Di bawah lampu kerlap-kerlip euforia club, Rane, si Single Mom terpaksa menjalankan profesi sebagai penari striptis dengan hati terluka, demi membiayai sang anak yang mengidap sakit jantung.
Di antara perjuangannya, kekasih yang dulu meninggalkan dirinya saat hamil, memohon untuk kembali.
Jika saat ini, Billy begitu ngotot ingin merajut asmara, lantas mengapa dulu pria itu meninggalkannya dengan goresan berjuta luka di hatinya?
Akankah Rane menerima kembali Billy yang sudah berkeluarga, atau memilih cinta baru dari pria Mafia yang merupakan ipar Billy?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon malkist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Sus, pasien anak yang bernama Dande apakah sudah pulang?"
Jam sembilan pagi, Billy yang baru sadar beberapa menit lalu, langsung menghampiri ruang rawat Dande namun bocah itu tidak ada. Semua nya nampak rapi pertanda tak ada pasien yang menempati.
"Dande?"
"Dandelion," ulang Billy.
"Sebentar, Tuan. Saya cek dulu." Tak lama menunggu, Billy sudah di beri jawaban. "Dandelion yang sakit jantung ya, Tuan? Dia dipindahkan ke lantai tiga. Ruang Tulip nomer 05."
Mungkin Rane minta dipidahkan karena ingin menghindari dirinya?
"Terima kasih, Sus."
Baru beberapa langkah, Billy berbalik akan suara Devon.
"Sialan kau."
Datang-datang langsung mengumpat. Billy malas meladeninya. Terus berjalan ke arah lift.
"Kau selalui merepotkan ku."
"Aku tak merasa."
"Yaakh, terus kau pikir setelah berkelahi dengan bodyguard Skybar terus pingsan babak belur, kau bisa sampai sendiri kemari?'
"Oh, jadi kau yang membawa ku kemari? Terima kasih."
Devon mengehela nafas malas. Terima kasih itu seperti tak ikhlas.
"Sudah lah. Aku malas kesini lagi." Devon berhenti mengikuti Billy yang sekarang melangkah masuk ke lift.
Sampai di lantai tiga, Billy mencari nomer kamar Dande.
Ketemu!
Ceklek.
"Ya ampun, Paman Billy kemari. Bagaimana ini? Mana Mama lagi dipanggil untuk ke ruangan Dokter William," batin Dande. Wajah nya yang imut memancarkan kegelisahan.
"Hai, Dande."
Cuek saja kali ya. Kan kata Mama dia penculik anak kecil yang harus dihindari.
"Kok diam saja? Mama mu mana? Kau mau tau tidak, kalau Paman dan Mama mu dulu adalah sepasang kekasih yang saling cinta?"
Bohong. Penjahat kan banyak akal.
Billy sampai menyernyit heran dicuekin anak cerewet ini. "Kau sariawan?"
"Aku tak mau menjawab." Persis Rane kalau lagi ngambek dulu, memiringkan tubuh sembari melipat tangan ke dada dengan wajah cemberut bete.
Billy tersenyum melihat bayangan kenangan nya yang entah akan bisa terulang atau tidak?
"Kenapa cuekin Paman tiba-tiba?"
Duh, Mama kok lama sih.
"Dande, hei, lihat Paman dong. Ah, apa Mama mu melarang?"
Kepala kecil itu spontan mengangguk.
"Kenapa? Bukannya kita teman?"
"Kata Mama, kau seorang penculik anak-anak. Aku tak boleh dekat-dekat."
Ya ampun Rane, segitu nya ingin menghindarinya sampai harus membohongi anak kecil polos ini.
"Kau tau, Dande. Seorang penculik hanya suka anak nakal. Apa Dande anak nakal itu?"
Lagi, Dande menggeleng. "Teman ku di sekolah ada beberapa yang nakal ke aku. Harus nya mereka yang kau culik, Paman. Tapi, cukup dipukul pantatnya ya, jangan diambil organ nya."
"Hahaha..." Billy selalu tertawa lepas tanpa beban jika sudah dihadapkan Dande.
"Paman, kau terlalu tampan untuk menjadi penculik. Jadi lah lelaki baik." Dande tiba tiba menyentuh punggung tangan Billy membuat ada perasaan aneh yang menyergap hati Billy. Nyaman saja rasanya.
"Dande, Paman orang baik. Bukan penjahat seperti yang diceritakan Mama mu."
"Jadi, Paman mengatakan kalau Mama berbohong?"
Gimana ya jelasinnya ke bocah ini secara halus, agar nanti Rane tidak dicap tukang bohong oleh Dande? Billy sedikit bingung menghadapi anak-anak yang masih bersih pikirannya.
"Aku marah pada mu telah menjelekkan Mama ku!"
Yakh, malah ngambek.
"Bukan gitu. Maksud Paman, Mama mu berkata seperti itu mungkin takut kau dekat sama Paman dan merasa disaingi mendapatkan senyum manis mu."
"Ih, Paman pintar gombal deh."
Gombal?
Biarlah di katai demikian yang penting Dande sudah terseyum.
Ceklek.
Rane langsung memutar mata malas melihat keberadaan Billy. Percuma pindah kamar ini namanya.
"Mama, kata penculik tampan ini, kau dan dia adalah sepasang kekasih dulu. Benarkah?"
Hais, kenapa juga Billy mengatakan masa lalu mereka ke Dande.
"Sayang, aku pinjam Paman ini dulu ya."
Langsung Rane menggeret Billy ikut bersamanya.
"Kau bicara apa ke Dande?"
"Tidak ada. Kau yang kenapa bilang ke Dande kalau aku adalah penculik, eum? Terus, kenapa juga harus pindah kamar rawat?"
Karena ingin menghindar mu.
"Ah, sudah lah. Aku seperti nya tau jawaban mu. Tapi, Rane, percayalah, aku akan memenangkan hati mu kembali." Billy tiba tiba mengelus pucuk kepala itu, seperti dulu yang sering dilakukannya dan yang disukai oleh Rane pun.
"Billy, please. Biarkan aku hidup tenang," tepis nya ke tangan Billy.
"Tentu. Tapi aku akan ada di dalam kehidupan tenang mu itu."
Dande dari bed memperhatikan yang saat ini Billy dipelototi Mamanya. Memang ia tak mendengar percakapan bisik bisik itu, tapi dari air muka Mama nya, ia tahu telah dibuat kesal.
"Paman, jangan membuat Mama ku marah, telinga mu nanti bisa dijewer."
"Hahaha..." Billy tergelak lucu seraya menghampiri Dande. "Mama mu memang pemarah," bisik nya. "Tapi, Paman suka."
Sekarang, Dande yang dibuat tertawa. "Kita bisa join kena jeweran nya."
"Hahahaha..." Billy dan Dande ngakak bersama seraya high five kompak.
Melihat keakraban dua orang yang sebenarnya memiliki hubungan darah itu, membuat Rane cemas jika sampai Billy mencurigai Dande adalah anak mereka. Bisa tambah ngebet Billy ingin kembali bersama nya jika rahasia itu terbongkar. Dan Rane tak mau menyakiti seorang istri jika Billy terus mendekati nya.
"Tuan, Billy. Bukan nya kau ditunggu Dokter mu? Pergilah, Dokter akan kehilangan mu. Benarkah, Dande, Paman ini harus diperiksa biar cepat sembuh?"
"Mama benar, Paman."
Kali ini, Dande berhasil membantu nya mengusir Billy yang terpaksa pria itu pergi dari ruangan.
"Ma, ayo kita ke taman," ajak Dande.
"Baiklah, tapi Mama ke toilet sebentar." Rane hanya tidak mau bertemu dengan Billy yang barusan keluar sehingga memberi jarak waktu dulu.
***
"Kau dari mana?" Marc meneliti intens lebam yang ada di wajah Billy. Mereka tidak sengaja bertemu di depan lift lantai dua. "Sia mencari mu. Pergi lah ke ruangan nya."
Dengan cuek, Billy berlalu tanpa menjawab. Waktu nya berbicara baik-baik dengan Sia. Mengambil kesempatan tanpa adanya Marc yang saat ini Marc tiba tiba mendapat telepon.
"Halo..."
Marc berjalan berlawanan dari Billy. Ia berhenti di pembatas besi dengan pemandangan di bawah sana langsung taman yang memanjakan mata.
Tunggu dulu, wanita yang duduk seraya bercanda gurau bersama seorang gadis kecil di kursi itu, bukan nya Rose?
"Aku tidak salah lihat," gumam Marc setelah memastikan dua kali.
Tanpa pamit dengan lawan bicaranya di telepon, Marc main mematikan sepihak seraya beranjak cepat ke arah tangga. Hendak memastikan wanita itu adalah Rose lebih dekat lagi.
kasihan rane nanti