Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 - Dua Cucu Nakal Sekaligus
Ajeng mengelus daddanya lega saat Reza sudah keluar dari dalam kamar ini.
Sungguh, sesaat Ajeng memang terpana melihat ketampanannya, tapi pria itu memiliki sorot mata yang dingin, membuatnya takut.
Merinding, Ajeng sampai tidak berani meski hanya mengagumi.
Sementara Sean masih saja tertawa, menertawakan ayahnya sendiri.
"Sean, sudah dong ketawanya, kan nggak sopan ngetawain orang tua," ucap Ajeng dengan suara yang lembut, dia kembali duduk di karpet sementara Sean sudah duduk di tepi ranjang, memegang robot Batman hitam miliknya.
"Suka-suka ku lah mau ketawa, kenapa mbak Ajeng jadi yang repot?" sinis Sean, kini tatapannya berubah dingin, persis dengan tatapan Reza tadi, plek ketiplek.
Ajeng bahkan sampai tersentak, beberapa saat lalu mereka berkomunikasi dengan baik sekali. Sean pun cukup sopan kepadanya.
Tapi apa yang terjadi sekarang, Sean bahkan menatapnya dengan tatapan remeh.
"Bukan begitu maksud mbak Ajeng Sean, tapi kan tidak sopan kalau papa Reza jadi bahan tertawaan seperti itu."
"Mbak Ajeng sendiri yang salah, kenapa memanggil papaku dengan sebutan Pak? memangnya Oma tidak pernah bilang, jangan pernah panggil papaku dengan sebutan Pak!"
"Iya mbak Ajeng salah, maafin mbak ya?"
"Kalau panggil pak Reza, dia seperti bukan papaku, dia orang asing!" balas Sean dengan nada tinggi.
"Iya Sean, mbak minta maaf, yok main kodok lagi."
"Malas, aku mau main di luar!" sentak Sean tanpa perasaan.
Ya Allah. Ajeng sampai membatin menyebut nama Tuhan, mencari ketenangan dari berubah yang tiba-tiba ini.
Setelah meletakkan robot mainannya, Sean mengambil kodoknya dan melangkah keluar, kata Sean kodok itu namanya Malvin.
Ajeng mengikuti langkah bocah kecil itu, dia akan selalu menemani kemana pun Sean pergi.
"Mbak Ajeng, kita main di taman belakang ya?" ajak Sean, kini tersenyum dengan hangat, seolah melupakan tentang perdebatan mereka beberapa menit lalu.
Ajeng lagi-lagi dibuat bingung, mulai belajar memahami karakter Sean yang sesunguhnya.
"Kenapa di taman belakang? mbak Ajeng lihat taman di depan bagus banget," balas Ajeng.
"Tapi di belakang lebih bagus Mbak."
"Mau kemana Sean?" tanya Oma Putri, kini Sean dan Ajeng memang telah tiba di ruang tengah.
Sean tidak menjawab pertanyaan Oma Putri, bocah itu melengos begitu saja. Jadi Ajeng yang menjawab ...
"Mau main di taman belakang Oma."
"Itu kodoknya suruh buang Jeng, jorok, sebentar lagi juga makan siang, jangan lama-lama mainnya," ucap Oma Putri dengan suara yang pelan, takut Sean mendengar ucapannya dan berakhir marah.
Sementara Ajeng hanya mengangguk, diantara langkah kakinya yang terus mengikuti sang anak asuh.
Sampai akhirnya mereka berdua tiba di taman belakang, di sampingnya ada sebuah kolam renang yang cukup luas.
Ajeng terperangah, mulutnya menganga dan sedikit tersenyum. Hanya lihat saja dia sudah merasa bahagia sekali.
Tapi tidak mungkin kan Ajeng mandi disitu?
Baru sesaat dia mengagumi kolam renang itu, namun kemudian langsung menjerit saat melihat Sean sudah masuk ke dalam sebuah kubangan.
"Sean!!" pekik Ajeng, dia seperti kecolongan.
Bagaimana bisa di tempat indah seperti ini ada kubangan bebek seperti di kampungnya begitu.
"Ya Allah Sean, apa yang kamu lakukan?" cemas Ajeng, ruat wajahnya terlihat takut dan bingung.
Ini sangat kotor, pikir Ajeng.
"Ini tempat mainnya Malvin Mbak, aku cuma menemani dia bermain." jawab bocah kecil itu, sungguh Sean sebenarnya anak yang sangat tampan, tapi kenapa dia nakal seperti ini?
"Tapi kan nggak ikut nyemplung gini Sen." Ajeng sampai menghela nafas.
"Sean mbak Ajeng, bukan Sen." Dia tidak terima dipanggil Sen. Bukannya menjawab pertanyaan Ajeng Sean malah membahas nama panggilan.
"Susah lah, enak panggil Sen saja."
"Sean Mbak Ajeng!"
"Sen!"
"SEAN!"
"SEN!" pekik Ajeng juga tak kalah kuat.
"Hih!!" Sean yang geram langsung menarik Ajeng sampai jatuh.
Berakhir mereka berdua yang tertawa di dalam kubangan kotor itu. Tidak luas sih, tapi tanahnya berwarna merah dan banyak air yang makin membuat semuanya kotor.
Teriakan mereka berdua sampai terdengar hingga lantai 2, di kamarnya masing-masing Reza, Ryan dan Rilly melihat pemandangan itu.
Rilly tertawa.
Ryan mengulum senyum.
Sementara Reza tetap menatap dengan tatapan dingin.
Sementara Oma Putri di bawah langsung memijat kepalanya yang berdenyut, jika seperti ini rasanya dia malah mendapatkan 2 cucu nakal sekaligus.
"Aduh, pusing aku. Tenang, tenang, mungkin itu caranya Ajeng biar deket sama Sean."
Oma Putri masuk kembali, tanpa memperdulikan keduanya yang asik bermain lumpur.