Hangga menatap gadis kecil di hadapannya,
" bunda sedang tidak ada dirumah om.. ada pesan? nanti Tiara sampaikan.." ujar gadis kecil itu polos,
Hangga menatapnya tidak seperti biasanya, perasaan sedih dan bersalah menyeruak begitu saja, mendesak desak di dalam dadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pikiran
Hangga duduk di ruang tamu pak Suroto,
" Lho, mas Putra tho? Waduh, bawa apa saja ini??!" pak Suroto yang baru saja keluar dari dalam kaget dengan durian satu dus yang di bawa Hangga.
" Kebetulan Panen melimpah pak.." jawab Hangga tersenyum,
" lho alah.. Maturnuwun lho mas.. Saya jadi ndak enak ini.." pak Suroto duduk berhadapan dengan hangga.
" Kebetulan saya kesini juga ingin menyambung pembicaraan yang waktu itu pak," ujar Hangga.
" Tentang bu Kirani tho.." tanya pak suroto,
Hangga mengangguk,
keduanya berbicara dengan serius entah apa yang keduanya bicarakan, tapi yang jelas hangga menggunakan kesempatan ini dengan sebaik mungkin.
Setelah pulang dari rumah pak suroto hangga duduk duduk saja di teras.
" Nar.. Sunar?" panggil Hangga pada pekerjanya yang usianya sekitar dua puluh lima tahunan itu.
" Nopo mas?"
" lungguh kene sek.." hangga menyuruh sunar duduk, dan duduklah sunar.
" Anaknya pak carik itu kerjanya apa?" tanya hangga tiba tiba,
" anak pak carik? yang pertama?"
" iya, pokoknya yang laki laki,"
" Kerja di pabrik mas, tapi sudah pegawai tetap.."
" berapa usianya?"
" di atas saya lah mas, di bawah tiga puluh sepertinya, kenapa e mas?"
Hangga tersenyum,
" nggak.. Ya sudah, masuk sana, jangan keluyuran sudah gelap ini.." ujar Hangga.
Laki laki itu mengambil sebatang rokok, dan membakarnya.
Sembari melihat langit yang mulai gelap diantara pepohonan di depan villanya.
Dalam diam ia berpikir,
Tuhan sudah memberinya kesempatan, kesempatan untuk mengambil miliknya kembali yang pernah hilang dan bahkan mungkin ia sia siakan secara tidak sengaja.
Ia berpikir saat itu perpisahan adalah yang terbaik,
apalagi kata kata Genta yang seperti ancaman untuknya.
" Kalau kau meneruskan rumah tangga ini, kau tidak akan pernah bahagia,
apa kau rela perempuan yang di panggil istri olehmu, tapi kenyataannya masih sangat mencintaiku,
apa kau tidak takut suatu ketika ia akan jatuh kembali ke pelukanku saat kau tidak ada?,
dari awal hubungan kalian salah, jangan kau teruskan rumah tanggamu, cari perempuan lain, setidaknya yang tidak mencintaiku.
aku pun tidak bisa berjanji akan menjaga diriku dengan baik, karena meski aku kakak kandungmu, aku juga seorang laki laki, dan aku mempunyai kenangan kenangan manis dengannya."
Seperti itulah kalimat Genta,
untuk Hangga dulu, kalimat itu sungguh sungguh menakutkan.
Bohong jika di hatinya tidak ada Kirani, namun justru karena kirani telah ada di hatinya, rasa takut semakin besar.
Takut di khianati,
takut di tinggalkan,
jadi Hangga memutuskan untuk berpisah demi kebaikan dirinya dan Kirani.
Mungkin melepaskan adalah hal yang baik, bagi Hangga saat itu.
Namun tidak pernah terpikir..
sudah selama ini, ia masih belum bisa membuka hati untuk siapapun.
Tidak ada perempuan yang bisa menarik hatinya selain mantan istrinya itu.
Hingga saat ia memutuskan untuk terus melajang,
muncullah keajaiban Tuhan di subuh buta.
Yah.. Pertemuan mereka saat joging..
Sesungguhnya Hangga bukan tipe laki laki yang agresif, ia lebih banyak memendam dan mengalah.
Namun entah kenapa, setelah melihat sosok Kirani setelah sekian lama,
Hatinya bergejolak tanpa henti, seakan ingin melihatnya setiap hari, ingin mengejarnya jika ia lari.
Bukankan seharusnya sejak dulu ia begitu, sehingga ia tidak kehilangan dengan cara yang bodoh.
" Benar itu ayah kandungnya Tiara mbak?" tanya Mak Dar memberanikan diri.
" Mak dar menguping pembicaraan kami?" Rani yang sedari tadi duduk dengan tak nyaman malah bertanya pada mak Dar.
" Saya ndak nguping, mbak dan pak putra saja yang ribut, misal rumah ini dekat dengan tetangga sudah pasti mereka juga dengar, untungnya rumahnya berjarak..?" jelas mak Dar,
mendengar itu Rani terdiam, raut wajahnya semakin tidak enak.
" Benar kan pak Putra?" tanya mak Dar lagi,
" Rahasiakan ini mak." ujar Rani.
" kenapa mbak?"
" karena aku tidak ingin berhubungan lagi dengannya mak,
aku juga tidak ingin Tiara tau tentang ayahnya?!"
" apa dulu mbak di selingkuhi? Atau di pukul mbak?" tanya mak Dar hati hati.
" Tidak, dia tidak pernah menyelingkuhi ku atau pun memukulku mak, kami menikah karena kesalahan kakaknya."
" maksudnya bagaimana mbak? Saya kok bingung?"
" dia, ayah Tiara.. Adalah adik dari calon suamiku mak, tapi menjelang pernikahan calon suamiku kabur, dan adiknya itu yang menggantikan menikah denganku,
pernikahan kami hanya enam bulan mak, tidak lama, setelah bercerai baru aku tau kalau sedang hamil.." jelas Rani.
" Berarti pak Putra tidak tau kalau mbak hamil anaknya??"
Rani menggeleng,
" duh Gusti...." keluh Mak Dar,
" kenapa tidak jujur saja mbak, kasian Tiara..?"
" Tidak mak, semua sudah masa lalu, aku tidak mau mengulanginya, toh dia tidak pernah perduli padaku."
" lho? Tidak perduli bagaimana tho mbak, buktinya pak Putra sampai datang kesini??"
" dia cuma ingin menggangguku mak, menganggu!, dia itu anak orang kaya, senang mempermainkan orang yang tidak punya apa apa seperti kita..!" tegas Rani.
" Awas ya mak, kalau mak sayang padaku dan Tiara, jangan sampak mak bicara, kalau suatu hari dia bertanya, tolong jawab Tiara itu anak kakak kandungku mas Yudi!"
Mendengar Itu mak dar menggeleng gelengkan kepalanya, perempuan tua itu tidak habis pikir dengan jalan pikiran Rani.
.....