Disarankan baca "Dear, my first love" dulu ya🙃
"Kalo jalan yang bener, pake mata dedek."
Tangan Shawn setia berada di pinggang Zuya agar gadis itu tidak terjatuh dari tangga. Dan lagi-lagi gadis itu menatapnya penuh permusuhan seperti dulu.
Pertemuan secara kebetulan di tangga hari itu menjadi awal hubungan permusuhan yang manis dan lucu antara Shawn dan Zuya, juga awal dari kisah cinta mereka yang gemas namun penuh lika-liku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16 - Om jelek, sok cool
Shawn kaget.
Bibir kenyal itu menempel di bibirnya. Ia tahu gadis ini pasti tidak sengaja. Tapi tetap saja kan mereka berciuman. Ini kedua kalinya bagi Shawn. Kedua kalinya bibirnya saling menempel dengan bibir perempuan. Tapi Shawn tidak marah. Pertama kali Aerin, tapi waktu itu karena dia tiba-tiba jatuh pingsan dan Aerin memberikannya nafas buatan. Shawn tidak menikmatinya karena ia dalam keadaan sakit. Meski Shawn akui waktu itu ia senang diberikan nafas buatan sama perempuan yang dia kagumi, namun semuanya sudah berlalu. Ia tahu dirinya tak rasa apa-apalagi terhadap Aerin, sama sekali tidak.
Bibir mereka masih saling menempel. Tampaknya gadis yang tengah berada di atasnya ini sangat kaget juga. Wajah kagetnya jelas sekali dan amat sangat lucu di mata Shawn. Matanya berkedip-kedip. Memang hanya nempel doang, namun sanggup membuat jantung keduanya berdegup-degup kencang.
Kira-kira lebih dari dua menit Zuya terdiam dengan sorot mata kagetnya. Sedang Shawn hanya menunggu kapan gadis itu akan berdiri, karena jujur, dia menikmati posisi ini. Namun hanya dengan Zuya. Catat itu, Shawn menikmati posisi seperti ini kalau yang berada di atasnya adalah Zuya yang selalu bikin gemas.
Saat Zuya sadar sudah terlalu lama membiarkan posisi ini, gadis itu cepat-cepat bangkit berdiri. Ia malu sekali. Melihat orang berciuman dalam drama saja ia sudah malu sekali, apalagi mengalaminya sendiri. Sama laki-laki yang dia anggap musuh pula.
"Rupanya kau memang ingin aku meminta pertanggung jawabanmu," kata Shawn dengan seringai nakalnya. Lelaki itu sudah duduk dari posisi berbaringnya di lantai.
"Nggak. Tadi itu nggak sengaja! Om, jangan minta yang aneh-aneh ya!" balas Zuya cepat dengan mata lebarnya.
"Apanya yang aneh?"
"Om."
"Aneh apanya?"
"Aneh karena ..." Zuya memutar otaknya berpikir keras.
"Karena bibir kita nggak sengaja saling nempel tapi om langsung minta aku tanggung jawab. Jadi laki-laki cemen banget deh, minta tanggung jawab terus. Padahal aku sudah capek-capek beliin sarapan." cerocos Zuya panjang lebar. Kata cemen yang keluar dari mulut gadis itu membuatnya merasa cukup kesal.
Baru gadis itu yang mengatai dia cemen. Shawn ingin bicara membalas perkataan Zuya namun ponselnya tiba-tiba bergetar. Pria itu mengeluarkan ponsel miliknya yang berada di saku sebelah kanan.
Xxxxx
Itu panggilan penting. Harus dia angkat.
"Halo, iya benar. Saya sudah memesan dari satu bulan yang lalu untuk bahan penelitian saya. Mahal? Masalah harga tidak penting, akan saya bayar berapapun itu. Barangnya sudah ada? Baiklah. Kirimkan alamatnya kepadaku, saya akan segera ke sana sekarang juga."
Mode serius Shawn kembali. Zuya bisa lihat betapa seriusnya dosen baru ini ketika berbicara dengan orang lain di telpon. Berbeda sekali kalau lagi bicara sama dia. Tengilnya nggak ada duanya. Sejenak Zuya berpikir, kok bisa ya laki-laki ini bisa tiba-tiba berubah kepribadian ke orang lain. Bukan, bukan berubah kepribadian sih, tapi suka akting. Padahal dari dulu karakter Shawn memang begitu. Zuya saja yang tidak tahu laki-laki itu berubah drastis kalau sama dia.
Ketika pembicaraan Shawn dengan orang di telpon tersebut terputus, laki-laki itu fokus ke Zuya lagi. Ia mengeluarkan ponsel milik Zuya dari saku celana sebelah dan mengembalikan benda pipih itu kepada pemilik aslinya.
"Ini aku kembalikan ponselmu. Masalah pribadi kita berdua akan kita bahas nanti. Ada urusan penting yang harus aku lakukan sekarang. Ingat dedek nakal, urusan kita berdua belum selesai. Jangan lupa itu." Shawn membisikan kalimat terakhirnya dengan nada menggoda, mengacak-acak pelan rambut gadis itu kemudian beranjak pergi dari situ, meninggalkan Zuya sendirian.
Zuya menatap kepergian si laki-laki yang selalu dia panggil om itu sampai laki-laki itu menghilang dari pandangan matanya lalu ia berdecih.
Masalah pribadi apaan, urusan apa yang belum selesai? Bilang saja kalau dia tidak suka Zuya hidup tenang.
"Om jelek, sok cool, tukang akting!"
Makinya kesal. Tapi begitu mengingat ciuman tadi, Zuya jadi malu sekali. Hufft. Bisa-bisa ia tidak sengaja mencium dosennya sendiri. Ya ampun. Zuya menggeleng-gelengkan kepalanya kuat.
Lupakan Zuya, lupakan.
Gadis itu berusaha melupakan kejadian tadi. Ia ikut beranjak pergi dari situ. Menuju kantin seperti biasa karena sekarang sudah jam makan siang. Ketiga sahabatnya pasti sudah di sana.
________________
"Kok lama? Biasanya kamu juga yang pertama-tama di sini." Igo bertanya ketika Zuya tiba dalam kantin. Ada tiga kantin yang tersedia dalam kampus. Karena kampus ini banyak sekali mahasiswa jadi kantin tidak bisa menampung semuanya kalau hanya ada satu saja. Walaupun ruangannya sangat luas. Makanya pihak kampus memutuskan buat tiga kantin dengan ukuran besar semua. Tentu saja agar para pelajar di kampus itu juga merasakan kenyamanan.
"Aku tadi dapat ma ..." kalimat Zuya terhenti sesaat dan berpikir. Kalau dia cerita tentang pertemuannya dengan Shawn, bisa-bisa ciuman tidak sengaja itu ia ceritakan juga. Lebih baik cari alasan lain saja.
"Maksud aku tadi aku lagi baca komik di kebun belakang." ralatnya cepat.
"Nggak masuk kelas!"
"Aduh Keno, kan kampus kita lagi persiapan buat ngadain lomba-lomba. Memangnya kamu masuk kelas?"
Keno menganggukkan kepala.
"Aku ada praktek mandiri. Tanpa dosen pun aku selalu di kelas." Oh, pantas masuk kelas.
"Pantesan berita dunia kamu nggak tahu." ucap Zuya santai. Keno hanya tertawa kecil mengacak rambut sahabat perempuan yang sudah kayak adik sendiri itu.
"Oh ya, Bowen kemana?" mata Zuya mencari-cari sahabat yang satunya lagi.
"Aku di sini. Kenapa tanya-tanya, udah kangen?"
Bowen muncul dari belakang Zuya, ia melakukan hal yang sama di kepala Zuya. Kayak Keno tadi, mengacak-acak rambut gadis itu. Ketika Zuya sudah siap-siap ingin protes, ia terhenti saat pandangannya bertemu dengan lelaki yang datang bersama Bowen.
Ya ampun Aska.
Zuya menjerit dalam hati. Bahkan ia lihat perempuan-perempuan yang duduk di dekat situ semuanya menatap ke meja mereka. Walau tak ada Aska, mereka memang sering di perhatikan karena ketiga sahabatnya ini juga tak kalah keren dan termasuk populer di kampus, apalagi ada Aska. Zuya merasa dia sedang dikelilingi oleh para cowok-cowok keren di kampus.
Gadis itu langsung diam seribu bahasa. Ia harus jadi kalem karena ada Aska di sini.