pernah benar-benar bisa melupakan Ringa, tapi aku juga tahu bahwa hidup harus terus berjalan.
Hari ini, aku harus mengunjungi salah satu kebun apel terbesar yang dikelola oleh perusahaan kami. Aku mengambil mobil perusahaan dan melaju ke lokasi yang terletak sekitar satu jam perjalanan dari kantor. Sepanjang perjalanan, aku menikmati pemandangan pepohonan hijau dan ladang-ladang yang luas. Perjalanan ini memberikan sedikit waktu bagiku untuk merenung dan menikmati ketenangan, jauh dari hiruk pikuk kantor.
Sesampainya di kebun, aku disambut oleh Pak Budi, kepala kebun yang sudah bekerja di sini selama lebih dari dua dekade. Kami berjalan menyusuri barisan pohon apel yang sedang berbuah lebat. Pak Budi memberikan laporan tentang kondisi kebun, hasil panen, dan tantangan yang mereka hadapi. Aku mendengarkan dengan seksama, mencatat poin-poin penting, dan memberikan beberapa saran untuk meningkatkan efisiensi operasional.
"Tuan Ryu, kami sangat beruntung memiliki Anda sebagai manajer proyek. Bimbingan Anda sangat membantu kami di lapangan," kata Pak Budi dengan nada tulus.
"Terima kasih, Pak Budi. Saya juga merasa beruntung memiliki tim yang berdedikasi seperti Anda. Kita semua bekerja sama untuk mencapai hasil terbaik," jawabku sambil tersenyum.
Setelah menghabiskan beberapa jam di kebun, aku kembali ke kantor dengan membawa berbagai informasi yang perlu dianalisis dan dipresentasikan kepada tim manajemen. Setibanya di kantor, aku langsung masuk ke ruang rapat dan mulai mempersiapkan presentasi. Waktu berlalu begitu cepat saat aku tenggelam dalam pekerjaan.
Di tengah kesibukan, teleponku berdering. Aku melihat layar dan tersenyum ketika melihat nama Maya terpampang di sana. Aku menjawab telepon dengan cepat.
"Halo, Ayah! Kami sudah pulang sekolah. Bagaimana harimu?" suara ceria Maya terdengar di ujung sana.
"Halo, sayang. Hari Ayah cukup sibuk, tapi semuanya berjalan lancar. Bagaimana dengan kalian? Apa yang kalian pelajari hari ini?" tanyaku.
"Kami belajar tentang tumbuhan dan hewan di alam. Alia sangat senang karena kami melihat ulat yang lucu di taman sekolah," jawab Maya dengan semangat.
"Senang mendengarnya. Ayah akan segera pulang, jadi tunggu di rumah, ya. Jangan lupa makan siang dan kerjakan PR kalian," pesanku.
"Baik, Ayah. Sampai nanti!" Maya menutup telepon setelah memberikan ciuman udara yang manis.
Panggilan singkat itu memberikan suntikan energi baru bagiku. Aku menyelesaikan presentasi dan rapat dengan tim manajemen, memastikan semua detail proyek terbaru kami dipahami dengan baik. Setelah rapat selesai, aku merapikan meja kerjaku dan bersiap untuk pulang.
Dalam perjalanan pulang, pikiranku kembali melayang ke masa lalu. Aku teringat saat-saat indah bersama Ringa, saat kami masih belia dan penuh harapan. Hubungan kami penuh dengan kebahagiaan, namun juga penuh dengan rintangan yang tidak bisa kami hadapi bersama. Perpisahan kami adalah salah satu keputusan tersulit yang pernah kuambil.
Setibanya di rumah, aku disambut dengan pelukan hangat dari Maya dan Alia. Mereka sudah menungguku di depan pintu, seperti biasa. Kami masuk ke dalam rumah dan melanjutkan rutinitas sore kami. Aku membantu mereka dengan pekerjaan rumah, mendengarkan cerita-cerita mereka, dan memastikan mereka merasa didengar dan dihargai.
Setelah makan malam, kami duduk di ruang tamu dan menonton film bersama. Ini adalah momen-momen sederhana yang selalu kuanggap istimewa. Tawa dan kebahagiaan mereka adalah obat terbaik untuk menghilangkan penat setelah seharian bekerja.
Ketika malam tiba, aku membacakan cerita pengantar tidur untuk Maya dan Alia. Mereka mendengarkan dengan penuh perhatian, mata mereka berbinar-binar saat aku menceritakan seorang pria yang begitu mencintai apel dan apel adalah segalanya bagi pria itu. Setelah mereka tertidur, aku menatap wajah tidur mereka dengan penuh kasih. Mereka adalah anugerah terbesarku, dan aku akan melakukan apa pun untuk melindungi mereka.
Aku kembali ke kamarku, duduk di kursi di dekat jendela, dan menatap langit malam. Bintang-bintang berkelip di kejauhan, mengingatkanku pada malam-malam panjang yang kuhabiskan memikirkan masa lalu dan masa depan. Hidupku mungkin tidak sempurna, tapi aku bahagia dengan apa yang kumiliki sekarang.
Dengan pikiran yang mulai tenang, aku memejamkan mata dan membiarkan diriku terhanyut dalam tidur, siap menghadapi hari esok dengan semangat baru.