Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhak Bahagia
Detak jantung tak lagi beraturan saat Ruby menarik tangan Fatimah untuk lekas pergi dari area bangunan klinik. Dia tak ingin bertemu dengan Sean apalagi Margareth untuk saat ini.
"Ruby, ada apa?." Fatimah yang tergesa-gesa melangkah saat tangannya ditarik oleh Ruby, tak kuasa untuk bertanya. Ia memandangi sekitar. Takut-takut bila ada penjahat atau pun pencopet yang kini mengincarnya. "Hati-hati. Kau sedang hamil. Jangan berlarian seperti ini, Ruby." Fatimah memperingatkan.
Selepas memastikan sudah berada dijarak cukup jauh dari Klinik, Ruby lantas berhenti. Ia menetralkan deru nafas sebelum menjawab pertanyaan Fatimah.
"Nanti akan aku ceritakan di rumah saja, Bibi. Untuk sekarang, ayo kita pulang."
Fatimah tak menolak juga tak berani bertanya lebih banyak. Perempuan paruh baya itu fikir jika Ruby hanya kelelahan dan meminta pulang agar dapat beristirahat lebih cepat.
Sepanjang perjalanan pulang begitu menaiki angkutan umum, Ruby berusaha memendam tangis dengan menyembunyika sepasang mata merahnya untuk melihat ke arah jendela. Fatimah mungkin dibuat bertanya-tanya akan keterdiaman Ruby. Akan tetapi ia pun tak tak berani untuk bertanya.
💗💗💗💗💗
"Apa? Jadi tadi Nak Ruby sempat melihat Nak Sean dan juga Ibunya ada di dekat Klinik?." Tanya Fatimah selepas Ruby menceritakan peristiwa yang sebenarnya terjadi.
Gadis bermata sayu itu lantas menganggukan kepala seraya berucap, "Ya, dan bukan hanya mereka berdua, masih ada seorang gadis lagi di antara mereka. Akan tetapi, sepertinya dia bukanlah selena, adik dari Mas Sean." Ruby tertunduk. Ia menggigit bibir bawahnya kelu. Seperti tak rela begitu mendapati Sean dekat dengan wanita lain.
"Apa mungkin dia...."
"Ya, mungkin saja, Bibi. Sudah cukup lama kami berpisah, dan sudah waktunya pula bagi Mas Sean untuk kembali mencari pasangan hidup." Ruby menghela nafas dalam. Andai mereka berpisah dengan cara tidak seperti ini, mungkin rasa sakit yang Ruby derita tak akan sedalam ini. Ruby selalu meyakini jika tidak ada yang perlu disalahkan atas perpisahan yang terjadi. Semua sudah tertulis dalam takdir.
"Apa Nak Ruby masih mencintai Nak Sean?."
Ruby terdiam saat Fatimah melempar tanya.
"Nak," tanya ulang Fatimah.
"Meski masih cinta, tapi aku sadar jika kita tak mungkin lagi bersama." Itulah kenyataannya. Jika dulu dirinya dan Sean sempat memaksa, hingga terjadinya pernikahan namun tidak dengan sekarang.
"Bibi Faham, dan kau pun sudah melihat sebuah kenyataan. Maka mulai sekarang, hapuslah semua tentang Nak Sean dari hidup dan bayang-bayangmu. Biarlah janin dalam kandunganmu terlahir tanpa Ayah. Kelak jika bayi itu sudah besar dan bertanya di mana Ayahnya, kau bisa menceritakan semua yang terjadi tanpa perlu menutup-nutupi. Yang terpenting bagimu kini, adalah melupakan semua masa lalu kelammu. Bangunlah hidup yang baru. Yang lebih positif bagi fikiranmu dan juga janin yang kau kandung. Ingat Ruby, bukan haya Nak Sean, kau pun juga berhak bahagia."
Kali ini Ruby tak mampu menahan tangis. Fatimah lantas mendekap tubuh Ruby agar menangis dalam pelukannya.
Bagi Ruby untuk bisa menghapus semua tentang Sean, bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Mereka menikah saling cinta, namun harus dipisahkan secara paksa dengan bumbu pengkhianatan.
Akan tetapi, memang benar ucapan Fatimah. Setidaknya ia pun berhak bahagia agar tetap waras juga janin di kandungannya.
💗💗💗💗💗
"Kak, kau baik-baik saja? Aku dengar dari Ibu kalau ...."
"Tentu aku lebih dari sekedar baik-baik saja sekarang. Bahkan jauh lebih baik baik. Kau tidak lihat jika penampilan Kakak sudah serapi ini?." Ruby berkacang pinggang, memasang pose angkuh di hadapan Kiran yang justru meresponnya dengan seulas senyum. Rupanya Fatimah sudah membagi cerota pada Kiran tentang yang dialami Ruby saat di klinik.
"Nah, begitu dong. Itu baru namanya Kak Ruby-ku. Kuat dan selalu semangat." Kiran pun menghampiri Ruby yang sudah terlihat rapi dengan seragam resto yang dikenakan.
"Ayo, kita berangkat bersama. Selama dua hari libur, aku jadi kesepian di resto. Pak Wira juga." Kiran tergelak sementara Ruby melotot tajam.
Dasar bocah, lagi pula apa hubungannya liburku dengan Tuan Wira?.
Tbc.
la ini malahan JD bencana gr2 percaya Sama mamaknya