Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 16
Saat ini Ara sedang menunggu angkutan umum di halte depan rumah sakit, karna ditinggal begitu saja oleh Dean ia memutuskan untuk pulang ke rumah.
Ia sudah menghubungi kepala divisinya dan ternyata ia sudah dimintakan izin oleh Bima jadi, ia boleh langsung pulang.
di tengah menunggu angkutan umum, sebuah mobil berwarna hitam yang cukup familiar berhenti di depan halte.
kaca pintu mobil dibuka oleh sang pengendara yang benar saja adalah Bimo, laki-laki itu mencondongkan setengah badannya ke arah jendela sebelah kiri untuk menyapa Ara.
"mau kemana?" tanya Bimo
"mau pulang," jawab Ara.
laki-laki berperawakan tinggi itu kemudian turun dari mobilnya dan menghampiri Ara.
"aku anterin sekalian, yuk" tawar Bimo sambil membuka pintu mobil.
"makasih tapi, nggak usah, aku naik angkutan umun aja, bentar lagi juga ada," tolak Ara
"mending aku anterin, dari pada kamu nunggu lama di sini." Bimo berusaha membujuk. Ara sedikit heran, apa laki-laki itu selalu baik seperti ini? Padahal ia dan Bimo juga tidak terlalu kenal.
"nggak apa-apa, aku naik angkutan umum aja, lagian kamu pasti sibuk," ucap Ara, kembali berusaha menolak.
Bimo menghela nafas mendengarnya "kamu nggak nyaman kalau aku antar?" tanya Bimo dengan senyum yang memudar di wajahnya.
“bukan begitu, aku cuma tidak mau merepotkan kamu,” jawab Ara merasa bersalah.
“aku yang menawarkan jadi, tentu saja tidak merepotkan,” balas Bimo sembari mempersilahkan Ara masuk ke dalam mobil. Padahal Ara belum mengiyakan ajakan laki-laki tersebut. Bimo pasti akan merasa malu jika Ara tetap kekeh tidak ingin ikut.
Jadi, Ara memutuskan masuk ke dalam mobil Bimo. Laki-laki itu menutup pintu mobil kemudian berjalan cepat mengitari mobil, lalu duduk di balik kemudi.
“aku ikut prihatin, soal kejadian yang menimpa perusahaan Papa kamu.” Bimo membuka obrolan setelah mobil melaju meninggalkan halte.
Ara mengangguk sambil tersenyum masam merespon.
“gimana kamu sama Dean?” pertanyaan Bimo langusung mencuri atensi Ara yang sejak tadi fokus memperhatikan jalanan di depannya. Bimo terlihat menggulum bibirnya, merasa telah melontarkan pertanyaan yang salah.
“sorry, aku cuma penasaran.” Bimo terlihat salah tingkah setelah mengatakan itu. mungkin ia hanya ingin mencari bahan obrolan sehingga suasana tidak terlalu canggung.
Ara merasa seharusnya ia lebih ramah kepada pria di sampingnya ini, bukan malah bersikap kaku dan membuat Bimo menjadi merasa kikuk, mungkin saja mereka bisa menjadi teman, berhubung di antara teman-teman Dean yang mengetahui hubungannya dengan Dean, hanya Bimolah yang bersikap ramah dan memperlakukannnya dengan baik. Bisa jadi Bimo dapat memberikan jalan keluar untuk permasalahannya dengan Dean, karna tentu saja Bimo lebih mengenal Dean dari pada Ara.
Ara mencoba tersenyum ke arah Bimo, “seperti yang kamu tau, dia masih benci sama aku.” Akhirnya Ara memutuskan untuk terbuka. Lagi pula Bimo mengetahui segala hal yang terjadi di pernikahan mereka.
Bimo terlihat menghela nafas, merasa lega Ara tidak tersinggung dengan pertanyaannya dan malah mau terbuka.
“Dean sebenarnya laki-laki baik,” ucap Bimo sambil melirik ke arah Ara, sedang yang ditatap hanya menatap kosong jalanan di depannya.
“aku sudah kenal Dean dari kami masih umur belasan, SMP kelas dua kalau tidak salah,” lanjut Bima. Ara mendengarkan sambil membayangkan Dean, seorang remaja dalam balutan seragam putih-biru.
“waktu itu dia sedang bersedih, karna Papanya menikah lagi. Seingatku waktu itu baru dua bulan setelah Mamanya meninggal.” Lamunan Ara langsung buyar mendengar fakta yang baru saja diketahuinya.
Melihat ara yang begitu kaget Bimo pun terheran “kamu nggak tau kalau tante Ayana itu ibu tirinya Dean?” Bimo bertanya memastikan.
Ara menggeleng dengan mulut setengah terbuka, terlalu tercengang sampai ia tak bisa berkata-kata. Ia sudah menikahi Dean hampir setahun dan fakta sepenting itu baru ia ketahui sekarang. Ada apa dengan dirinya, sepertinya ia terlalu fokus dengan dirinya sendiri sehingga mengabaikan sekitarnya. Seharusnya fakta itu dapat ia ketahui dari dokumen yang memuat data tentang Dean. Tapi ia lalai, selama ini ia tidak pernah mendengar nama lain disebut sebagai Ibu Dean selain Ayana. Keluarga Dean ternyata jauh lebih rumit dari pada keluarganya sendiri.
Ara mengusap wajahnya dengan kedua tangan, “Tante Ayana tidak pernah cerita. Sedangkan Dean sudah pasti tidak akan memberi tahu.” Ara menunduk, dia memang tidak mengetahui apa-pun tentang Dean.
“Hubungan Dean dan Tante Ayana kurang baik, bisa dibilang Dean membenci keberadaan tante Ayana sebagai Ibu tirinya.” Jelas Bimo.
Ara mencoba mengingat kembali interaksi antara Ayana dengan Dean selama ini. Masuk akal jika Bimo mengatakan Dean membenci tante Ayana. Tapi mengapa?
“tapi kenapa Dean sampai membencinya?” Ara bertanya, ia sama sekali tidak merasa Ayana adalah tipe ibu tiri yang buruk.
“sejauh aku mengenalnya, tante Ayana adalah orang yang baik,” lanjut Ara. Ia masih merasa heran, bagaimana Dean bisa membenci Ibu tiri sebaik Ayana.
Bima menarik nafas pelan, menghentikan mobil tepat di belakang garis putih, di depan lampu merah “aku tidak tau apa aku boleh bilang ini ke kamu, tapi, aku rasa kamu perlu tau, sebelum tante Ratna, Ibu kandungnya Dean meninggal, Tante Ayana dan Om Josh sudah menjalin hubungan.” Bimo membeberkan fakta baru lagi, semakin membuat Ara tercengang.
“Tapi selama mengenal mereka aku tidak pernah sekalipun mendengar nama itu, bahkan Om Josh sama sekali tidak pernah membahasnya,”
“tidak ada yang tau Ara, Dean tidak pernah menceritakan apa-pun kepadaku tentang hal itu, tapi satu yang harus kamu tau, tante Ayana tidak sebaik yang kamu kira.” Bimo kembali melajukan mobil, hari ini jalanan tidak terlalu macet, mungkin karna masih siang.
Ara terdiam mendengar penjelasan Bimo, apa selam ini ia salah menilai Ayana? Perjalanan menuju rumah terasa sangat lama bagi Ara. Pikirannya dipenuhi tanda tanya besar tentang keluarga suaminya itu. hal-hal yang tidak ia ketahui tentang laki-laki itu.
Dean memang selalu bersikap dingin pada Ayana, namun Ara kira itu hanya bentuk pemberontakan laki-laki itu karna dijodohkan dengannya.
“kalau kamu butuh teman cerita kamu bisa hubungi aku, kapan-pun,” ucap Bimo saat Ara hendak turun dari mobil. Mereka sudah sampai di depn rumah Dean beberapa saat yang lalu. Ara tersenyum “terima kasih,” ucapnya lalu turun dari mobil.
Sepertinya Ara memang membutuhkan teman mengobrol seperti Bimo, ia harus mencari tahu lebih dalam tentang Dean dan keluarganya. Mungkin saja ia juga dapat mengetahui alasan laki-laki itu juga membencinya.
Setelah mobil Bimo menghilang di simpang perumahan, Ara merogoh tas mencari kunci pagar, sepertinya Dean memang langsung kembali ke kantor sepulang dari rumah sakit.
Hari ini ternyata jauh lebih melelahkan untuk Ara, bukan hanya secara fisik juga emosi. Beruntung ia bisa pulang lebih cepat hari ini, ia bisa beristirahat. Ia harus menata kembali fikirannya yang sudah semerawut, tante Ayana tidak sebaik yang kamu kira, kalimat peringatan dari Bimo kembali terngiang di ingatan Ara.
Lelah dengan fikirannya Ara memilih merebahkan dirinya di sofa, Barangkali waktu bisa menjawab semua tanda tanya di kepala Ara, Dean dan Ayana adalah dua orang yang sama-sama penting untuknya.