Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.
Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.
Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.
Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.
***
"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.
"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."
"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
Ghani menyelimuti tubuh Khalisa yang sudah terbaring lemah di ranjang, lelaki itu mengantarkan Tomi yang berpamitan pulang sampai ke depan rumah. Setelah semua isi perut keluarkan, badan ini menjadi lebih ringan walau tersisa perih.
Khalisa memejamkan mata, tidak menunggu suaminya kembali, akhirnya bisa terlelap juga.
Saat terbangun tangannya sudah terlepas dari infus. Di samping kirinya Ghani tertidur dengan laptop masih di dekatnya. Khalisa meletakkan laptopnya ke meja, mendekati Ghani yang tengah tertidur pulas.
"Gha, aku kadang bingung dengan sikapmu. Maafkan aku sudah membuatmu repot. Terimakasih sudah mau menolongku hari ini." Khalisa membelai rambut hitam Ghani, bibir ini sangat ingin bisa mengecup keningnya, di dekatkannya wajah pada sang suami sampai sangat dekat hanya tinggal beberapa senti namun ditariknya kembali.
Jangan berharap lebih Kha, dia kembali berbaring, badannya sudah lebih enak setelah bangun dari tidur. Ghani tidak pernah menginginkanmu, semua ini hanya sementara. Lalu pelukan tadi untuk apa, argh itu hanya untuk menolongnya yang sudah lemah saja, batinnya sambil tersenyum. Masih merasakan hangat yang menjalar ditubuh oleh pelukan Ghani.
Akan sangat nyaman kalau mendapatkannya setiap hari, haahh kamu terlalu berharap lebih Kha.
Khalisa membuka ponsel membalas chat grup rempong, ada puluhan pesan yang malas dibacanya, hanya sekedar menyapa mereka.
Kha : Maaf sedang tidak sehat, aku sudah sibuk mengajar jadi tidak sempat baca rumpi kalian yang gak jelas 😄.
Ira : Sombong amat baru juga seminggu jadi nyonya.
Marsya : Dijaga lho suaminya, sekarang banyak pelakor yang doyan tuan muda bu.
Sisil : Tuan perhatian gak Kha? Pasti romantis banget ya 😍.
Kha : Kalian penasaran ya sama Tuan yang bisa bikin aku klepek-klepek.
Tapi hanya dia yang klepek-klepek Ghaninya sih enggak.. haha miris banget, hatinya tertawa.
Sisil : Wah..wah, bisa cepat nyusul Ira gendong dedek nih 🤗.
Ira baru saja melahirkan anak keduanya sekarang baru berumur tiga bulan. Kalau Marsya anaknya sudah sekolah TK, sedang Sisil anak gadisnya sudah berumur dua tahun.
Kha : Doain aja ya biar bisa cepat jadi emak seperti kalian 😇.
Yaah hanya itu yang bisa dikatakannya padahal tidak mungkin terjadi, karena suaminya pun belum menyentuh bagian itu. Sekarang dia satu ranjang, namun hanya ada senyuman dalam luka.
"Udah bangun Kha." Ghani membuka matanya langsung menatap Khalisa datar.
"He'eh.."
"Mau coba makan lagi, perutmu kosong." Tawar Ghani membangunkan tubuhnya duduk di samping Khalisa.
"Masih gak enak makan." Sahut Khalisa manja.
"Terus mau apa?"
"Mau kamu." Khalisa memberikan senyumannya yang paling manis.
"Dasaar." Ghani menarik jilbab Khalisa sampai melorot.
"Salah yang dipelorotin.." kata Khalisa sambil terkikik, membuat mata Ghani melotot dan wajahnya memerah. "Kamu kalau ditambah senyum dikit bakal lebih tampan."
"Aku emang tampan sejak lahir." Ucap Ghani narsis beranjak mengambil laptop kemudian pergi meninggalkannya tanpa ekspresi. Khalisa tersenyum pilu, berani menggoda Ghani seperti itu saja sudah sebuah kemajuan.
Kalau tidak anyep seperti ini Ghani tergolong suami yang the best. Lelaki itu begitu telaten merawatnya, mengatur jam makan, tidur, bekerja bahkan main ponsel.
Lama meninggalkannya sendirian, Ghani kembali lagi ke kamarnya dengan menenteng laptop, setelah selesai sholat ashar.
"Hati-hati, jangan ceritakan semua rahasia rumah tangga pada orang lain." Pesan Ghani, saat melihatnya senyam-senyum sendiri di depan ponsel.
Datang-datang ganggu aja deh, bikin mood jadi buruk lagi. Khalisa meletakkan ponselnya, menghidupkan laptopnya supaya ada kerjaan.
"Kha jangan main laptop dulu nanti pusing lagi." Ghani mengambil laptop Khalisa, mengembalikannya ke posisi semula.
Arghhh Ghani jadi seperti emak-emak rempong deh. Karena males berdebat Khalisa memilih tarik selimut lagi. Menutupi seluruh wajahnya dengan selimut.
"Udah sore jangan tidur lagi." Ghani menarik paksa selimutnya, mengisyaratkan agar tidak tidur lagi setelah ashar.
"Gha bosen, gak dibolehin ngapa-ngapain..!!" Kata Khalisa cemberut.
"Itungin butiran beras aja biar gak bosen." Ucap Ghani asal tanpa memperhatikannya, lah dia sendiri sibuk main laptop sejak kembali ke kamarnya, geram Khalisa.
"Ghaanii.." teriaknya kesal. "Aku akan ganggu kamu, gak mau tau." Tidak dihiraukan Ghani lagi ocehannya, Khalisa menutup laptop Ghani karena sangat kesal. Memajukan bibir agar Ghani tau kalau dia sedang marah. Tapi gak ngaruh.
Ghani dengan santai membuka laptopnya kembali dan tetap fokus, tidak mempedulikan Khalisa yang sangat sangat kesal dengannya.
"Marah-marah bisa bikin aliran darah tersumbat." Kalimat yang keluar dari mulutnya itu sangat santai, tanpa peduli lawan bicaranya. Khalisa beranjak ingin meninggalkan kamar.
"Kamu akan kubiarkan sekarat kesakitan kalau keluar kamar." Ancaman keluar dari mulutnya, tapi Khalisa takkan mengalah pada Ghani hari ini.
"Biarin aja, biar cepat mati sekalian."
"Bawel. Sama jarum suntik aja masih takut, mikir mau mati segala, emang udah punya banyak pahala? sama suami aja ngelawan."
Aarrggh, Khalisa menghentak-hentakkan kaki karena jengkel, tapi dikacangin. Jangan berharap Ghani bakalan membujuknya kalau lagi pura-pura ngambek.
Khalisa membaringkan badan di sofa, ini perut masih perih cuma sok-sok'an kuat aje biar gak diremehin suami galak ini. Dinyalakannya televisi dengan volume sangat nyaring, gendang telinganya aja serasa mau pecah, apalagi Ghani yang tengah fokus dengan kerjaannya yang seperti benang kusut itu.
Tanpa menanggapi ulah Khalisa, Ghani pergi membawa laptop ke kamar. Yess berhasil mengusirnya, tapi gak ada babang tampan yang bisa dinikmati ketampanannya lagi deh. Dasar Kha, gak jelas banget ngusir sendiri, kangen sendiri.
Bisa menggodanya hari ini membuat semangat Khalisa jadi tambah membara. Melupakan sejenak apa yang sudah terjadi. Aneh, katanya ingin tetap bersama tapi sikapnya tidak membuktikan itu, bikin bingung. Kadang memohon agar tidak ditinggalkan, tapi kadang sikapnya mengabaikan.